Bayar Sewa Rp 1 Juta untuk Hidup di Toilet Umum, Perjuangan Tumini Bertahan di Tengah Kota Surabaya

Tumini meneruskan pekerjaan almarhum suaminya yang sejak 2010 ditugaskan oleh Jasa Tirta untuk mengelola toilet tersebut. 

“Karena suami sudah meninggal tahun 2013, saya yang teruskan,” ujarnya. 

Ia pun membayar Rp 1 juta per tahun ke Jasa Tirta, yang disebutnya bukan sebagai sewa resmi, melainkan semacam “uang rokok”.

Mengapa Tumini Memilih Tinggal di Toilet Umum?

Bukan Sekadar Tempat Tinggal, Tapi Ladang Penghidupan

Bersama sang ibu, Tumini menjaga toilet dari subuh hingga malam. 

Malam hari, sang ibu yang sudah lanjut usia sering kali berjaga, ditemani keponakan mereka. 

“Kalau malam tidak dijaga, sering kotor. Banyak yang buang air sembarangan, pompa air juga takut dicuri,” ujarnya.

Warung Kopi di Toilet Umum

Demi menambah penghasilan, lima tahun terakhir Tumini membuka warung kecil di area toilet. 

Ia menjual kopi dan minuman ringan kepada pengunjung taman. 

“Dulu rame banget, 24 jam. Sekarang sepi,” katanya. 

Penghasilan dari warung dan toilet bisa mencapai Rp 200.000 per hari, namun kini hanya sekitar Rp 100.000.

Pendapatan itu digunakannya untuk kebutuhan hidup, listrik, dan perawatan toilet. 

“Kalau rusak ya dipanggil tukang. Diputar uangnya. Gak apa-apa,” katanya pasrah.

• Ratih Lumpuh Usai Operasi Caesar, Ditinggal Suami dan Kehilangan Pekerjaan hingga Anak Putus Sekolah