Belum Setahun Ria Norsan Jabat Gubernur, 30 Ribu Warga Kalbar Lepas dari Jeratan Kemiskinan
Ria Norsan dan Krisantus dilantik oleh Presiden Prabowo pada 20 Februari 2025 lalu.
Penulis: Peggy Dania | Editor: Syahroni
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Belum setahun Gubernur Kalbar Ria Norsan dan Wakil Gubernur Krisantus menjabat angka kemiskinan di Kalbar turun drastis.
Ria Norsan dan Krisantus dilantik oleh Presiden Prabowo pada 20 Februari 2025 lalu.
Kinerja keduanya terus menunjukan progres yang luar biasa.
Satu diantaranya adalah menurunnya angka kemiskinan di Kalbar.
Angka kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat terus menunjukkan tren positif.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin per Maret 2025 tercatat sebanyak 330,95 ribu orang, mengalami penurunan 3,04 ribu orang dibanding September 2024.
Baca juga: FISIP Untan Dorong Kemandirian Lewat Edukasi Kewirausahaan di Panti dan Ponpes di Kubu Raya
Artinya sekitar 30 ribu warga Kalbar keluar dari garis kemiskinan dalam rentang waktu beberapa bulan terakhir.
Gubernur Kalbar, Ria Norsan, menyambut baik capaian tersebut.
Ia menyebut bahwa penurunan ini mencerminkan membaiknya kondisi ekonomi masyarakat dan semakin banyaknya peluang kerja yang tersedia di wilayah Kalbar.
“Kalau angka kemiskinan menurun, itu artinya bagus. Artinya ekonomi masyarakat membaik. Kita tentu akan terus berupaya menurunkannya lagi,” ujar Ria Norsan pada Senin 28 Juli 2025.
Norsan menjelaskan, penurunan angka kemiskinan tidak terlepas dari masuknya investor dan terbukanya lapangan kerja.
Baca juga: Gubernur Kalbar Ria Norsan Lepas Peserta Tanjungpura City Run 2025, Pesankan Tertib Berlalu Lintas
Peningkatan aktivitas ekonomi telah mendorong daya beli masyarakat dan mengurangi angka pengangguran.
“Sekarang banyak investor masuk. Tenaga kerja juga terserap. Daya beli masyarakat tumbuh, ekonomi tumbuh, dan kemiskinan menurun,” jelasnya.
Ia juga menyoroti peran penting dari bantuan sosial baik dari pemerintah pusat maupun provinsi dalam meringankan beban masyarakat.
“Bantuan dari pusat seperti beras, dari provinsi juga ada sembako dan dukungan lain kepada masyarakat berpenghasilan rendah,” tambahnya.
Pemprov Kalbar, menurut Ria, akan terus menguatkan program pemberdayaan ekonomi dan perlindungan sosial, agar penurunan angka kemiskinan bisa terus berlanjut dan menyentuh masyarakat di daerah-daerah terpencil.
Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai indikator kemiskinan menurut BPS:
1. Garis Kemiskinan (GK):
a. BPS menggunakan garis kemiskinan sebagai batas untuk mengklasifikasikan penduduk miskin. Garis kemiskinan ini merupakan rata-rata nasional yang mencerminkan biaya kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.
b. Pada Maret 2025, garis kemiskinan nasional ditetapkan sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan.
c. Setiap daerah memiliki garis kemiskinan yang berbeda, tergantung pada harga barang kebutuhan dan pola konsumsi lokal.
2. Komponen Garis Kemiskinan:
Garis Kemiskinan Makanan (GKM):
Nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang setara dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari.
Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM):
Nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan non-makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Kriteria Tambahan (menurut beberapa sumber):
- Luas Lantai Rumah: Kurang dari 8 meter persegi per orang.
- Jenis Lantai dan Dinding: Terbuat dari tanah, bambu, atau kayu berkualitas rendah.
- Fasilitas MCK: Tidak memiliki fasilitas buang air besar sendiri atau bersama-sama dengan rumah tangga lain.
- Sumber Penerangan dan Air Minum: Tidak menggunakan listrik dan sumber air minum tidak terlindung (sumur, sungai, atau air hujan).
- Bahan Bakar Memasak: Menggunakan kayu bakar atau arang.
- Pola Konsumsi: Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam sekali seminggu, membeli pakaian baru setahun sekali, dan hanya makan satu atau dua kali sehari.
- Akses Kesehatan: Tidak mampu membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik.
- Sumber Penghasilan: Pendapatan kepala rumah tangga di bawah Rp 600.000 per bulan, dengan pekerjaan seperti petani kecil, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, atau pekerjaan lain dengan penghasilan rendah.
- Pendidikan: Pendidikan tertinggi kepala keluarga adalah tidak sekolah, tidak tamat SD, atau hanya tamat SD.
- Kepemilikan Aset: Tidak memiliki tabungan atau barang yang bisa dijual dengan nilai minimal Rp 500.000.
- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.