Berita Viral

Resmi NaiK! Daftar Lengkap Harga Minuman Manis Dalam Kemasan Per 1 Januari 2025 Cek Disini

Resmi naik harga minuman manis dalam kemasan per 1 Januari 2025 semua merek selengkapnya cek disini.

Editor: Rizky Zulham
Dok. Kompas.com
Ilustrasi. Resmi NaiK! Daftar Lengkap Harga Minuman Manis Dalam Kemasan Per 1 Januari 2025 Cek Disini. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Resmi naik harga minuman manis dalam kemasan per 1 Januari 2025 semua merek selengkapnya cek disini.

Mulai 2025, minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) akan masuk ke dalam daftar barang yang dikenai cukai.

Wacana ini tertuang di RUU APBN 2025 yang disampaikan bersamaan dengan Pidato Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus lalu.

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR mengusulkan tarifnya paling rendah sebesar 2,5 persen.

Nantinya, tarif tersebut direncanakan akan naik secara bertahap hingga 20 persen.

Dengan tarif cukai 20 persen, konsumsi minuman berpemanis diproyeksikan akan turun hingga 17,5 persen dan menghasilkan potensi pendapatan negara senilai Rp 3,6 triliun per tahu.

RESMI Naik! Harga Gas Elpiji Subsidi 3 Kg Terbaru Per 16 September 2024 Kini Jadi Rp 18 Ribu

Saat ini, belum terdapat aturan yang merinci jenis dan batas kandungan gula atas produk minuman berpemanis yang akan dikenai cukai.

Namun, jika merujuk ke definisinya sebagaimana dikutip dari majalah Media Keuangan milik Kementerian Keuangan, pungutan cukai MBDK dapat meliputi minuman bersoda, berenergi, sirup, serta teh dan kopi kemasan, baik yang sudah berbentuk cair, maupun konsentrat dan bubuk yang masih perlu diolah lagi.

Pemungutan cukai baru ini, bersama dengan cukai atas produk mengandung tembakau dan alkohol yang telah lama dipungut, diperkirakan akan menghasilkan pendapatan cukai senilai Rp 244,2 triliun dalam APBN 2025.

Namun, tujuan utama cukai minuman berpemanis sebenarnya bukan untuk menaikkan anggaran pemerintah.

Meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular di masyarakat menjadi alasan berbagai pihak mendesak pemerintah mengambil kebijakan intervensi untuk membatasi konsumsi minuman berpemanis.

Pada Juli 2024, sebulan sebelum RUU APBN itu disampaikan, ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 28/2024 yang memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk mengendalikan konsumsi gula di masyarakat melalui pemungutan cukai.

Termasuk dalam definisi konsumsi gula tersebut merupakan minuman berpemanis yang diyakini menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular, khususnya diabetes tipe 2.

Banyak riset menunjukkan adanya korelasi antara risiko diabetes dan tingkat konsumsi minuman berpemanis.

Misalnya, dalam studi yang dipublikasikan American Diabetes Association (2019), orang yang setiap hari mengonsumsi minuman berpemanis ditemukan memiliki risiko lebih tinggi mengidap diabetes tipe 2 dalam 4 tahun ke depan dibanding orang yang jarang mengonsumsinya.

Hasil riset serupa juga disampaikan dalam konferensi American Heart Association pada Maret 2024 lalu.

Terdapat risiko jangka panjang mengidap diabetes tipe 2 pada anak-anak dan remaja yang sering mengonsumsi minuman berpemanis.

Segelas teh manis dan kopi dengan perasa, misalnya, bisa mengandung 35 hingga 45 gram gula.

Sementara itu, data Riset Kesehatan Dasar 2018 yang dikutip dari Harian Kompas (9/10/2022) mencatat 61,27 persen masyarakat mengonsumsi minuman berpemanis lebih dari sekali dalam sehari.

Padahal, batas konsumsi harian gula yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah sebesar 25 gram bagi anak-anak dan 50 gram bagi orang dewasa.

Akibatnya, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-5 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia.

Pada 2021, jumlah penderitanya tercatat mencapai 19,5 juta orang.

Prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Pada 2011, prevalensi diabetes hanya 5,1 persen dari populasi orang dewasa nasional.

Satu dekade kemudian, angkanya naik dua kali lipat menjadi 10,6 persen pada 2021. Tren kenaikan ini diperkirakan akan terus berlanjut.

Dalam harian edisi 14 April 2023, Kompas mengestimasi jumlah penyandang diabetes akan bertambah 3,2 juta orang hingga 2045.

