Kemasannya juga masih sangat sederhana.
Sampai kemudian, pada Desember 2019, mendekati tahun baru ia bertemu dengan seorang partner yang mengajaknya mengembangkan bisnis kerupuk dengan beragam varian rasa itu.
Semua konsep harus dirubah, mulai dari branding dengan membuat merek dan logo serta lain sebagainya.
Termasuk cara pemasaran dengan media online. Namun di masa persiapan itu, tiba-tiba pandemi Covid-19 melanda.
Aktivitas masyarakat terhenti, termasuk produksi kerupuk di tempatnya.
• Tiga Kuliner Khas Korea Kesukaan Bupati Karolin Margret Natasa
Hampir dua bulan, dari Februari hingga Maret usahanya nihil, tidak ada produksi sama sekali. Bukan hanya karena pemerintah menganjurkan agar masyarakat di rumah saja, tapi juga karena pasar untuk menjual kerupuk ini sudah tidak ada. Mulai dari warung kopi, kafe dan tempat yang biasanya dititipkan produk ini semuanya tutup.
"Kebetulan waktu itu belum launching (merek), launching-nya setelah tutup," ujarnya.
Dari adanya situasi tersebut justru melahirkan konsep baru terhadap produknya ini.
Lahirlah nama Kerupuk Mager. Mager merupakan akronim dari malas gerak, bahasa yang dekat dengan generasi millennial saat ini.
Nama ini terinspirasi untuk memfasilitasi warga yang hanya bisa bekerja di rumah dan tidak bisa keluar karena adanya pandemi.
"Jadi yang biasanya kerja di kantor bisa ngobrol dengan teman kerja, ketika (bekerja) di rumah, kerupuk mager yang menggantikan.
Bekerja ditemani Kerupuk Mager sambil mengunyah," ungkap Rama.
Dengan branding baru ini, konsep penjualan pun diubah 180 derajat.
Jika dulunya produk ini menunggu pembeli datang ke warkop atau tempat penitipan lainnya, kini produk yang harus mendatangi pembeli.
Konsumen cukup memesan secara online lewat instagram atau WA dan Kerupuk Mager siap diantar.