Breaking News

Kisah Heru Merambat Kabel PLN di Ketinggian 35 Meter Demi Jaga Listrik Warga Pontianak

Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan atau PDKB dilaksanakan tim PLN. Mereka kadang harus memanjat tower dan kabel dengan ketinggian di atas 30 meter

|
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/NASARUDDIN
Sejumlah awak media mengabadikan momen tim PDKB Khatulistiwa, Muhammad Heru Saputra (26) memanjat tower SUTT di Jalan Kebangkitan Nasional, Kelurahan Siantan Hulu, Kecamatan Pontianak Utara, Kalimantan Barat, Kamis 14 November 2024. Tim PDKB Kalimantan Barat terpaksa memanjat tower dengan ketinggian 30 hingga 100 meter untuk membersihkan jaringan listrik yang terkena gangguan seperti tali kawat layangan. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Muhammad Heru Saputra (26), climber dari tim PDKB Kalimantan Barat tampak menggoyangkan tubuhnya ke kiri dan kanan, Kamis 14 November 2024.

Di depannya, menjulang tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 ribu volt, siap dinaiki.

Tak lama, Heru yang sudah berpakaian lengkap dengan pengaman, memukul tower yang terletak di Jalan Kebangkitan Nasional, Pontianak, Kalimantan Barat.

Heru ingin memastikan, tak ada hewan liar dan berbahaya di tower tersebut. 

Lalu dengan cekatan, dirinya naik ke tower dengan ketinggian kurang lebih 30 meter itu.

Apa yang dilakukan pria asal Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah ini, bukanlah yang pertama.

Semangat Hari Pahlawan PLN Berikan Kuliah Singkat Terkait Proses Bisnis Persero Kepada Mahasiswa

Sejak mendapat SK sebagai pegawai PDKB PLN pada 2017 lalu, Heru bahkan sudah pernah memanjat tower dengan ketinggian lebih dari 100 meter.

"Paling tinggi yang sudah saya panjat itu 100 meter lebih ada, di Sanggau. Kalau di Sungai Berembang, Kubu Raya itu sekitar 90 meter lebih," ceritanya kepada Tribun Pontianak.

Aksi memanjat tower yang dilakukannya, bukanlah unjuk kebolehan.

Sebagai bagian dari pasukan khusus PLN yang bekerja dalam keadaan bertegangan atau sering dikenal PDKB, Heru harus memanjat, demi menjaga jaringan listrik ke pelanggan tetap aman.

"Selama ini memang paling banyak memang tali layangan. Kalau talinya apalagi yang kawat itu di kabel, maka kita harus merambat dulu untuk membersihkannya," kata Heru.

Pengalaman merambat di kabel PLN dirasakan Heru pada 2019 lalu.

Saat itu, Puting Beliung terjadi di Tanjung Hulu, Pontianak

Atap rumah warga saat itu terbang ke atas kabel. 

Baca juga: Program TJSL PLN: Pemberdayaan Kelompok Tani di Ketapang, Pastikan Produksi Pangan Domestik Terjaga

"Akhirnya kita turun ke tengah untuk membuang atap. Jadi kita merambat dulu di kabel. Rasanya seperti gelantungan gitu. Karena sudah biasa, saya tidak takut. Selain itukan pengaman kita juga lengkap. Jadi tidak khawatir," katanya.

Assman PDKB Khatulistiwa, Miftakul Anam mengatakan, selain menjaga jaringan listrik di tower SUTT, ada juga tim PDKB yang ditugaskan di Gardu Induk.

Sejauh ini, tren gangguan memang paling banyak disebabkan layang-layang. 

Meski demikian, dirinya bersyukur gangguan itu tak sampai membuat listrik padam.

"Sehari bisa empat sampai lima kali. Syukur alhamdulillah, statusnya reclose, nggak sampai padam. Listrik itu mengalir kembali," katanya.

"Tapi terkadang kalau benangnya belum putus atau kawatnya cukup besar itu berpotensi mengganggu suplai kelistrikan ke masyarakat," katanya.

Miftakul mengatakan, jika kawat layangan merusak jaringan listrik di SUTT hingga harus ada yang diperbaiki, maka perlu waktu hingga delapan jam sampai listrik bisa menyala kembali.

"Selain itu, biayanya juga mahal bisa sampai ratusan juta," katanya.

General Manager PLN Unit Induk Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (UIP3B) Kalimantan, Abdul Salam Nganro mengatakan dalam tiga tahun terakhir, gangguan akibat layang-layang memang mendominasi.

Pada 2022, terdapat 73 gangguan akibat layang-layang atau 89 persen.

