PalmCo Dapat Bantu Stabilkan Harga Minyak Goreng

Dengan pasar yang terintegrasi dengan pasar global dan harga komoditas dunia yang cenderung meningkat, godaan untuk ekspor CPO dan minyak goreng

Editor: Nina Soraya
Dok/PTPN XIII
Pembentukan PalmCo dapat menurunkan masalah oligopoli di industri sawit dan minyak goreng nasional. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kebijakan PTPN Group memisahkan bisnis sawit ke dalam rencana pendirian sub holding PalmCo dinilai dapat memberikan solusi dari permasalah industri sawit dan pengolahan CPO. Salah satunya terkait harga minyak goreng. 

Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan, dalam menjalankan perannya menopang perbaikan industri sawit Indonesia, rencana pembentukan PalmCo akan memberikan dampak positif bagi masa depan industri sawit nasional. 

Pertama, staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengatakan PalmCo akan menjadi agent of development, dengan tugas utama menjaga pasokan dan harga minyak goreng domestik. 

Dia mengatakan instabilitas harga minyak goreng domestik selama ini disebabkan oleh kurangnya pasokan dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi.

"Selama ini stabilisasi harga minyak goreng melalui mekanisme DMO (domestik market obligation) seringkali menemui kegagalan.

Dengan pasar yang terintegrasi dengan pasar global dan harga komoditas dunia yang cenderung meningkat, godaan untuk ekspor CPO dan minyak goreng adalah sangat besar," kata dia. 

Baca juga: Ekonom: Kinerja PTPN Group yang Meningkat akan Berdampak Positif Pada PalmCo dan SupportingCo

Ia menyebutkan merebut pasar global merupakan langkah strategis bagi produsen CPO dalam jangka panjang untuk jaminan pemasaran sekaligus keuntungan yang tinggi dengan menjual CPO ke luar negeri.

Hal itu, kata dia, lebih menguntungkan daripada menjualnya sebagai minyak goreng di dalam negeri terkait biaya produksi dan logistik yang cukup tinggi serta kebijakan stabilisasi harga minyak goreng yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat. 

Dengan begitu, pembentukan PalmCo, kata dia, dapat menurunkan masalah oligopoli di industri sawit dan minyak goreng nasional.

Karakteristik industri minyak goreng yang sangat bergantung pada pasokan CPO sebagai input utamanya, membuat integrasi vertikal menjadi bentuk usaha yang efisien.

Ketiga, ia mengatakan Palm Co akan memimpin transformasi industri biodiesel dengan tidak hanya mengandalkan CPO sebagai tulang punggungnya, namun juga melakukan pengembangan biodiesel berbasis minyak jelantah. 

"Sejak 2015, konglomerasi sawit tidak lagi hanya menguasai perkebunan sawit di hulu dan industri minyak goreng di hilir, namun kini juga semakin melebar ke industri Biodiesel ini.

Kebijakan Biodiesel lahir dari upaya menahan kejatuhan harga CPO akibat produksi yang berlebihan seiring ekspansi lahan perkebunan sawit yang masif sejak 2000-an," jelasnya. 

Untuk menyerap kelebihan pasokan CPO ini maka diciptakanlah permintaan domestik yang signifikan, yaitu melalui program biodiesel berbasis CPO sebagai campuran 20 persen solar (B20), yang kemudian menjadi B30 dan ke depan direncanakan B40. 

"Namun karena terdapat selisih harga antara biaya produksi Biodiesel yang tinggi dan harga jual solar yang lebih rendah, maka diberikan insentif Biodiesel yang dananya diambil dari pungutan ekspor CPO," tuturnya. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved