SETELAH Nisfu Syaban Apakah Boleh Puasa Sunnah dan Bagaimana Puasa Wajib/Qadha ??

Banyak amalan yang bisa dilakukan di bulan Syaban hingga Ramadhan tiba dari memperbanyak bacaan Shalawat, mengaji, dzikir serta puasa sunnah.

Penulis: Madrosid | Editor: Madrosid
GRAFIS TRIBUN PONTIANAK/ENRO
Hukum puasa Sunnah setelah Nisfu Syaban bagi Umat Islam, tetap bisa puasa wajib atau qadha. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Meningkatkan amal ibadah di Bulan Syaban merupakan anjuran dalam Islam.

Karena bulan Syaban merupakan bulan ampunan terutama di malam Nisfu Syaban semua doa akan diterima.

Banyak amalan yang bisa dilakukan di bulan Syaban hingga Ramadhan tiba dari memperbanyak bacaan Shalawat, mengaji, dzikir serta puasa sunnah.

Namun khusus untuk puasa sunnah setelah Nisfu Syaban ada sejumlah pendapat yang cenderung melarang.

Maka dari itu hukum Puasa Sunnah setelah Nisfu Syaban ini banyak yang ditanyakan.

Ulama menjelaskan bahwa hari setelah Nisfu Syaban merupakan Yaumul Syak atau hari ragu-ragu.

Jadi disebutkan dalama hadist bahwa puasa setelah Nisfu Syabah dilarang atau diharamkan.

Alasannya karena berpuasa di hari Syak atau ragu-ragu itu tidak dibolehkan.

Baca juga: NIAT Bayar Puasa Sekaligus Senin Kamis Amalan Sunnah Syaban Jelang Ramadhan 1445 Hijriah

Tapi tidak serta merta juga dilarang bagi yang sudah terbiasa berpuasa sebagai diterangkan hadis.

Maka dari itu sebagian ulama tidak melarang puasa setelah Nisfu Syaban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadan.

Jadi bagi yang ingin melaksanakan atau tidak melaksanakan puasa sunnah setelah Nisfu Syaban silahkan sesuai dengan keterangan para ulama.

"Janganlah kalian mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari, melainkan seseorang yang terbiasa berpuasa, maka berpuasalah."

"Artinya, puasa setelah setengah Syahban diperbolehkan bagi mereka yang sudah terbiasa puasa. Seperti mereka yang terbiasa puasa Senin-Kamis atau menjalani Puasa Daud,"

Puasa setelah Nisfu Syaban, dan dalam riwayat al-Bukhari, Nabi juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadan.

Syekh Wahbab al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan:

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved