Sementara itu, industri makanan minuman juga sangat mungkin untuk penggalian potensi. Tapi, Raden meragukan potensi tambahan pajak yang dapat digali.
"Banyak industri sebenarnya relatif lebih patuh walaupun pastinya tidak 100 persen. Mungkin ada di kisaran 75% secara agregat. Tentu ini hanya taksiran," terang Raden.
Justru sektor emas dan perikanan lepas laut dinilai menyimpan potensi besar, tetapi sekaligus menjadi tantangan.
Pada perdagangan emas, pencatatan transaksi lazimnya menggunakan emas sebagai mata utang, bukan rupiah. Pola ini menyulitkan aparat pajak untuk menilai kewajiban sebenarnya.
"Penghindaran pajak di perdagangan emas juga sangat rapi. Selama ini mereka sudah punya pola baku yang jarang diketahui oleh petugas pajak. Kuncinya ada di arus persediaan emas di Wajib Pajak. Sementara petugas pajak banyak yang mengincar arus uang wajib pajak," katanya.
Adapun di sektor perikanan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai masih belum memahami sepenuhnya proses bisnisnya.
Oleh karena itu, perlu kerja sama erat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pemungutan pajak.
• RESMI Aturan Baru 2025 Dana Desa Kini Bisa Dipakai Koperasi Merah Putih untuk Usaha
Raden menegaskan, upaya intensifikasi pajak dengan pola lama sudah tidak memadai lagi. Ia menyarankan adanya perombakan besar-besaran dalam strategi penggalian potensi.
"Pola intensifikasi selama puluhan tahun tidak berubah. Dan tidak bisa berubah. Karena itu ada ungkapan berburu di kebun binatang," imbuh Raden.
# Berita Viral
- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!