Berita Viral

Jeritan Anak di Balik Teralis, Bocah 7 Tahun Dirantai oleh Ayah Kandungnya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BOCAH DIRANTAI AYAH - Foto ilustrasi hasil olah YouTube Tribun Pontianak, Kamis 26 Juni 2025, memperlihatkan MAN, bocah laki-laki berusia 7 tahun di Banyuasin, Sumatera Selatan, ditemukan dalam kondisi memilukan lehernya dirantai dan ditambatkan ke jendela oleh ayah kandungnya, Idham Alfarisi (43). Aksi ini terungkap setelah jeritan sang anak terdengar oleh tetangga, yang kemudian mendobrak keheningan rumah sederhana itu.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID – MAN, bocah laki-laki berusia 7 tahun di Banyuasin, Sumatera Selatan, ditemukan dalam kondisi memilukan lehernya dirantai dan ditambatkan ke jendela oleh ayah kandungnya, Idham Alfarisi (43). 

Aksi ini terungkap setelah jeritan sang anak terdengar oleh tetangga, yang kemudian mendobrak keheningan rumah sederhana itu. 

Kepada polisi, Idham mengaku kesal dan kewalahan menghadapi anaknya yang aktif dan suka mengutak-atik barang. 

Meski visum menunjukkan tidak ada tanda kekerasan fisik, tindakan merantai tetap dinilai sebagai pelanggaran hukum. 

“Tidak ada luka, tapi perbuatannya jelas salah secara hukum,” tegas Kapolsek Rambutan AKP Ledi. 

Kini, MAN tengah menjalani konseling untuk memulihkan trauma, didampingi PPA Banyuasin dan Sumsel. 

Kasus ini menyentuh sisi kemanusiaan: ketika keterbatasan orangtua dalam mengelola emosi justru melukai masa kecil yang semestinya penuh kasih.

10 Tahun Gaji Dianggap di Bawah UMK, Curhat Pekerja Purbalingga Buka Mata soal Sistem No Work No Pay

[Cek Berita dan informasi berita viral KLIK DISINI]

Mengapa Seorang Ayah Merantai Leher Anak Kandungnya?

Kisah pilu datang dari Desa Tanjung Marbu, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. 

Seorang bocah laki-laki berinisial MAN (7) ditemukan dalam kondisi memilukan lehernya dirantai dan ditambatkan ke terali jendela oleh ayah kandungnya sendiri, Idham Alfarisi (43). 

Peristiwa ini sontak mengejutkan warga sekitar, yang sebelumnya tak menyangka keluarga itu menyimpan persoalan sedemikian berat.

Peristiwa ini terungkap bukan karena laporan resmi, melainkan jeritan korban yang terdengar oleh tetangga sekitar siang hari. 

Saat warga mendatangi rumah tersebut, mereka menemukan MAN dalam kondisi terikat rantai di bagian leher. 

Salah seorang warga merekam kejadian tersebut dan menyebarkannya sebagai bentuk kepedulian sosial.

“Setahu kami, bapaknya itu tukang ojek dan ibunya kerja di rumah makan. Mereka seperti keluarga biasa,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Selasa (24/6/2025).

Apa Alasan Sang Ayah Sampai Tega Melakukan Itu?

Dalam pemeriksaan di Polsek Rambutan, Idham Alfarisi mengaku bahwa ia melampiaskan kekesalannya kepada MAN, yang menurutnya sangat aktif dan memiliki rasa ingin tahu tinggi. 

Ia merasa kewalahan menghadapi perilaku anak keduanya itu, yang sering mengutak-atik barang-barang di rumah, termasuk ponsel, korek api, hingga pisau.

“Anaknya pintar dan aktif. Dari keterangan pelaku dan keterangan langsung dari korban, memang karakternya ingin tahu dan tidak bisa diam,” kata Kapolsek Rambutan AKP Ledi, Senin (23/6/2025).

Puncak kekesalan Idham terjadi saat ia pulang dan mendapati layar televisi kotor. 

Ia langsung menuduh sang anak sebagai pelakunya. 

Meski MAN mengaku tidak mengotak-atik televisi, ia tetap mengiyakan tuduhan sang ayah karena takut dimarahi. 

Reaksi spontan itulah yang memicu Idham untuk merantai anaknya di terali jendela.

