Pameran Redam dan Diskusi Publik, Upaya KM Kalbar Ciptakan Kepedulian Pada Kekerasan Seksual

Penulis: David Nurfianto
Editor: Try Juliansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pameran dengan tema ‘Redam’ dan Reda serta diskusi publik bertema ‘Bedah Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021’ adalah satu dari sekian banyak rangkaian agenda yang dilakukan Koalisi Muda Kalbar di Bermuda Café, Jl. Pulau We Pontianak pada Selasa 07 Desember 2021 lalu.

Lebih jauh, ia juga turut memberikan contoh dari budaya patriarkis yang berkembang hingga menyebabkan terjadinya kekerasan seksual.

Menurutnya, saat ini memang sudah banyak ditemukan perempuan bekerja dipabrik, namun karena perempuan selalu diidentikkan dengan pekerjaan domestik sehingga bekerjanya perempuan dipabrik dianggap sebagai varian dari pekerjaan rumah tangga. Perempuan di publik hanya memenuhi hierarki bawah sehingga kalah kuasa dari laki-laki.

“Berdasarkan hal ini, laki-laki punya potensi melakukan kekerasan seksual kepada perempuan. Hal ini karena perempuan kalah secara visik maupun secara kuasa. Hal ini tidak terlepas terjadi di ruang terbuka publik, oleh senior kepada juniornya, oleh atasan kepada pegawainya, oleh pula dosen terhadap mahasiswinya,” tutur Putri.

Ia juga menambahkan bahwa maraknya KS adalah karena seksualitas yang menyudutkan perempuan juga, seperti keperawanan yang identik dengan perempuan.

"Misal, dalam sebuah kejadian ketika perempuan hendak menjadi istri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahkan harus dites terlebih dahulu keperawanannya. Termasuk, iklan-iklan dimedia yang juga menonjolkan perempuan sehingga seksualitas perempuan selalu disudutkan," imbuhnya.

Ia juga menyoroti perihal banyaknya kontra dari Permendikbud dengan anggapan akan melegalkan zinah di kampus karena adanya frasa persetujuan korban, sehingga muncul pernyataan dibolehkan jika dilakukan secara suka sama suka.

Menurut Putri, yang diatur dalam Permen adalah kekerasan, sedangkan suka sama suka tidak ada potensi kekerasan. Orang atau kelompok yang kontra hanya melihat frasa suka sama suka saja, padahal kekerasan seksual juga bagian dari zinah. Meraba-raba perempuan yang bukan muhrim adalah perbuatan yang mendekati zinah.

Lanjutnya, Dalam Al-Quran juga disebutkan agar jangan mendekati zinah, kekerasan seksual adalah zinah yang berarti tidak diperbolehkan, apalagi pemaksaan seksual dan lain sebagainya adalah bagian dari zinah pula.

“Jadi Permendikbud ini sebenarnya ingin mengendalikan potensi zinah dalam kekerasan itu. Ada banyak zinah dalam kekerasan itu, model-modelnya pelecehan dan lain sebagainya yang tidak dilihat oleh mereka yang kontra,” terangnya.

Dukungan terhadap korban kekerasan juga turut diberikan oleh KOHATI Badko Kalimantan Barat.

Dalam pemaparannya pada diskusi, Fitri Radiantini yang merupakan ketua OKP tersebut menyatakan bahwa perempuan perlu dukungan khusus dalam kasus kekerasan.

Lanjutnya, Upaya tersebut salah satunya dengan cara mendorong dan mendukung Permendikbud yang baru saja diluncurkan oleh pemerintah.

“Melalui kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menunjukkan bahwa kita dengan adanya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021,” ungkapnya.

Ia juga turut menyoroti perihal data yang menunjukkan bahwa kini 77% kekerasan seksual terjadi di kampus, namun 66% dari korban tidak berani untuk mengadukan kasusnya dan tidak mendapatkan pelayanan dalam penyelesaian kasus.

Menurutnya, hal ini penting untuk disoroti sehingga perlu adanya Permendikbud tersebut.

“Sebagai OKP keperempuanan, kami konsen mendukung Permen ini, kami juga senantiasa memberikan edukasi utamanya kepada perempuan, hal ini karena biasanya perempuan ketika mendengar kata seksual atau misalnya payudara dianggap sebagai hal yang malu atau tabu sehingga informasi dan edukasi harus diberikan,” Pungkasnya. (*)

(Simak berita terbaru dari Pontianak)

Berita Terkini