Bupati Gidot Tersangka

Demokrat Pecat Suryadman Gidot dan Partai Tak akan Beri Bantuan Hukum! Jabatan Bupati Bengkayang?

Editor: Marlen Sitinjak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komandan Komando Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bercengkrama bersama ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Barat, Suryadman Gidot saat Silahturahmi dan Konsolidasi Partai Demokrat untuk kemenangan Pemilihan Legislatif tahun 2019 di Qubu Resort, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Senin (18/3/2019) silam.

Demokrat Pecat Suryadman Gidot Bupati Bengkayang, Tak akan Dapat Bantuan Hukum dari DPP Partai

Dalam dua hari dua kader berprestasi Partai Demokrat terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dua kader tersebut adalah Bupati Bengkayang Kalimantan Barat, Suryadman Gidot terjaring OTT, Selasa (3/9/2019) dan Ahmad Yani, Bupati Muara Enim Sumatera Selatan, Senin (2/9/2019).

Kadiv Hukum dan Advokasi DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean memastikan keduanya dipecat apabila ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.

Ferdinand menambahkan, keduanya juga tidak akan mendapat bantuan hukum dari Partai Demokrat.

Hal itu merupakan pakta integritas yang disepakati oleh seluruh kader Partai Demokrat.

Baca: Gubernur Sutarmidji Angkat Suara Terkait OTT KPK pada Bupati Bengkayang Suryadman Gidot

"Diberhentikan dengan tidak hormat dari partai dan tak akan mendapat bantuan hukum dari DPP Partai Demokrat," tegas Ferdinand, Rabu (4/9/2019).

Suryadman Gidot merupakan Ketua DPD Partai Demokrat (PD) Kalimantan Barat.

Sedangkan Ahmad Yani merupakan Ketua DPC Partai Demokrat Muara Enim.

"Kami kaget dan sangat prihatin ada peristiwa menimpa dua kader kami, kepala daerah. Beliau-beliau ini cukup menonjol dan berprestasi tapi diluar dugaan justru kena OTT KPK," kata Ferdinand.

Kemudian bagaimana jabatan Gidot sebagai Bupati Bengkayang! Hal ini belum ada kepastian, sambil menunggu tindakan hukum kepada yang bersangkutan.

KRONOLOGI Bupati Gidot Kena OTT KPK

Bupati Bengkayang Suryadman Gidot (SG), resmi ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap proyek, Rabu (4/9/2019) sore.

Selain Bupati Gidot, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius (AKS), dan lima pihak swasta bernama Rodi, Yosef, Nelly Margaretha, Bun Si Fat dan Pandus juga ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dugaan suap.

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat menggelar konferensi pers yang juga disaksikan secara live di Instagram KPK RI.

Ketujuh orang tersangka kasus suap proyek pemerintah di Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat ditetapkan setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT).

"Adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dan atau yang mewakilinya, terkait terkait pembagian proyek pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Bengkayang tahun 2019," kata Basaria.

Baca: Kesaksian Pedagang Kronologi OTT Bupati Suryadman Gidot, Ada Bunyi Sirine Tak Panjang

Suryadman Gidot dan Aleksius disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji berkomentar terkait operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Bengkayang Suryadman Gidot oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut dia, bupati dan wali kota atau pengusaha swasta di daerah harus melaksanakan tugasnya serta bergerak sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Kerja itu kan sudah ada aturannya. (Tapi) ini kan yang bahaya itu pengusaha. Sudahlah, (pengusaha) jalan saja sesuai aturan. Jangan lewat sana lewat sini," kata Midji, Rabu (4/9/2019).

Terkait kasus yang menjerat Gidot, Midji mengaku tidak mengetahui.

Midji juga membantah Gidot menghadap dia sebelum orang nomor satu di Bengkayang itu diciduk Komisi Antirasuah.

"Dia tak ada menghadap saya. Kasusnya saya tak tahu. Kalau OTT-nya saya tahu berita. Berita online," ucap Sutarmidji.

Hasil Konfrensi Pers KPK

Dugaan Suap terkait Proyek Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat Tahun 2019 Rabu, 4 September 2019

1. Hari ini kami akan menyampaikan informasi terkait dengan kegiatan tangkap tangan di Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat, pada Selasa, 3 September 2019 dalam perkara dugaan suap terkait proyek pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat tahun 2019.

2. Dalam 2 hari kemarin, KPK melakukan 3 OTT di sejumlah daerah. Sehingga, secara total tahun ini telah dilakukan 16 OTT. Perlu dipahami, OTT memang bukanlah strategi tunggal dalam pemberantasan korupsi. Upaya Pencegahan terus dilakukan KPK jika korupsi belum terjadi.

Hal itu dilakukan melalui kewenangan yang diberikan oleh UU, yaitu: pelaporan LHKPN, gratifikasi, pendidikan antikorupsi, serta kajian sistem yang dilakukan Direktorat Litbang.

Bahkan KPK juga membuat terobosan untuk memaksimalkan fungsi trigger mechanism dengan membentuk unit Koordinator Wilayah.

3. Akan tetapi, perlu dipahami, upaya pencegahan tersebut sulit akan berhasil jika tidak didukung oleh komitmen yang sama kuatnya dari elemen lain, seperti: Pemerintah pusat dan daerah, parlemen, instansi lain serta entitas politik seperti Parpol.

Apalagi korupsi yang cukup banyak terjadi adalah yang dilakukan oleh aktor politik, sehingga jika kita bicara tentang keberhasilan Pencegahan benar-benar dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh elemen bangsa ini.

