SOSOK Idham Chalid, Ketua DPR Termiskin yang Hidup Sederhana Tolak Fasilitas Negara untuk Keluarga

Ia adalah KH. Idham Chalid, tokoh Nahdlatul Ulama, ulama kharismatik, sekaligus negarawan yang hidupnya bisa menjadi cermin

Editor: Dhita Mutiasari
Kolase / Wikipedie
KETUA DPR - Sosok KH Idham Chalid yang diabadikan dalam uang kertas pecahan Rp 5 Ribu Rupiah. KH. Idham Chalid, tokoh Nahdlatul Ulama, ulama kharismatik, sekaligus negarawan yang hidupnya bisa menjadi cermin untuk generasi sekarang. 

Dikutip dari buku Idham Chalid: Guru Politik orang NU (2017) yang ditulis Ahmad Muhadjir, sosok Idham muda memang sudah lekat dengan dunia para ulama. Ia juga dikenal sebagai orang yang cerdas  dan berbakat dari kecil.

Sedari kecil, kemampuan berpikir dan berorasi Idham Chalid begitu kuat. Kelak, di kemudian hari, gaya retorika di panggung bisa sangat membius sejak menempuh pendidikan di sekolah rakyat (SR) hingga menjadi santri di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jatim pada 1922.

“Kelak, kemampuan pidatonya diakui secara luas di kancah nasional, baik sebagai penceramah, jurkam ataupun pengajar. Kemampuan ini dikombinasikan dengan kecerdasan dan kerendahan hati jadi modal bagi perjalanannya di dunia politik,” tulisnya di Hal 21

Perjuangan Politik di NU

Saat masa revolusi, lewat kemampuan berbahasa yang ia miliki, Jepang, Inggris, dan Arab, ia jadi penyambung lidah para ulama dengan Jepang, mulai dari penerjemahan surat hingga urusan diplomasi.

Ketika merdeka, ia lantas tergabung di sejumlah organisasi dan ikut juga tergabung dengan Masyumi.

Lantas, ketika NU keluar dari Masyumi karena perbedaan politik, ia pun bergabung dengan Partai NU yang dibawanya menjadi besar hingga menjadi salah satu kekuatan terbesar di zaman itu.

NU jadi partai besar, bahkan pada Pemilu 1955 yang dianggap para sejarawan jadi pemilu paling demokratis dalam sejarah, NU dibawanya memperoleh suara nomor 3 setelah PNI dan Masyumi.

Waktu itu, dalam metode berpikir KH Idham Chalid, harus ada unsur agama yang berada di kekuasaan. Biar unsur umara, konsep untuk kepemimpinan, harus ada penyeimbang, yakni unsur ulama agar segala keputusan nantinya tetap berada di tengah.  

Untuk itulah, ia cukup dekat dengan Bung Karno dan bahkan dianggap terlalu dekat hingga kadang membuat umat kebingungan dengan zigzag politik yang ia bangun.

Saking besarnya pengaruh KH Idham Chalid, ia jadi terpilih jadi Ketum PBNU termuda dalam sejarah yakni pada usia 34 tahun. Ia terpilih dalam Muktamar ke-21 NU di Medan.

Selain itu, sejarah mencatat, ia juga menjadi Ketum PBNU terlama yang menjabat, yakni dari 1956-1984 atau selama 28 tahun. Pengganti setelahnya adalah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang kelak akan jadi Presiden ke-4 RI.

Filosofi Air dalam Berpolitik

Salah satu filosofi yang dipegang oleh KH Idham Chalid dalam berpolitik adalah soal air. Baginya, politik adalah urusan pengaruh. Terkait hal tersebut, maka harus bergerak dan tidak saklek hingga menjadikan air itu rusak karena tidak luwes.

Untuk itulah, ketika dalam masa revolusi, saat Bung Karno menelurkan konsep Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom) yang kontroversial dalam sejarah, ia justru mendukungnya. Padahal, banyak unsur Islam yang menolak karena menganggap menyamaratakan antara komunisme dan agama.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved