FORUM Internasional ke 3 IPOWU di Pontianak, Upah Layak Buruh Sawit Butuh Tindakan Nyata
Indonesia menghadapi keterbatasan serius dalam upaya perlindungan pekerja sawit di tengah meningkatnya permintaan pasar dunia.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Sejumlah persoalan dibahas pada Pertemuan Internasional Ke-3 IPOWU atau International Palm Oil Workers United yang digelar di Hotel Golden Tulip Pontianak pada Jumat 12 September 2025.
Pada pertemuan tersebut turut dihadiri oleh para pekerja sektor perkebunan sawit dari Belanda, Columbia dan Ghana.
Indonesia menghadapi keterbatasan serius dalam upaya perlindungan pekerja sawit di tengah meningkatnya permintaan pasar dunia.
Pemerintah dan dunia usaha perlu benar-benar menyelami bagaimana metode pencegahan dan langkah penanganan dampak negatif yang ditimbulkan industri sawit terhadap kesehatan, hak asasi manusia, buruh perempuan, serta lingkungan.
ini bukan soal tanamannya, tetapi praktik yang dijalankan di dalam industri sawit.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat, Heronimus Hero, SP., M.Si., dalam sambutannya mengatakan, “Yang bergerak sebagai tenaga kerja kurang lebih 150 ribu orang pekerja di Kalimantan Barat.
Hampir mayoritas pekerja kita bergerak di sawit. Industri sawit dihadapkan dengan isu kesejahteraan. Dari Dana Bagi Hasil (DBH) sawit, sejumlah dana dialokasikan untuk jaminan sosial ketenagakerjaan.
Ini bentuk kepastian perlindungan. Kemudian ada program untuk pengembangan SDM anak pekebun sawit—untuk ini ada program beasiswa dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), ada setidaknya 157 anak yang lulus.
Jarang sekali ada beasiswa penuh seperti ini. Kita harapkan mitra seperti GAPKI mendukung upaya peningkatan kesejahteraan. Kami apresiasi Koalisi Buruh Sawit (KBS) yang mengajukan RUU PBS.
• MOMENTUM Peringatan 47 Tahun, FKPPI Kalbar Komit Mendukung Jalanya Pembangunan di Daerah
Ada juga membuat kajian dampak agrokimia. Perusahaan diharapkan memberikan bekal cukup untuk tata cara pemberian bahan kimia yang aman bagi pekerjanya.”
Heronimus mengatakan hal ini pada Forum Multi Stakeholder dengan tema “Kerja Layak di Perkebunan Kelapa Sawit” di Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 12 September 202 di sela-sela acara The 3rd International Meeting IPOWU (International Palm Oil Workers United)5.
Luasan kebun sawit di Kalimantan Barat mencapai 3,2 juta hektare, salah satu provinsi dengan konsesi sawit terluas di Indonesia (Disbunnak Kalbar 2025).
Sementara itu, luas total wilayah Provinsi Kalimantan Barat sekitar 14,68 juta hektare. Artinya, 21-22 persen wilayah provinsi ini telah digunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Industri ini menghidupi jutaan jiwa masyarakat Kalbar, baik sebagai buruh kebun, petani plasma maupun sebagai petani mandiri.
Sebagai referensi, Secara nasional terdapat 24.216 perusahaan sawit (BPS, 2024). Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan terdapat 16,5 juta pekerja di sektor kelapa sawit di seluruh Indonesia, di antaranya 9,7 juta orang adalah tenaga kerja langsung.
Angka tersebut terdiri dari 5,3 juta pekerja perkebunan kelapa sawit rakyat dan 4,5 juta buruh yang bekerja di perusahaan sawit, baik perusahaan negara maupun swasta (BPDP, Mei 2025).
Jumlah tersebut belum mencakup pekerja yang tidak tercatat secara resmi, seperti Buruh Harian Lepas (BHL) atau Buruh Harian Borongan (BHB), yang mayoritas justru adalah pekerja perempuan.
• Terungkap Modus Operandi 56 Tersangka Penambangan Emas Tanpa Izin di Kalbar
Yublina Oematan menginginkan ingin hak-hak buruh terpenuhi, antara lain hak berserikat, berpendapat, cuti melahirkan, cuti haid, dan status pekerjaan tetap. Mayoritas pekerja di perkebunan sawit adalah perempuan yang rentan terhadap bahan kimia, mengerjakan penyemprotan, dan pengutipan brondol.
"Bahkan belasan tahun mereka kerja masih menyandang status BHL, sehingga tidak dapat upah sebagai pekerja tetap. Nilai upahnya bahkan tidak sama dengan pekerja lelaki. Bahayanya pekerjaan mereka sudah jelas, mereka yang bekerja sebagai penyemprot bahan kimia, bisa dengan mudah terkena sakit kanker, kemandulan, iritasi. Ketika melakukan kerja penyemprotan, bisa terkena racun.” katanya
Pernyataan Yublina mencerminkan kenyataan lapangan yang masih jauh dari prinsip kerja layak. Status BHL dan BHB bukan hanya memiskinkan pekerja, tetapi juga menutup akses terhadap perlindungan sosial yang seharusnya menjadi hak dasar buruh sawit.
