Tetapi, pemerintah mencabutnya tiga bulan kemudian karena reaksi keras dari industri.
Sumber Reuters tersebut meminta untuk tidak disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara di depan umum tentang masalah tersebut.
Kementerian Keuangan Indonesia, yang akan bertanggung jawab untuk mengeluarkan perintah tersebut, menolak berkomentar soal ini.
Asosiasi industri e-commerce Indonesia idEA tidak mengonfirmasi atau membantah rincian rencana tersebut.
Namun, dikatakan bahwa kebijakan tersebut akan memengaruhi jutaan penjual jika diterapkan.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan pendapatan negara turun 11,4 persen secara tahunan pada periode Januari hingga Mei menjadi Rp 995,3 triliun.
Dikarenakan harga komoditas yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang lemah, dan gangguan pada pengumpulan pajak yang disebabkan oleh peningkatan sistem pajak.
Sementara itu, industri e-commerce Indonesia sedang berkembang pesat, dengan perkiraan nilai barang dagangan kotor tahun lalu sebesar US$ 65 miliar.
Yang diperkirakan tumbuh menjadi US$ 150 miliar pada tahun 2030, menurut laporan oleh Google, investor negara Singapura Temasek, dan konsultan Bain & Co.
Akan Ada Denda Juga
Sumber Reuters tersebut mengatakan bahwa berdasarkan aturan baru, platform e-commerce akan diminta untuk memotong dan meneruskan pajak kepada otoritas pajak sebesar 0,5 persen.
Terhitung dari pendapatan penjualan dari penjual dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta dan Rp 4,8 miliar.
Penjual tersebut dianggap sebagai usaha kecil dan menengah dan sudah diharuskan membayar pajak tersebut secara langsung.
Salah satu sumber menambahkan bahwa ada juga denda yang diusulkan untuk keterlambatan pelaporan oleh platform e-commerce.
Komentar sumber tersebut diperkuat oleh isi presentasi resmi yang dibuat kantor pajak kepada operator yang dilihat oleh Reuters.
• Resmi Berubah Biaya Pasang Baru Listrik 1 Juli 2025, Beda Tarif Pelanggan PLN Prabayar & Pascabayar