Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Subandi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG – Andreas Hardi mengaku menjadi Camat Hulu Sungai, sejak Januari 2017.
Selama ini ia sudah mendengar laporan dari masyarakatnya bahwa di Hulu Sungai banyak potensi. Satu di antaranya banyak orang mengerjakan kayu belian atau ulin (illegal logging).
“Kemudian saya pergi mengivestigasinya. Saya melihat orang-orang kerja kayu itu dari berbagai daerah. Di antaranya paling banyak orang Randau Jungkal Kecamatan Sandai. Mereka membuat barak-barak atau bagan di hutan. Pekerjanya ramai ada ratusan orang,” katanya kepada wartawan melalui telepon di Ketapang, Kamis (16/11/2017).
(Baca: Rayakan HUT ke 1, Star Ngerunsa Miliki Motto Satu Jalur Satu Lumpur )
“Lalu saya wawancarai, tanya mereka (pekerja kayu ilegal-red). Saya tanya sudah lama kah kerja kayu di Hulu Sungai. Sudah lama pak, sudah bertahun-tahun, jawab mereka. Lalu saya tanya siapa yang mengizinkan.,” lanjutnya.
(Baca: Atasi Banjir di Wilayah Sukadana, Ini Yang Dilakukan Bidang Tata Ruang )
“Kami ada toke di Sandai, mereka bilang. Saya tidak ada kewenangan untuk mencari tahu kayu di Sandai itu karena di luar wilayah saya. Jadi mereka jual kayu ke Sandai kemudian di jual ke mana-mana seperti Pontinak dan lain-lain,” sambungnya.
Kemudian ia mempertanyakan bagaimana cara pekerja kayu itu bisa lolos pada hal saat ini sangat sulit mengeluarkan kayu ilegal itu.
Lantaran ia menegaskan orang-orang yang membabat hutan itu tidak ada izin sama sekali.
Ia pun berpikir siapa yang mengizinkan pekerja kayu ilegal tersebut.
Menurutnya ternyata ada orang yang menampung kayu ilegal itu di Sandai.
Kemudian yang menampung itu ada yang mengizinkan dan membeking di belakangnya.
“Ada oknum polisi Polsek Sandai. Mereka (supir truk pengangkut kayu ilegal-red) tiap sekali turun wajib menyetor Rp 300 ribu untuk satu truk. Ini informasi dari pekerja dan supir truk membawa kayu,” ungkapnya.
“Uang yang Rp 300 ribu satu truk itu untuk supir tanya ke oknum polisi ketika mau turun aman atau tidak. Kalau aman mereka lanjutkan perjalanan dan sampai wajib menyetor Rp 300 ribu tadi. Orang-orang yang saya tanya masih ada,” sambungnya.