Saat kejadian, ibu korban sedang bekerja. Di rumah hanya ada Idham, MAN, dan kakaknya yang duduk di kelas 4 SD.

Apakah Tindakan Ini Termasuk Kekerasan?

Meski hasil visum menunjukkan tidak ada luka fisik pada tubuh MAN, pihak kepolisian menegaskan bahwa tindakan merantai anak tetap termasuk dalam pelanggaran hukum. 

Menurut AKP Ledi, kasus ini tetap diproses sesuai hukum yang berlaku.

“Tidak ditemukan tanda kekerasan terhadap korban. Namun, tindakan merantai tetap melanggar hukum,” ujarnya.

Idham tidak ditahan karena dianggap tidak membahayakan secara fisik, namun proses hukum tetap berjalan. 

Penanganan lebih lanjut melibatkan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Banyuasin dan Provinsi Sumsel, yang akan memberikan pendampingan psikologis untuk membantu pemulihan trauma korban.

Bagaimana Kondisi Psikologis MAN Saat Ini?

MAN saat ini menjalani sesi konseling intensif bersama pihak PPA. 

Tujuannya adalah untuk membantu sang anak pulih dari trauma akibat tindakan yang dialaminya. 

Konseling ini sangat penting, mengingat trauma masa kecil dapat berdampak jangka panjang pada perkembangan mental dan emosional anak.

“Korban sedang dalam pemulihan psikologis. Konseling ini dilakukan agar korban tidak menyimpan trauma yang membekas,” jelas AKP Ledi.

Keluarga korban sendiri dikenal sebagai keluarga biasa. 

Tidak ada indikasi kekerasan dalam rumah tangga sebelumnya, dan kejadian ini menjadi alarm keras bahwa tekanan psikologis pada orangtua bisa berujung pada perilaku berbahaya, bahkan terhadap anak kandung sendiri.

Sekolah Influencer Pertama di Dunia Hadir di Dubai Generasi Muda Dibayar Belajar Jadi Kreator Konten

Apakah Ini Kasus Kekerasan Anak yang Terisolasi?

Tragisnya, kasus serupa juga terjadi di Ciputat, Tangerang Selatan, di mana seorang ibu berinisial LH memukul anak kandungnya, N (13), yang merupakan anak dengan kebutuhan khusus. 

N menjadi viral karena terekam berjalan tertatih-tatih sambil membawa dagangan risol. 

Ia dipukul menggunakan kayu hanya karena hasil jualannya dianggap tidak memuaskan.

Namun, berbeda dengan kasus di Banyuasin, pihak kepolisian Tangerang Selatan mengambil pendekatan preemtif. 

Kapolsek Ciputat Timur Kompol Bambang Askar Sodiq menjelaskan bahwa mediasi antara pelaku dan korban dilakukan bersama Unit PPA dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA.

“Preemtif lebih utama daripada penindakan,” ujarnya kepada Kompas.com (20/6/2025).

Kasus N juga menyoroti beban ekonomi keluarga yang menjadi latar belakang kekerasan. 

LH adalah janda dengan dua anak, dan N turut membantu ekonomi keluarga dengan berdagang.

Bagaimana Mencegah Kekerasan dalam Keluarga?

Kedua kasus ini menyoroti masalah yang lebih besar: lemahnya dukungan psikososial bagi keluarga prasejahtera dan kurangnya edukasi tentang pengasuhan anak. 

Banyak orangtua yang menghadapi tekanan ekonomi dan emosi tanpa ruang untuk bercerita atau mendapatkan bantuan.

Konseling, pelatihan parenting, dan akses mudah ke layanan kesehatan mental adalah langkah konkret yang harus disediakan negara untuk mencegah tragedi serupa terulang.

Anak-anak seperti MAN dan N hanya ingin tumbuh, bermain, dan belajar. 

Tugas orang dewasa adalah melindungi mereka, bukan menyakiti. 

Semoga peristiwa ini menjadi cermin bahwa membesarkan anak bukan hanya soal memberi makan, tetapi juga merawat jiwa mereka dengan kasih sayang dan kesabaran.

(*)

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Bocah Teriak, Tetangga Kaget Posisinya sudah Dirantai di Jendela, Terkuak Kelakuan Ayah ke Anaknya

• Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
• Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Berita Terkini