Karhutla Kalbar

Kalbar Rawan Tinggi Karhutla, Menteri Lingkungan Hidup Minta Perusahaan Bangun Sistem Cegah Karhutla

''Meski jumlah ini turun 62 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, potensi kebakaran tetap tinggi. Secara nasional, sepanjang Januari hingg

Penulis: Ferryanto | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/FERRYANTO
WAWANCARA - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat membuka kegiatan Konsolidasi Kesiapsiagaan Personil dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan Provinsi Kalbar di Hotel Ibis Pontianak. Sabtu 17 Mei 2025. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa kesiapsiagaan seluruh elemen menjadi kunci dalam menghadapi ancaman kebakaran lahan, khususnya di Kalimantan Barat.

Hal itu disampaikan saat membuka kegiatan Konsolidasi Kesiapsiagaan Personil dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan Provinsi Kalbar di Hotel Ibis Pontianak.

Menteri Hanif mengingatkan bahwa Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kerawanan kebakaran tertinggi.

Berdasarkan data hingga 16 Mei 2025, terdeteksi 198 titik panas (hotspot) di berbagai wilayah Kalbar.

''Meski jumlah ini turun 62 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, potensi kebakaran tetap tinggi. Secara nasional, sepanjang Januari hingga Mei 2025 telah terjadi 167 kasus kebakaran hutan dan lahan, tersebar dari Aceh hingga Kalimantan Timur,'' ujarnya, Sabtu 17 Mei 2025.

Untuk mencegah kebakaran lahan Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat diminta bersinergi secara aktif dan tidak hanya bertindak saat api telah menyebar.

Wali Kota Pontianak Tinjau Korban Kebakaran di Kampung Beting dan Salurkan Bantuan

Kementerian Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Pemprov Kalbar, kabupaten/kota, serta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) untuk memperkuat upaya pencegahan hingga pemulihan pascakebakaran.

Menteri Hanif menyoroti lemahnya komitmen pencegahan oleh sebagian perusahaan, terutama yang beroperasi di wilayah Hak Guna Usaha (HGU).

Data 2015–2024 mencatat 79 areal HGU pernah terbakar, dengan total luas mencapai sekitar 42.476 hektare.

Beberapa di antaranya bahkan mengalami kebakaran berulang, oleh sebab itu pemerintah meminta perusahaan tidak hanya reaktif, tetapi juga membangun sistem tanggap darurat secara menyeluruh—meliputi regu pemadam, peralatan, hingga komunikasi lapangan.

"Kebakaran lahan di Kalbar umumnya terjadi saat kemarau, dan sering kali disebabkan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Masih banyak masyarakat yang menggunakan metode ini untuk bercocok tanam. Di sisi lain, kondisi lahan tidur dan konflik agraria turut mempercepat penyebaran api. Lemahnya kesiapan sumber daya manusia dan minimnya sarana membuat api cepat meluas sebelum bisa dikendalikan,'' katanya.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim kemarau akan terjadi pada Juni 2025. Kalimantan Barat bersama wilayah Sumatera termasuk dalam zona waspada tinggi.

"Oleh sebab itu, Pemerintah mendorong upaya antisipatif seperti modifikasi cuaca, patroli darat, aktivasi posko siaga, serta optimalisasi sistem deteksi dan pelaporan dini.

GAPKI yang menaungi 78 perusahaan kelapa sawit di Kalbar didorong untuk berperan aktif, ukungan dalam penyediaan sarana pemadam, edukasi pekerja, serta evaluasi rutin terhadap kepatuhan prosedur menjadi bagian penting pencegahan.

Perusahaan juga diminta mendukung operasi lintas wilayah serta rutin melakukan simulasi tanggap darurat.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved