Saat itu, Yogyakarta sebagai ibu kota RI menjadi area pertempuran yang paling genting.
Latief juga berhubungan baik dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Ia juga ikut merumuskan taktik gerilya dan perencanaan Serangan Umum 1 Maret 1949.
Setelah penyerahan kedaulatan, Abdul Latief Hendraningrat awalnya ditugaskan di Markas Besar Angkatan Darat, kemudian ditunjuk sebagai atase militer Rl untuk Filipina (1952), lalu dipindahkan ke Washington hingga tahun 1956.
Setelah kembali ke Indonesia ia ditugaskan memimpin Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD) yang kini menjadi Seskoad.
Jabatannya setelah itu sebagai Rektor IKIP Jakarta (1965).
Pada tahun 1967 Hendraningrat memasuki masa pensiun dengan pangkat Brigadir Jenderal.
Sejak itu, ia mencurahkan segala perhatian dan tenaganya bagi Yayasan Perguruan Rakyat dan organisasi Indonesia Muda.
Sosok yang desak Soekarno deklarasi Kemerdekaan
Pada 14 Agustus 1945, para pemuda menuntut Soekarno dan Mohammad Hatta untuk mempercepat Kemerdekaan Indonesia, namun Soekarno menolak karena masih menunggu realisasi janji dari Jepang yang akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia dalam waktu dekat.
Para pemuda meminta Abdul Latief Hendraningrat sebagai salah satu perwira PETA tertinggi di Jakarta untuk meyakinkan Soekarno-Hatta, dan terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.
Pada saat itu, Abdul Latief Hendraningrat menjadi orang PETA yang paling bertanggung jawab atas keamanan Jakarta saat itu.
Pada 17 Agustus 1945, anak-anak muda berdatangan menuju Lapangan Ikada (kini area Monumen Nasional).
• Mengenang Mohammad Hatta, Sang Pahlawan Nasional Pernah Dipenjara di Belanda Hingga Diasingkan
Mereka mendengar bahwa di sana Soekarno dan Mohammad Hatta akan menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Namun, sesampainya di Lapangan Ikada, tentara Jepang sudah siap dengan senjata lengkap.