Jumlah itu meningkat  menjadi 186 gangguan di tahun 2023 namun persentasenye menurun menjadi 85 persen.

Pada 2024, terjadi 35 gangguan akibat layang-layang atau 78 persen.

"Saya memotret tiga penyebab terbesar listrik sering gangguan. Dari data ini terlihat bahwa penyebab terbesarnya di layangan. Berikutnya petir, lalu pohon," kata Abdul Salam saat pemaparan di event Ekosistem Peduli Listrik Award 2024 yang digelar di Qubu Resort Jalan Arteri Supadio, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kamis 14 November 2024.

Menurutnya, dari data itu terlihat bahwa perilakunya dipengaruhi musim setiap tahun.

Pada 2023, jumlah orang bermain layangan semakin banyak.

"Kita ketahui 2023 kita alami el nino musim kering yang panjang. Ketika musim kering panjang, yang main layangan semakin banyak," katanya.

Maka tak heran, jumlah gangguan akibat layangan juga meningkat.

Dirinya mengungkap fakta, bahwa pada 2023, saat gangguan kelistrikan terjadi  akibat layangan, dampaknya dirasakan 398 ribu pelanggan yang listriknya padam.

"Inikan luar biasa. Itu yang coba kita edukasi. Akibat perilaku oknum tertentu yang bermain layang-layang, ada 398 ribu pelanggan PLN yang listriknya padam," kata dia.

Pada kesempatan itu, dirinya juga mengungkap fakta menarik di 2024. 

Meski terjadi 35 gangguan akibat layangan, tak ada warga yang terdampak padam.

"Kami buat pertahanan berlapis lapis. Pertahanan pertama mencegah agar tai terjadi gangguan. Kalaupun itu jebol, maka pertahanan kedua harus bekerja dengan baik," katanya.

Jadi kalaupun terjadi gangguan karena layangan, tidak boleh terjadi padam.

"Makanya kami siapkan alat khusus, sehingga jika terkena layangan, segera masuk kembali tanpa mengakibatkan padam listrik konsumen. Itu yang kami terapkan alhamdulillah berhasil," katanya.

Abdul Salam melanjutkan, masih ada pertahanan terakhir yang mereka siapkan. Dirinya berharap pertahanan terakhir ini tak dipakai.

"Jadi pertahanan terakhir ini, bagaimana supaya kalaupun terjadi, padamnya tidak meluas," kata dia.

Selain itu, kolaborasi pihaknya dengan TNI, Polri dan komunitas, membuat masyarakat semakin teredukasi.

Kolaborasi yang dilakukan PLN UIP3B Kalimantan bersama TNI, Polri dan komunitas adalah melakukan razia layangan di sekitar jaringan PLN.

Jika ada warga kedapatan bermain, maka disampaikan bagaimana bahayanya jika tali layangan terkena jaringan listrik.

Kawat layangan ini jelas menjadi ancaman nyata terhadap keandalan kelistrikan.

Terlebih PLN akan mengembangkan pembangkit dengan konsep ramah lingkungan, energi baru terbarukan.

Edukasi ke Sekolah

Untuk memberikan edukasi ke masyarakat, PLN UIP3B Kalimantan juga menggelar sosialisasi ke sekolah dan warga secara khusus.

Aria Khamandanu, Assman Komunikasi dan Manajemen Stake Holder PLN UIP3B Kalimantan mengatakan, sosialisasi ini rutin dilakukan satu semester sekali bahkan lebih.

Sasarannya tak hanya sekolah, tapi juga ke masyarakat umum.

"Pernah juga kita datangi kantor desa, ajak RT dan warganya untuk datang dan kita berikan materi sosialisasi terkait kelistrikan," katanya di sela-sela sosialisasi di SMPN 28 Pontianak

Khusus untuk sosialisasi di sekolah, materi yang disampaikan lebih ke materi umum.

Mulai dari awal mula listrik tercipta hingga disalurkan ke rumah-rumah.

Selain itu, apa saja yang menjadi penyebab padamnya listrik.

"Di sekolah kita siapkan doorprize juga. Selain itu, kita juga sekalian beri bantuan ke sekolah. Seperti di sini, sekolah perlu proyektor, kipas, kita bantu untuk mendukung pembelajaran," katanya.

Sosialisasi dilakukan pihaknya di SMPN 28 bukan tanpa alasan.

Sekolah yang terletak di Pontianak Utara itu, berada dekat dengan jaringan SUTT 150 ribu volt.

Selain itu, kawasan di jalan 28 Oktober tersebut merupakan salah satu titik rawan gangguan layanan. 

"Jadi kita sasar lokasi dengan titik gangguan tinggi. Kebetulan sekolah juga dekat dengan SUTT," katanya.

