Dugaan Pemalsuan Oli Pertamina Langgar UU Merek, Perlindungan Konsumen, dan Kepabeanan

“Kasus dugaan pemalsuan dan penyelundupan oli bermerek Pertamina yang diungkap oleh Kejaksaan Tinggi Kalbar dan BAIS TNI merupakan persoalan serius da

Penulis: Peggy Dania | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Chris Hamonangan Pery Pardede
OLI ILEGAL - Potret gudang yang diduga menyimpan oli palsu di Jalan Extra Jos, Desa Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, pada Sabtu, 21 Juni 2025. Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, membenarkan penggerebekan gudang yang diduga menyimpan oli palsu tersebut.  

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Dugaan pemalsuan dan penyelundupan oli bermerek Pertamina yang diungkap oleh Kejaksaan Tinggi Kalbar dan BAIS TNI mendapat sorotan dari kalangan akademisi hukum.

Dosen Bagian Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Alifah Nur Fitriana Naridha, menilai kasus ini sebagai persoalan serius dari berbagai aspek hukum. 

Ia menyebut bahwa perbuatan tersebut berpotensi melanggar sejumlah undang-undang yang berlaku di Indonesia.

“Kasus dugaan pemalsuan dan penyelundupan oli bermerek Pertamina yang diungkap oleh Kejaksaan Tinggi Kalbar dan BAIS TNI merupakan persoalan serius dalam beberapa aspek hukum,” ujar Alifah dalam keterangan tertulisnya, Rabu 25 Juni 2025.

Tim Gabungan Gerebek Gudang Oli Palsu di Kubu Raya, Kejati Kalbar: Kasus Dilimpahkan ke Polda Kalbar

Alifah menjelaskan, dari segi hukum, perbuatan itu berpotensi melanggar Pasal 100 Undang-Undang Merek (UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis) terkait pemalsuan merek terdaftar.

Pada Pasal 100 ayat (1) disebutkan:

“Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

Selain itu, menurutnya, peredaran oli palsu ini juga melanggar Pasal 8 dan Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999) karena dianggap menyesatkan dan tidak sesuai standar mutu.

“Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan: Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah),” kata Alifah.

Lebih lanjut, jika terbukti terdapat unsur impor ilegal dalam aktivitas tersebut maka berlaku ketentuan Pasal 102 UU Kepabeanan (UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan).

Pasal tersebut berbunyi:

”…dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

Alifah menegaskan bahwa tindakan seperti ini tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga membahayakan keselamatan serta merusak kepercayaan terhadap produk nasional.

“Penegakan hukum secara menyeluruh sangat penting untuk memberikan efek jera serta menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat,” tutupnya. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved