Buat SKCK Harus Terdaftar BPJS Kesehatan, Heri Mustamin : Kesannya Memaksa Masyarakat Mendaftar BPJS
Banyak masyarakat Indonesia yang berkeinginan memiliki BPJS, tapi karena tidak mampu bayar iuran BPJS. Maka, mereka tidak bisa membuat BPJS.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kabarnya harus terdaftar dan aktif dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan, mulai 1 Agustus 2024.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Heri Mustamin menjelaskan Negara Indonesia adalah negara hukum, maka dari itu semuanya harus ada cantolan hukumnya.
“Jika ada kebijakan yang kira -kira tidak berhubungan dengan suatu proses, saya rasa kesannya mengada-ngada, walaupun BPJS Kesehatan faedahnya untuk kepentingan rakyat Indonesia, dan UU yang diperuntukan untuk bagaimana supaya masyarakat kita bisa terjamin layanan kesehatannya dengan peraturan yang berkaitan dengan BPJS,” ujarnya.
“Dari segi faedah tidak masalah, cuma yang jadi masalah apa sebenarnya hubungan antara SKCK dengan BPJS. Kalau tidak konektivitas secara linear, saya fikir sisanya itu mengada-ngada,” tambahnya.
Dikatakannya, banyak masyarakat Indonesia yang berkeinginan memiliki BPJS, tapi karena tidak mampu bayar iuran BPJS. Maka, mereka tidak bisa membuat BPJS.
Baca juga: Resmi Berlaku! BPJS Kesehatan Jadi Syarat Membuat SKCK Per Agustus 2024, Cek Tarif Terbaru
Karena masalah kesehatan ini, masih ada kebijakan lain dari pemerintah yakni bagi masyarakat tidak mampu di dorong untuk mendapatkan bantuan dari Dinsos untuk iuran BPJS, yang memang ini untuk mendapatkan kesehatan sesuai uu jaminan kesehatan.
“Sedangkan SKCK itu juga perlu, karena SKCK memberikan suatu jaminan bahwa seseorang itu tidak ada persoalan hukum. Masalahnya, apa cantolan atau dasar hukum masyarakat terdaftar bpjs kesehatan aktif dengan pengurusan SKCK. Kalau tidak ada dasar hukumnya tidak usah mengada-ada walaupun semuanya ini penting,” tegasnya kembali.
Tapi yang perlu dipahami, dari 270 juta rakyat Indonesia, dikatakan Heri ternyata peserta BPJS baru mencapai 60 persen. Dan masih ada sisanya yang belum terdaftar.
“Kalau memang mau agar tidak terjadi perdebatan harus ada dasar hukum yang kuat. Kadang ingin membuat kebijakan tanpa adanya kajian,“ tegasnya.
Dikatakannya, dengan adanya syarat ini kesannya memaksa masyarakat untuk mendaftar bpjs.
“Kalau mengimbau tidak masalah, kalau kondisi seseorang tidak mampu, tapi butuh dan perlu membuat skck nah ini menjadi program lagi,” pungkasnya. (*)
Informasi Terkini Tribun Pontianak Kunjungi Saluran WhatsApp
Ikuti Terus Berita Terupdate Seputar Kalbar Hari Ini disini
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.