Dirinya berharap, edukasi yang terus menerus dilakukan dapat menekan gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan akibat layang-layang.  

Solusi Atasi Layangan

Pemerintah Kota Pontianak sejatinya sudah melarang layang-layang mulai dari pembuatan hingga memainkannya.

Larangan itu termuat dalam Perda nomor 19 tahun 2021.

Meski dilarang, permainan layang-layang di Pontianak, terutama yang menggunakan kawat, tetap terus ditemukan.

Hendra Perdana, dosen Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak mengatakan, pihaknya sudah melakukan riset selama dua minggu di daerah Batu Layang, Siantan Hulu dan Silan Panjang Pontianak.

Menurutnya, riset itu menunjukkan penyebab pemain layang-layang tetap nekat bermain, meskipun sudah sering terkena razia dan ada larangan, adalah keterikatan sosial dan budaya yang kuat dengan permainan tersebut.

Hendra mengatakan, bagi sebagian warga, bermain layang-layang bukan hanya sekadar hobi, tetapi juga tradisi atau bentuk rekreasi yang menyenangkan, yang sudah menjadi bagian dari identitas lokal. 

Bahkan melalui wawancara dengan pemain layangan yang menggunakan kawat, pihaknya dapati bahwa layang-layang ini menjadi mata pencaharian.

"Mereka yang pakai kawat ini digunakan untuk penyauk atau penyiduk layang-layang lain yang putus. Jadi ketika menggunakan kawat itu jadi lebih mudah," katanya.

Layang-layang yang didapatkan ini kemudian dijual dengan harga Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu.

"Jadi bagi anak-anak yang main layang-layang, ini jadi tambahan saku mereka di sekolah. Kalau untuk yang dewasa, itu ada yang sampai dapat 10 layang-layang dalam sehari, setelah mereka jual kembali, lumayan pendapatan yang mereka peroleh setiap harinya," kata dia.

Lalu bagaimana solusi mengatasi hal ini?

Hendra mengatakan, pihaknya merekomendasikan agar dilakukan penerapan regulasi secara ketat terhadap penggunaan benang layangan berlapis kaca atau benang gelasan yang tajam dan berbahaya maupun penggunaan kawat atau bahan sejenis yang bertujuan sebagai ‘penyauk‘ layangan.

Selain itu juga perlunya penerapan sanksi yang tegas sesuai Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 19 Tahun 2021 dalam Penertiban Permainan Layang Layang pada Bab XX.

Hal ini dapat dilihat bahwa masyarakat yang sering kali mengabaikan himbauan terkait larangan bermain layang-layang dan tidak merasa jera ketika terkena razia oleh petugas dengan masih bermain permainan tersebut.

Pemikiran bahwa layang-layang hanya sebuah permainan biasa yang tidak membahayakan/merugikan bagi masyarakat lainnya juga salah satu alasan masyarakat masih bermain layang-layang dan mengabaikan Perda yang ada. 

"Perhatian khusus dari pejabat sekitar terkait permainan layang layang juga dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang menghalangi petugas/tim sweeping saat ingin melakukan penyitaan barang dalam penertiban layang-layang," katanya. 

Tindakan tidak kooperatif ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak takut kepada petugas.

Hal ini juga disebabkan karena kurang tegasnya sanksi yang diberikan kepada pelanggar.

Menurutnya, perlu solusi-solusi konkrit dari pihak petinggi/pemangku jabatan dalam pemberian kebijakan untuk memberantas pelanggaran perda yang berlaku. 

Pelibatan masyarakat sekitar/komunitas kelayang/konten kreator untuk bantu dalam mengedukasi/memberitahu informasi terkait bahaya/larangan bermain layang-layang juga perlu dilakukan. 

"Harapannya dengan pemberian informasi dari para konten kreator sehingga dapat mempengaruhi anak-anak muda untuk bermain layang-layang secara baik dan sesuai aturan yang ada karena banyak orang tua yang tidak mengawasi dan membiarkan anak anaknya melanggar perda yang berlaku," paparnya.

Rekomendasi berikutnya yang disarankan Hendra adalag lebih gencarnya dalam pemberian edukasi dan sosialisasi tentang bahaya/larangan bermain layang-layang kepada masyarakat dan juga kepada pemain layang-layang agar pemberian edukasi dan sosialisasi juga tepat sasaran.

"Hal ini dikarenakan pemberian edukasi dan sosialisasi yang dilakukan dinilai masih kurang tepat sasaran di mana berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, pemain layang-layang yang bermain di tempat dilakukannya survei kebanyakan bukan dari lingkungan tersebut melainkan datang dari berbagai tempat," pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved