Wabup Sintang Soroti Besarnya Potensi Cabai, Dorong Bentuk Pabrik Pengolahan untuk Stabilkan Harga

Ia menjelaskan bahwa desa-desa penghasil cabai dapat menyusun proposal bisnis untuk mendirikan pabrik pengolahan cabai. 

Penulis: Agus Pujianto | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
TANAM CABAI - Wakil Bupati Sintang mengikuti tanam cabai di Desa Parembang, Kecamatan Sungai Tebelian beberapa waktu lalu. Ronny, mengungkapkan bahwa Kabupaten Sintang memiliki potensi besar di sektor pertanian, khususnya komoditas cabai. 

Ringkasan Berita:
  • Ketika produksi meningkat sementara permintaan tetap, harga cabai justru turun hingga membuat petani kesulitan menentukan strategi produksi. 
  • Ronny menilai bahwa pemerintah tidak dapat mengendalikan harga pasar secara langsung, namun dapat mendorong inovasi agar kesejahteraan petani tetap terjaga. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Wakil Bupati Sintang, Florensius Ronny, mengungkapkan bahwa Kabupaten Sintang memiliki potensi besar di sektor pertanian, khususnya komoditas cabai. 

Bahkan beberapa desa, seperti Parembang, merupakan penghasil cabai yang cukup signifikan. 

“Saya baru tahu ternyata di Sintang ada beberapa desa penghasil cabai. Bahkan hasilnya sudah kita kirim ke Jawa dan Pontianak,” ujar Ronny. 

Namun, menurutnya, potensi tersebut belum sepenuhnya memberikan manfaat maksimal bagi petani karena fluktuasi harga cabai yang kerap terjadi. 

Ketika produksi meningkat sementara permintaan tetap, harga cabai justru turun hingga membuat petani kesulitan menentukan strategi produksi. 

Wabup Sintang Dorong Pengurus KDKMP Gali Potensi Desa dan Hindari Persaingan yang Merugikan

Ronny menilai bahwa pemerintah tidak dapat mengendalikan harga pasar secara langsung, namun dapat mendorong inovasi agar kesejahteraan petani tetap terjaga. 

Salah satu solusi yang ia tawarkan adalah penguatan peran Koperasi Desa Merah Putih. 

“Apa yang menjadi potensi desa harus digali. Lihat peluang, program, dan bisnis yang bisa berorientasi meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat koperasi desa Merah Putih,” katanya. 

Ia menjelaskan bahwa desa-desa penghasil cabai dapat menyusun proposal bisnis untuk mendirikan pabrik pengolahan cabai. 

Dengan adanya pabrik, cabai tidak lagi hanya dijual dalam bentuk mentah yang rentan harga, tetapi bisa diolah menjadi berbagai produk bernilai tambah seperti sambal kemasan atau cabai bubuk. 

Dalam pengelolaan pabrik tersebut, menurut Ronny, koperasi bisa menjadi pihak yang paling ideal karena tidak dituntut mencari keuntungan besar. 

Dengan demikian, harga dasar cabai dapat disepakati agar petani tetap mendapatkan keuntungan yang layak. 

“Kalau koperasi yang mengelola, mereka tidak perlu mengambil untung besar. Kita bisa sepakati harga dasar, misalnya Rp40 ribu per kilogram, agar petani tetap untung. Produk olahan juga memiliki nilai tambah dibanding cabai mentah,” jelasnya. 

Ronny juga membuka peluang agar rencana pendirian pabrik mini pengolahan cabai tersebut disinergikan dengan program Koperasi Merah Putih atau melalui kerja sama dengan Bank Indonesia. 

Ia bahkan mendorong desa yang memiliki potensi serupa untuk melakukan studi banding ke daerah yang sudah berhasil mengembangkan industri olahan cabai. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved