Pasar Serikin, Magnet Perbatasan: Antara Harapan Ekonomi dan Dinamika Hubungan Dua Negara

Kegiatan akademik ini merupakan bagian dari mata kuliah Ekonomi Perbatasan, di bawah bimbingan Dr. Erni Panca Kurniasih, S.E., M.Si.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
FOTO BERSAMA - Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Kelas Ketapang melakukan penelitian lapangan di Pasar Serikin, Sarawak, Malaysia, Sabtu 1 November 2025. Pasar ini menjadi simbol interaksi ekonomi dan budaya antara masyarakat Indonesia dan Malaysia. 

Ringkasan Berita:
  • Para mahasiswa menempuh perjalanan sekitar satu jam dari Kota Kuching menuju Desa Serikin, Sarawak, menggunakan shuttle bus. 
  • Setibanya di lokasi, mereka menemukan dinamika menarik dari pasar yang telah beroperasi puluhan tahun tersebut.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SARAWAK - Fenomena Pasar Serikin di Perbatasan Indonesia-Malaysia kembali menarik perhatian. Pasar yang hanya buka setiap akhir pekan ini bukan sekadar tempat jual beli, tetapi juga menjadi simbol hubungan sosial, ekonomi, dan budaya lintas batas yang unik.

Sebanyak 53 mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura (Untan) Angkatan 35 Kelas Ketapang melakukan penelitian lapangan di Pasar Serikin, Sabtu 1 November 2025. 

Kegiatan akademik ini merupakan bagian dari mata kuliah Ekonomi Perbatasan, di bawah bimbingan Dr. Erni Panca Kurniasih, S.E., M.Si., Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Untan.

6 Peristiwa Terpopuler Kalbar! Kota Pontianak Gempa, Klarifikasi RSUD Sukadana Soal Bayi Meninggal

Para mahasiswa menempuh perjalanan sekitar satu jam dari Kota Kuching menuju Desa Serikin, Sarawak, menggunakan shuttle bus. 

Setibanya di lokasi, mereka menemukan dinamika menarik dari pasar yang telah beroperasi puluhan tahun tersebut.

Pasar Unik di Negeri Jiran

Pasar Serikin beroperasi hanya dua hari dalam seminggu, yakni Sabtu dan Minggu. Meski berada di wilayah Malaysia, sekitar 75 persen pedagangnya justru berasal dari Indonesia, khususnya dari Kalimantan Barat.

“Saya sudah berdagang di Pasar Serikin sekitar 10 tahun. Walaupun hanya buka di akhir pekan, penghasilan kami lumayan tinggi. Pembeli dari Malaysia bersedia membayar lebih untuk barang-barang dari Indonesia,” ujar seorang pedagang asal Sambas.

Menariknya, keberadaan para pedagang Indonesia di Pasar Serikin tergolong informal. 

Aktivitas perdagangan dilakukan tanpa izin resmi dari pihak imigrasi Indonesia, sehingga tidak tercatat dalam kontribusi ekonomi nasional. 

Namun bagi pemerintah Malaysia, pasar ini justru menjadi daya tarik wisata belanja yang menguntungkan secara ekonomi.

“Saya ke sini tidak hanya untuk belanja, tapi juga untuk berwisata. Rasanya seperti ‘shopping dengan nuansa kampung’,” ujar seorang pengunjung asal Kuching.

Tantangan di Balik Kesibukan Pasar

Meski ramai dan menjanjikan keuntungan, para pedagang Indonesia menghadapi banyak kendala. 

Akses menuju Pasar Serikin tergolong sulit, terutama bagi pedagang yang datang dari wilayah perbatasan Indonesia.

“Jalan ke sini sulit, kadang kami harus lewat ‘jalan tikus’. Selain itu, biaya penginapan juga jadi beban tambahan karena tidak mungkin bolak-balik dari Sambas,” ungkap salah satu pedagang.

Keterbatasan fasilitas publik, seperti tempat penyimpanan barang dan toilet umum, juga menjadi keluhan. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved