Apa FOLU Net Sink 2030? Gencar Dikampanyekan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Editor: Marlen Sitinjak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebanyak 35 peserta sekolah lapang yang merupakan perwakilan dari 7 hutan desa diberikan materi terkait teori dan praktek tentang budidaya kopi dan pasca panen kopi, oleh Gusti Iwan Darmawan sebagai pemateri kegiatan Sekolah Lapang Agroforestry Kopi di Desa Penjalaan, kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara, Kalbar. Rabu 20 Juli 2022. TRIBUN PONTIANAK/Dok. YP.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 adalah skenario penurunan 60 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) nasional lewat pengurangan GRK di sektor kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya (Forest dan Other Landuse).

Program Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 terus dikampanyekan untuk tujuan serapan sektor kehutanan akan lebih besar dari emisi sektor kehutanan.

Pada intinya program FoLU Net Sink 2030 menekan emisi dan menciptakan banyak hutan baru.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, meminta jajarannya untuk tidak membuat kerja sama dengan pihak manapun tanpa mempertimbangkan dan sepengetahuan sistem kerangka kerja FoLU Net Sink ini.

Hal ini ia tegaskan dalam Workshop Konsolidasi Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 yang dilakukan secara daring dan luring dari Jakarta, Senin 4 April 2022 lalu.

Menteri LHK meminta jajarannya dan seluruh stakeholder terkait dapat bekerjasama mewujudkan operasionalisasi Indonesia’s FoLU Net Sink 2030.

Partisipasi Masyarakat Memanfaatkan Hutan Desa Sakabuk untuk Budidaya Ikan Berkelanjutan

Hal ini sebagaimana yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri LHK No.168/MENLHK/PKTL/ PLA.1/2022 lewat langkah kerja yang simultan, paralel, dan terintegrasi.

"Saya secara khusus ingin memesankan dan sangat keras saya ingatkan bahwa tidak ada langkah dari setiap unit yang tidak terkoordinasikan dalam sistem kerja FoLU Net Sink ini," kata Siti.

Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 yang merupakan skenario penurunan 60 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) nasional lewat pengurangan GRK di sektor Kehutanan dan Penggunaa Lahan lainnya (Forest dan Other Landuse).

Target ini diminta agar dipatuhi dengan disiplin tanpa kecuali oleh seluruh jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pusat dan daerah, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Pemerintah daerah, LSM, Swasta, dan para pihak terkait.

Kerja sama terintegrasi penting dilakukan semata-mata agar seluruh kegiatan yang berkaitan dan mempengaruhi kondisi karbon hutan/lahan dan karbon lainnya di Indonesia agar berada dalam/mengikuti koridor aturan Nasional Republik Indonesia.

Sekaligus ini berarti membantu pihak-pihak yang akan bekerja karbon agar berada dalam koridor hukum.

Sehingga pada dasarnya membantu agar tidak ada kesalahan dan tidak ada kegiatan yang di luar ketentuan yang diatur.

"Semua harus dalam kerangka Renops FoLU, sehingga pekerjaan dan hasilnya bisa diukur dengan tata cara ukuran yang sama, sebab selalu yang dipersoalkan adalah bagaimana measurement nya, bagaimana mengukurnya, dan tidak boleh terjadi double counting karbon karena itu bila meleset akan mencelakai bumi ini," tegasnya.

Menteri Siti melanjutkan bahwa jajarannya di pusat dan daerah dan stakeholder terkait harus mengikuti Rencana Operasional (Renops) Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 yang disusun dengan prinsip (1) sustainable forest management, (2) environmental governance, (3) carbon governance, agar langkah kerja pengendalian perubahan iklim secara nasional bisa berhasil.

Taman Nasional Bako di Sarawak Malaysia Suguhkan Hutan Vegetasi Habitat Satwa Liar

Halaman
12

Berita Terkini