Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ishak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengamat Pendidikan, Akademisi Untan Pontianak Dr Aswandi mengatakan rekrutmen ASN memang tidak mudah, karena banyak yang harus diperhatikan.
Paling tidak, ada empat faktor atau prinsip yang harus diperhatikan dalam proses rekrutmen, termasuk untuk penerimaan ASN seperti ini.
Pertama adalah harus memiliki daya ramal yang tinggi. Jadi artinya, jika para peserta seleksi rekrutmen ASN ini diterima sebagai pegawai negeri, mereka diproyeksikan bisa menjadi pegawai yang bagus dan berkualitas.
Baca: Hari ke 8 Operasi Zebra, Polres Landak Tilang Sekitar 1000 Kendaraan
Sehingga jika dalam prosesnya menerima pegawai yang tidak layak untuk lulus, lalu diluluskan, maka itu ke depan bisa saja akan bermasalah. Dengan kata lain, tidak memenuhi prinsip daya ramal tadi.
Lalu prinsip ke dua yakni equity atau berkeadilan. Artinya, seluruh proses seleksi harus bisa menggambarkan keadilan bagi semua pihak, terutama yang ingin ikut serta berkompetisi memperebutkan tempat pada lowongan yang ada.
Prinsip ke tiga, yakni efesien. Artinya, apakah mekanisme rekrutmen ini sudah benar-benar menjadi mekanisme yang lebih ekonomis, lebih murah dari sisi biayanya.
Sedangkan yang ke empat, yakni prinsip memberi insentif. Maksudnya adalah sistem rekrutmen ini nantinya akan berikan kemudahan pembinaan di kemudian hari kepada calon ASN yang nantinya dinyatakan lulus dan diterima.
Empat prinsip dasar ini, mesti benar-benar sangat diperhatikan. Sehingga output yang didapatkan dari hasil seleksi rekrutmen ini, benar-benar berkualitas.
Baca: Kepala Dinas DP2KBP3A, Imbau Warga Tak Sebarkan Hoaks dan Fitnah
Sebab jika tidak, misalnya lantas meluluskan orang yang dari empat prinsip ini tidak layak diluluskan, maka ke depan bisa timbul masalah. Termasuk seperti misalnya pembinaan yang akan lebih berat dan sebagainya.
Selama empat prinsip ini dipakai, normalnya tentu hasilnya akan aman-aman saja. Yang memunculkan masalah selama ini itu adalah tidak adanya keterbukaan atau akuntabilitas dalam proses penerimaan, dan penilaian yang tidak objektif.
Memang ini jadi permasalahan besar. Tidak saja di Indonesia tapi juga negara lain bahkan negara besar.
Nah, terkait dengan minimnya peserta yang lulus atau melewati passing grade dalam seleksi ASN kali ini, kita bisa melihat permasalahannya bisa saja ada pada dua sisi sekaligus. Bisa itu dari sistemnya atau soal-soal ujiannya yang terlalu tinggi, bisa juga permasalahan itu datang dari sisi peserta seleksi itu sendiri.
Tapi memang saya dengar di Kalbar hal ini cukup banyak dikeluhkan. Bahkan karena hal itu, juga ada upaya untuk berkonsultasi ke Jakarta soal passing grade dan minimnya peserta yang berhasil melewatinya.
Saya pikir ini langkah yang tepat apabila pemerintah daerah terkait mencoba berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Sehingga solusi untuk masalah ini bisa diselesaikan dengan solusi terbaik.
Kejadian ini jelas ada hikmahnya. Jika terjadi kondisi antara harapan dan kenyataan tidak cocok, biasanya ada masalah.
Tinggal bagaimana pemerintah menyelesaikannya. Jangan arogan, jangan ego sektoral dengan merasa masing-masing paling benar.
Mudah-mudahan ada koreksian dari kementerian terkait yang menyelenggarakan rekrutmen ASN kali ini. Bisa melihat kembali sistem yang mereka bangun.
Termasuk kita juga barangkali. Yang jelas, kondisi ini menunjukkan ada ketidaksesuaian antara ekspektasi dan realitas, yang mana itu bisa saja menunjukkan baik soal ataupun peserta ujian sama-sama bermasalah.
Seperti mengukur sesuatu yang tidak perlu diukur. Atau dalam bahasa teorinya biasa disebut validitas.
Barangkali validitasnya juga masih perlu diuji, sehingga kita bisa tahu apakah memang soalnya yang terlalu berat. Atau masalahnya ada pada peserta, dan memang hanya sampai seperti itulah kemampuannya, kompetensinya dan sebagainya.
Sekali lagi, memang proses rekrutmen semacam ini tidak bisa dibilang mudah. Tidak bisa sekadar ujicoba-ujicoba.
Idealnya, sistem harus dibangun bertahap. Sementara yang terjadi saat ini tampaknya sistem tidak dibangun bertahap, tapi langsung tumplek pelaksanaannya di satu tahun ini.
Mestinya sistem itu dicoba terlebih dahulu. Saya cukup konsen dan kritis di sisi ini.
Sebab, dalam proses rekrutmen semacam ini negaea juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi sistemnya tidak berhasil, akhirnya banyak yang akan dirugikan.