Petani Menjerit Harga Kelapa di Mempawah Turun Drastis, Disperindagnaker Akui Belum Tahu Sebabnya

Penulis: Muhammad Rokib
Editor: Ishak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sarana pengolahan kelapa milik warga di Kabupaten Mempawah, Rabu (14/08/2019). Harga kelapa beberapa waktu terakhir terus mengalami penurunan

Harga Kelapa di Mempawah Turun Drastis, Disperindagnaker Akui Belum Tahu Apa Sebabnya

MEMPAWAH - Harga buah kelapa tua di Kabupaten Mempawah merosot hingga mencapai angka Rp. 800 perak per kilogram. Hal itu terjadi semenjak lebih kurang 3 bulan terakhir ini.

Dulu harga buah kelapa tua sangat kompetitif yakni mencapai Rp. 3.800 per butir.

Saat ini sistem jual beli di kalangan petani kelapa sudah berubah, dimana buah kelapa tua yang dijual sudah tidak lagi dibeli oleh penampung per butir melainkan per kilogram.

Dampaknya besar kecil ukuran buah kelapa menjadi tolok ukur keuntungan yang diraih oleh petani.

Seiring berjalannya waktu harga buah kelapa tua semakin menurun, petani kelapa seperti menjerit akibat tekanan biaya operasional yang semakin meningkat.

Sebab, buah kelapa tua yang dipanen setiap tiga bulan sekali oleh petani harus melewati beberapa proses baru bisa uang hasil penjualan mereka terima di muka, itulah yang disebut dengan biaya operasional.

Baca: Eksperimen Kelapa Jadi Keripik Renyah Ala KKL Kelompok 62 IAIN Pontianak

Baca: Perpekindo Minta Pemerintah Tetapkan Standarisasi Harga Kelapa

Mulai dari upah panjat, upah menali (mengikat), upah mengeluarkan dari dalam kebun, upah suik (mengupas kulit kelapa) sampai upah antar semuanya dipotong dari harga kelapa per kilogram.

Jika dihitung-hitung, harga buah kelapa tua Rp. 800 perak, biaya operasional upah panjat per kilogramnya Rp. 150 perak, upah menali dan mengeluarkan kelapa dari kebun dan disusun dalam parit Rp. 100 perak per kilogram, upah suik Rp. 100 perak per kilogram, dan upah antar ke penampung Rp. 50 perak per kilogram.

Hal itu dijelaskan oleh satu diantara petani kelapa di Kecamatan Mempawah Timur, Abdullah (56) yang selama ini menopang hidup dengan pohon kelapa.

"Kenapa banyak petani kelapa memilih untuk menahan buah di pohon, karena biaya operasional itu tadi lebih besar daripada harga jual, apalagi untuk memanen kelapa tidak bisa mengupah satu orang, pemanjat, dan pengupas saja harus beda orang, karena kalau sama selesainya juga akan lama," tuturnya, kepasa Tribun, Rabu (14/8/2019).

Baca: Selama Agustus 2019, BPBD Catat 9 Lokasi Lahan Terbakar di Mempawah, 3 Lokasi Masih Belum Padam

Baca: Selama 2019, Polres Mempawah Tangani 3 Kasus Karhutla, Satu Tersangka Dilimpahkan ke Kejaksaan

Diwawancarai terpisah, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Ketenagakerjaan (Disperindagnaker) Kabupaten Mempawah, Yusri mengatakan, jika melihat harga yang berfluktuasi akhir-akhir ini, Disperindagnaker melihat ada beberapa hal, seperti dari segi permintaan yang ada di wilayah Kabupaten Mempawah saat ini sedang sedikit.

"Artinya produksi ada, tapi pengambilan bahan baku kelapa disini sedang berkurang. Kita juga sedang menggali informasi kenapa bisa begitu, kita dapat informasi dari penampung kelapa bulat ini katanya pengambilan itu punya moment tertentu. Misalnya contoh, bulan ini dia berada di Provinsi mana, karena kelapa ini tidak hanya di wilayah Kalbar saja, daerah lain juga ada," paparnya, Rabu (14/8).

Jadi kata Yusri, para pengumpul kelapa untuk eksportir itu di bulan-bulan terakhir ini memang kurang berada di wilayah kita, jadi kelapa yang ada di petani menumpuk, sehingga harga turun, itu prediksi sementara kita. Karena intensitas pengambilan oleh distributor itu agak berkurang. Kemudian cuaca juga mempengaruhi, karena ekspor ke China melalui jalur laut.

"Kami Dispeeindagnaker terus meminta perusahaan-perusahaan yang mengolah kelapa seperti Kalimantan Kelapa Jaya di Nusapati dan Unicoco di Medalok agar mengambil bahan baku langsung dari tingkat petani kelapa dengan harga yang kompetitif," ujarnya.

Yusri memastikan bahwa pihaknya selalu mendesak agar perusahaan lokal mengambil kelapa yang ada di tingkat petani, jangan sampai terlalu rendah. "Kita berharap mereka mempertimbangkan kelangsungan dari petani kelapa, sehingga jika mereka menjual dengan harga kompetitif mereka akan terus merawat dan menurunkan buah kelapa," imbuhnya.

Baca: ‎Pabrik Kelapa di Desa Nusapati Mempawah Terbakar, Api Besar Bakar Bagian Dalam Bangunan

Akhirnya kata dia, muncul fenomena dimana para petani kelapa menahan buah di atas pohon, mereka tidak mau menurunkan buah karena biaya panjat, biaya kupas dan biaya angkut lebih besar dari harga jual. Hal itu dikarenakan harga di tingkat pengumpul juga murah, dan biaya operasional lebih mahal.

"Dua perusahaan pengolah kelapa yang ada di Kabupaten Mempawah ketika kita konfirmasi mereka bilang permintaan dan kapasitas disana cukup tinggi, sejauh ini yang kita pantau, di tingkat lokal penyerapan bahan baku sudah terpenuhi," ujarnya.

Yusri mengatakan, fenomena turunya harga kelapa secara drastis ini baru terjadi beberapa bulan ini, dan ini tidak bisa mereka selesaikan sendiri, harus ada kerjasama antar instansi terkait, seperti pertanian dan perkebunan dari Provinsi.

"Disperindagnaker pernah mengumpulkan para petani kelapa dan penampung, kita meminta informasi dari mereka. Itu dulu ketika harga sempat turun juga, dan sudah kita selesaikan," ujarnya.

Sekarang ini kata dia, belum ada langkah Disperindagnaker untuk mengumpulkan para petani kelapa dan penampung, kemudian pihaknya juga belum tahu apakah penyebab turunnya kelapa kali ini sama dengan tahun lalu.

"Kalau tahun lalu, turunnya harga kelapa disebabkam karena mekanisme pasar. Lebih ke arah permainan dan pengaturan harga di tingkat penampung, yang kemudian dari eksportir meletakkan harga relatif rendah, akhirnya dampaknya kepada petani. Kita akan lakukan upaya pertemuan dulu dengan mereka untuk mengetahui apa penyebabnya," pungkasnya. 

Berita Terkini