Aldes Dwi Pikal, GAPKI Cabang Kalimantan Barat menambahkan, “Status pekerja BHL dan BHB dipengaruhi oleh adanya kebutuhan target produksi, dan regulasi yang memungkinkan.”
Regulasi seperti UU Cipta Kerja dan aturan turunannya tidak bisa menjadi pembenaran untuk mengabaikan hak-hak pekerja.
Justru, regulasi yang ada harus ditinjau ulang agar sesuai dengan prinsip perlindungan pekerja dan keadilan bagi buruh perempuan.
“Salah satu bentuk kerja layak adalah bagaimana terbebasnya buruh sawit dari ancaman paparan racun,"
"Sebagian besar buruh sawit adalah perempuan dan mereka secara langsung bersentuhan dengan bahan kimia, baik di bagian pemupukan, penyemprotan, bahkan termasuk bekerja di industri sawit bagian penyemaian,” tutur Ismet Inoni, Koordinator KBS, pada saat acara berlangsung.
Menurut Dr. Naura Zainar Aufaira, seorang praktisi K3 memberikan tanggapan, “Perempuan lebih rentan terhadap bahan kimia, di mana perempuan hamil muda bisa mengalami abortus, kecacatan janin hingga kemandulan.
Ada beberapa bahan kimia berdampak sangat berbahaya.
Ada juga yang saya sayangkan banyak perusahaan tidak punya dokter di perkebunan. Para dokter sebaiknya turun ke lapangan memberikan edukasi dan nasihat. Memberikan rekomendasi kepada tim agrokimia.”
Selanjutnya Ahmad Syukri, Direktur LinkAR Borneo menambahkan “Luasnya konsesi perkebunan sawit skala besar di Kalimantan Barat telah memberikan keuntungan yang luar biasa bagi perusahaan, pemerintah dan sebagian petani sawit.
Namun kondisi tersebut, tidak dialami buruh perkebunan sawit. Terdapat banyak masalah, dari upah yang rendah, target kerja dan beban kerja yang tinggi, ketidakpastian kerja akibat eksisnya status kerja buruh harian lepas (BHL), kondisi kerja yang tidak ramah K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) salah satunya akibat paparan bahan agrokimia.
"Permasalahan ini harus menjadi fokus bersama yang harus diselesaikan pemerintah, pengusaha sawit dan serikat buruh untuk mencapai transisi sawit yang adil dan berkelanjutan.”
Pernyataan ini mempertegas bahwa ancaman kesehatan buruh perempuan tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Minimnya pelayanan medis di lokasi perkebunan semakin memperbesar risiko yang dihadapi pekerja setiap hari.
Meski ada upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan, kenyataan di lapangan masih menunjukkan banyaknya celah.
Hal ini menegaskan perlunya kebijakan lebih kuat, mulai dari peraturan daerah (Perda), standar operasional prosedur (SOP), hingga perjanjian bersama yang secara komprehensif mengatur tata kelola kerja layak di sektor sawit.
Salah satu langkah paling memungkinkan adalah mendorong pemerintah daerah dan DPRD melahirkan Perda spesifik mengatur perlindungan buruh sawit.
Peraturan ini harus dibarengi dengan SOP yang jelas, serta perjanjian bersama yang rigid dalam menghindari ancaman agrokimia terhadap pekerja. Namun, ada hal yang sering luput dari perhatian dalam industri sawit: para pekerja perempuan.
Mereka bukan hanya mayoritas di perkebunan, tetapi juga memikul tanggung jawab melanjutkan kehidupan keluarga.
Karena itu, setiap pembahasan regulasi, baik Perda, Perjanjian Bersama (PB), maupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB), harus menghadirkan partisipasi bermakna dari buruh perempuan yang setiap hari berhadapan langsung dengan ancaman agrokimia. (*/Rilis)
International Palm Oil Workers United
Upah Layak
Heronimus Hero
Disbunak
Industri Kelapa Sawit
Buruh Kelapa Sawit
Borneo Forum 2025: Saat Pontianak Jadi Panggung Besar Masa Depan Sawit |
![]() |
---|
Pengawasan Diperketat, Disbunnak Kalbar Pastikan Hewan Kurban Aman dari PMK |
![]() |
---|
Penanganan Daging Kurban Sesuai Prosedur Kebersihan dan Kesehatan |
![]() |
---|
Disbunnak Kalbar Sebut Kebutuhan Hewan Kurban Jelang Idul Adha Capai 12.800 Ekor |
![]() |
---|
Jelang Idul Adha, Kalbar Hadapi Tantangan Pemenuhan Kebutuhan Hewan Kurban |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.