International Diabetes Federation juga memproyeksikan jumlah pengidap diabetes di Indonesia akan mencapai 28,6 juta orang pada 2045.

Artinya, akan ada kenaikan 47 persen jika dibandingkan dengan 19,47 juta orang pada 2021.

Tanpa kebijakan intervensi, jumlah penyandang diabetes berisiko terus bertambah seiring dengan meningkatnya kebiasaan mengonsumsi minuman manis di masyarakat.

Ini menjadi alasan tepat untuk memulai pemungutan cukai.

Dalam UU Cukai, salah satu kriteria barang kena cukai adalah barang yang konsumsinya perlu dikendalikan karena menimbulkan efek negatif ke masyarakat.

Jika mempertimbangkan risiko kesehatannya, minuman berpemanis memenuhi kriteria tersebut.

Pada 2019, UNICEF bersama Kementerian Kesehatan dan Bappenas juga pernah menerbitkan ringkasan kebijakan (policy brief) yang menjelaskan urgensi cukai atas minuman berpemanis.

Kini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga mendukung pemungutan cukai tersebut sebagai upaya mengurangi konsumsi gula di masyarakat (Kompas.com, 28/8/2024).

Konsepnya sederhana.

Dengan adanya pungutan cukai, harga eceran minuman berpemanis di pasaran akan mengalami kenaikan.

Kenaikan harga tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat mengurangi konsumsi minuman manis dan beralih ke air minum yang lebih aman bagi kesehatan.

Pungutan cukai ini juga tidak berdampak negatif pada daya beli masyarakat secara keseluruhan.

Pasalnya, minuman berpemanis bukanlah barang kebutuhan primer yang wajib dikonsumsi.

Di sisi lain, bagi produsen minuman berpemanis, kebijakan ini juga tidak harus dimaknai negatif. Untuk menjaga pangsa pasar, pabrikan memiliki alternatif untuk menurunkan kandungan gula dalam produknya hingga memenuhi batas aman agar dibebaskan dari cukai.

Kebijakan cukai minuman manis seperti ini sebenarnya bukan lagi hal baru.

Banyak negara telah lama menerapkannya sebagai upaya memitigasi kenaikan jumlah pengidap diabetes yang menjadi epidemi dengan pertumbuhan tercepat di dunia (Harian Kompas, 15/11/2023).

Data Bank Dunia mencatat setidaknya ada 119 negara yang kini aktif memungut pajak dan cukai atas minuman berpemanis.

Ada berbagai bukti yang menunjukkan kebijakan tersebut berhasil mengurangi konsumsi minuman manis oleh masyarakat.

Di Malaysia, misalnya, cukai minuman berpemanis sudah dipungut sejak 2019. Hasilnya, konsumsi minuman manis turun hingga lebih dari 9 persen.

Kebijakan ini diambil pemerintah Malaysia karena tingginya prevalensi diabetes di masyarakat. Pada 2023, setidaknya 1 dari 6 orang dewasa di Negeri Jiran tersebut mengidap diabetes.

Di Thailand, prevalensi diabetes juga tinggi mencapai 11,6 persen.

Jumlah pengidapnya mencapai 6 juta orang.

Untuk menekan pertumbuhannya, cukai minuman manis dipungut sejak 2017 dengan tarif antara 10 hingga 20 persen.

Kebijakan tersebut berhasil menurunkan tingkat konsumsi minuman manis hingga 26 persen.

Sementara itu, rata-rata kandungan gula dalam produk minuman berpemanis yang dipasarkan juga turun hingga 10 persen.

Saat ini, hampir seluruh negara ASEAN telah menerapkan kebijakan cukai atas minuman berpemanis.

Indonesia justru menjadi salah satu dari sedikit negara ASEAN yang belum memulai kebijakan tersebut, bersama Myanmar dan Singapura.

RESMI Hadir BBM Jenis Baru Per 1 Oktober 2024 di SPBU Seluruh Indonesia Lengkap Bocoran Harga

Oleh karena itu, pemungutan cukai MBDK mulai 2025 merupakan keputusan yang tepat untuk membatasi konsumsi gula berlebihan di masyarakat.

Jika berkaca dari keberhasilannya di negara-negara lain, kebijakan cukai ini bisa menjadi langkah efektif untuk menekan prevalensi diabetes dan penyakit tidak menular lainnya yang kian meningkat di masyarakat.

(*)

# Berita Viral

‎Ikuti saluran Tribun Pontianak di WhatsApp: KLIK DISINI

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved