Kejadian ini jelas ada hikmahnya. Jika terjadi kondisi antara harapan dan kenyataan tidak cocok, biasanya ada masalah.
Tinggal bagaimana pemerintah menyelesaikannya. Jangan arogan, jangan ego sektoral dengan merasa masing-masing paling benar.
Mudah-mudahan ada koreksian dari kementerian terkait yang menyelenggarakan rekrutmen ASN kali ini. Bisa melihat kembali sistem yang mereka bangun.
Termasuk kita juga barangkali. Yang jelas, kondisi ini menunjukkan ada ketidaksesuaian antara ekspektasi dan realitas, yang mana itu bisa saja menunjukkan baik soal ataupun peserta ujian sama-sama bermasalah.
Seperti mengukur sesuatu yang tidak perlu diukur. Atau dalam bahasa teorinya biasa disebut validitas.
Barangkali validitasnya juga masih perlu diuji, sehingga kita bisa tahu apakah memang soalnya yang terlalu berat. Atau masalahnya ada pada peserta, dan memang hanya sampai seperti itulah kemampuannya, kompetensinya dan sebagainya.
Sekali lagi, memang proses rekrutmen semacam ini tidak bisa dibilang mudah. Tidak bisa sekadar ujicoba-ujicoba.
Idealnya, sistem harus dibangun bertahap. Sementara yang terjadi saat ini tampaknya sistem tidak dibangun bertahap, tapi langsung tumplek pelaksanaannya di satu tahun ini.
Mestinya sistem itu dicoba terlebih dahulu. Saya cukup konsen dan kritis di sisi ini.
Sebab, dalam proses rekrutmen semacam ini negaea juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi sistemnya tidak berhasil, akhirnya banyak yang akan dirugikan.