Netty Herawati, Akademisi Kalbar yang Siap Berkiprah di Dewan Energi Nasional
Namun sebuah panggilan dari dosen membawanya kembali ke dunia akademik. Ia resmi menjadi dosen PNS pada 1990, dan sejak itu mencintai
Penulis: Peggy Dania | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Akademisi perempuan Kalbar, Netty Herawati, Dosen Senior FISIP Untan kini masuk dalam jajaran kandidat Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) periode 2026–2030.
Kiprahnya di dunia akademik dan penelitian selama lebih dari 15 tahun, terutama soal energi nuklir, menjadi modal kuatnya menuju peran strategis tersebut.
Awalnya Netty tak pernah membayangkan akan menjadi dosen. Selepas kuliah di tahun 1988, ia langsung bekerja di sebuah perusahaan dan dalam waktu singkat diangkat menjadi direktris.
Namun sebuah panggilan dari dosen membawanya kembali ke dunia akademik. Ia resmi menjadi dosen PNS pada 1990, dan sejak itu mencintai dunia pendidikan tinggi.
“Nah pada waktu itu kan dosen tuh S1, terus usaha saya kasihkan ke adik, terus ikut S2 ngambil komunikasi, lalu S3 selesai pada 2005 udah doktor, saya tertantang membedakan diri saya dengan yang bukan doktor. Dari situlah saya mulai mendalami dunia penelitian,” ujar Netty.
Salah satu titik baliknya adalah persoalan krisis listrik di Kalimantan Barat. Ia mempertanyakan, bagaimana mungkin Kalimantan sebagai lumbung energi tetap mengalami mati lampu. Ia kemudian menemukan bahwa negara-negara industri dan berpenduduk besar umumnya memiliki PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). Maka dimulailah riset panjangnya tentang energi nuklir.
• TP PKK Kota Pontianak Unggul di HKG PKK Kalbar, Bukti Karya Nyata untuk Masyarakat
Sejak 2010, ia tak pernah putus melakukan penelitian yang didanai Kemenristek tentang penerimaan masyarakat terhadap nuklir.
Ia menyadari, persepsi negatif publik tentang nuklir masih tinggi karena terasosiasi dengan bom, perang, dan kecelakaan seperti Chernobyl dan Fukushima.
“Karena itulah, dari situ sampai sekarang saya selalu meneliti. Mengenai bagaimana persepsi publik, bagaimana penerimaan publik. Jadi public acceptance bagaimana. Dari situlah tahun 2010 saya tidak pernah putus mendapat pendanaan penelitian terkait PLTN jadi energi baru,” jelasnya.
Ia juga dipercaya mewakili Indonesia dalam berbagai pelatihan internasional, seperti di Argonne National Laboratory, AS (2016), dan pelatihan di Jepang (2019). Ia juga baru saja dinominasikan BRIN untuk mengikuti pelatihan komunikasi publik terkait PLTN di Jepang pada Oktober nanti bersama delegasi dari 12 negara.
Netty menyampaikan, saat ini pemerintah Indonesia telah memutuskan akan membangun PLTN pertama di Sumatera dan Kalimantan.
Salah satu calon tapaknya ada di Kalimantan Barat. Maka, menurutnya, penting untuk memastikan masyarakat Kalbar menjadi penerima manfaat utama dari pembangunan tersebut.
“Saya ingin pastikan, kalau PLTN dibangun di Kalimantan, jangan sampai masyarakat tidak merasakan akibatnya. Oleh karena itu, saya ingin mendampingi masyarakat dan pemerintah,” tegasnya.
Menurutnya, listrik murah dari PLTN akan membuka peluang industrialisasi daerah. Petani getah dan jeruk tak perlu menjual bahan mentah ke luar melainkan bisa mengolahnya di daerah sendiri.
Namun, ia tak menampik risiko PLTN, seperti radiasi dan limbah. Karena itu, pengawasan dan penerapan standar internasional dari IAEA sangat penting.
Netty Herawati
Akademisi Kalbar
Dewan Energi Nasional
FISIP Untan
Pontianak
Kalbar
Kalimantan Barat
Jumat 25 Juli 2025
70 Kasus DBD Terjadi di Kubu Raya Hingga Pekan ke-36, Tak Ada Korban Meninggal |
![]() |
---|
RSUD dr Soedarso Jadi RS Pertama di Kalbar, Miliki Izin Operasional Insinerator Limbah Medis |
![]() |
---|
Pantun Melayu Kapuas Hulu Resmi Dibukukan dan Telah Dilaunching |
![]() |
---|
Hari Tani Nasional, SPI Kalbar Sampaikan Tuntutan Skala Nasional dan Daerah |
![]() |
---|
Karantina PLBN Badau Sosialisasi Pencegahan Rabies Wilayah Perbatasan ke Tingkat SMAN |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.