Namun, jika kejahatan korupsi telah terjadi, KPK sebagai penegak hukum tidak boleh diam.

Oleh karena itulah OTT ataupun penanganan perkara dengan cara lain perlu terus dilakukan secara konsisten, 
sebagaimana halnya dengan upaya Pencegahan korupsi.

4. Kembali pada pokok perkara, dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan 7 orang di Bengkayang dan Pontianak, yaitu:

  • SG (Suryadman Gidot, tidak dibacakan), Bupati Kabupaten Bengkayang
  • RIS (Risen Sitompul, tidak dibacakan), Ajudan Bupati
  • AKS (Aleksius, tidak dibacakan), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang
  • FJ (Fitri Julihardi, tidak dibacakan) Staf Dinas PUPR
  • RD (Rodi, tidak dibacakan) Swasta
  • O (Obaja, tidak dibacakan) Sekda Bengkayang
  • YN (Agustinus Yan, tidak dibacakan) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang

5. Kronologis tangkap tangan adalah sebagai berikut:

  • Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya  permintaan dana dari Bupati melalui Kadis PUPR dan Kadisdik kepada rekanan yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkayang
  • Setelah melakukan penelusuran, tim kemudian mendapatkan informasi akan adanya pemberian uang kepada Bupati.
  • Pada Selasa 3 September 2019 sekitar pukul 10.00 tim melihat AKS, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang dan FJ, Staf Dinas PUPR berada di Mess Pemkab Bengkayang.
  • Tidak lama kemudian tim melihat mobil Bupati datang dan masuk ke Mess Pemda Bengkayang. Tim menduga pemberian uang terjadi saat itu.
  • Tim kemudian masuk ke Mess Bengkayang dan mengamankan SG, RIS, AKS, FJ dan O serta uang sejumlah Rp. 336 juta dalam bentuk pecahan 100 ribu.
  • Selanjutnya, tim mengamankan RD, swasta di salah satu hotel di Pontianak pukul 21.00
  • Pukul 22.30 tim mengamankan YN di sebuah hotel di Kabupaten Bengkayang
  • Ketujuh orang tersebut kemudian diterbangkan secara bertahap ke kantor KPK di Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan awal di kantor KPK

6. Konstruksi Perkara, diduga telah terjadi:

Pada hari Jumat 30 Agustus 2019 terdapat permintaan uang dari SG selaku Bupati Bengkayang kepada AKS (Kepala Dinas PUPR Bengkayang) dan YN (Kepala DInas Pendidikan Bengkayang).

Permintaan uang tersebut dilakukan SG atas pemberian anggaran Penunjukan Langsung tambahan APBD-Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp 7,5 miliar dan Dinas Pendidikan sebesar Rp 6 miliar.

AKS dan YN diminta menghadap Bupati pada jam 8 pagi. Pada pertemuan tersebut, SG diduga meminta uang kepada AKS dan YN masing-masing sebesar Rp 300 juta.

Uang tersebut diduga diperlukan SG untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya dan SG meminta untuk disiapkan pada hari Senin dan diserahkan kepada SG di Pontianak.

Menindaklanjuti hal tsb, pada Minggu, 1 September 2019, AKS menghubungi beberapa rekanan untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal.

Hal ini dilakukan dikarenakan uang setoran tsb diperlukan segera untuk memenuhi permintaan dari Bupati. Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung dimintakan setoran sebesar Rp 20-25 juta, atau minimal sekitar 10% dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung yaitu Rp 200 juta.

Kemudian pada Senin, 2 September 2019, AKS menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati fee sebagaimana disebut sebelumnya, terkait dengan paket pekerjaan penunjukan langsung melalui FJ (staf honorer pada Dinas PUPR); dengan rincian sebagai berikut :

1. Rp 120 juta dari BF
2. Rp 160 juta dari PS, YF dan RD
3. Rp 60 Juta dari NM

7. Setelah melakukan pemeriksaan awal sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, dalam batas waktu 24 jam maka disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dan atau yang mewakilinya terkait terkait pembagian proyek pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Bengkayang tahun 2019

8. KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan Tujuh orang sebagai tersangka, yaitu:

- Sebagai pemberi

  1. RD (Rodi, tidak dibacakan), swasta
  2. YF (Yosef, tidak dibacakan), swasta
  3. NM (Nelly Margaretha, tidak dibacakan), swasta
  4. BF (Bun Si Fat, tidak dibacakan), swasta
  5. PS (Pandus, tidak dibacarakn), swasta

- Sebagai penerima

  1. SG (Suryadman Gidot, tidak dibacakan), Bupati Kabupaten Bengkayang
  2. AKS (Alexius, tidak dibacakan), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang

9. Barang bukti

Dalam kegiatan tangkap tangan ini KPK menamankan barang bukti berupa HP, Buku tabungan, uang sebesar Rp 336 juta dalam bentuk pecahan 100ribu.

10. Pasal yang disangkakan:

Sebagai pihak yang diduga pemberi: RD, YF, NM, BF dan PS disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai pihak yang diduga penerima, SG dan AKS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

11. KPK menegaskan penyelenggara negara dimanapun harus segera mengakhiri praktik curang meminta commitment fee terkait pekerjaan pemerintahan.

Perbuatan yang jelas bertentangan dengan hukum ini sangat merugikan masyarakat sebagai pengguna infrastuktur.

Kualitas pekerjaan proyek yang dikerjakan oleh kontraktor akan berpengaruh akibat fee yang diminta oleh penyelenggara negara. (*)

Berita Terkini