Berdasarkan protokol DVI Interpol, ada dua jenis data yang dapat digunakan untuk proses identifikasi, yaitu data primer dan sekunder.
Data primer ini syarat mutlak, harus ada dalam proses identifikasi, kalau sekunder hanya bersifat pelengkap.
Data primer terdiri dari tiga bagian, yaitu sidik jari, data pemeriksaan gigi, dan Deoxyribonucleic Acid (DNA).
Data sekunder merupakan data medis korban dan keterangan terakhir kondisi korban (pakaian yang digunakan atau asesoris yang dikenakan sebelum bencana).
Sasaran yang masuk ke dalam antemortem adalah keluarga atau orang terdekat dengan korban.
Khusus untuk pemeriksaan DNA, hanya pihak tertentu yang memiliki hubungan segaris dengan korban, seperti kedua orang tua dan anak yang bisa diambil sampelnya.
Kemudian Post Mortem merupakan data yang diambil setelah petugas berhasil menemukan dan mengevakuasi korban bencana.
Post Mortem menangani korbannya setelah meninggal atau data sesudah dia meninggal.
Data Post Mortem meliputi eperti sidik jari, golongan darah, konstruksi gigi dan foto diri korban pada saat ditemukan lengkap dengan barang-barang yang melekat di tubuhnya dan sekitarnya, bahkan termasuk isi kantong pakaiannya.
Setelah data ante mortem dan post mortem lengkap, maka tim DVI akan merekonsiliasi atau mencocokkan kedua data tersebut untuk mengidentifikasi korban bencana.
Rekonsiliasi itu mencocokkan data antemortem dan postmortem, hasilnya dua, yaitu teridentifikasi atau tidak.
Bila korban tidak teridentifikasi maka tim DVI akan mendalami kembali dengan mencari ciri-ciri spesifik korban, seperti bentuk tato dan bekas luka.
Waktu yang dibutuhkan untuk proses identifikasi ini tidak dapat ditentukan cepat lambatnya, seluruh proses tersebut tergantung dari kondisi jenazah saat ditemukan.
Jenazah sudah tidak dapat diidentifikasi manakala kondisinya sudah membusuk atau terbakar hingga kering.
Black Box