Pasal Nikah Beda Agama Ditolak MK dan Putusan Lengkap Aturan Nikah Resmi Terbaru 2023

Putusan lengkap Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan nikah beda Agama lengkat dengan syarat dan aturan nikah resmi terbaru 2023.

Penulis: Rizky Zulham | Editor: Rizky Zulham
Dok. Tribun
Ilustrasi menikah. Pasal Nikah Beda Agama yang Ditolak MK, Lengkap Aturan Nikah Resmi Terbaru 2023. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Berikut pasal soal putusan lengkap Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan nikah beda Agama lengkat dengan syarat dan aturan nikah resmi terbaru 2023.

Hal tersebut diungkapkan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum MK dalam Putusan Nomor 24/PUU-XX/2022 dikutip dari laman resmi MK.

Perihal perkara pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Permohonan diajukan oleh E. Ramos Petege yang merupakan seorang pemeluk agama Katolik yang hendak menikah dengan perempuan beragama Islam.

Sidang pengucapan putusan digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa 31 Januari 2023.

Alasan MK Tolak Legalkan Nikah Beda Agama Lengkap dengan Landasan Hukum

MK dalam pertimbangan hukumnya juga menyatakan, dalam perkawinan terdapat kepentingan dan tanggung jawab agama dan negara saling berkait erat.

“Maka melalui Putusan Nomor 68/PUU-XII/2014 dan Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, MK telah memberikan landasan konstitusionalitas relasi agama dan negara dalam hukum perkawinan bahwa agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan negara menetapkan keabsahan administratif perkawinan dalam koridor hukum,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih

Dalam amar putusan, MK menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman yang membacakan Amar Putusan dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya di Ruang Sidang MK.

Hak Asasi Manusia dalam Perkawinan

Terhadap konstitusionalitas Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 8 huruf f dan Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974 tersebut, MK mempertimbangkan hak asasi manusia (HAM) merupakan hak yang diakui oleh Indonesia yang kemudian tertuang dalam konstitusi sebagai hak konstitusional warga negara Indonesia.

Meskipun demikian, HAM yang berlaku di Indonesia haruslah sejalan dengan falsafah ideologi Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila sebagai identitas bangsa. Jaminan perlindungan HAM secara universal tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR).

Walaupun telah dideklarasikan sebagai bentuk kesepakatan bersama negara-negara di dunia, penerapan HAM di tiap-tiap negara disesuaikan pula dengan ideologi, agama, sosial dan budaya rakyat di negara masing-masing.

Enny menjelaskan, berdasarkan rumusan Pasal 28B ayat (1) UUD 1945, ada dua hak yang dijamin secara tegas yakni “hak membentuk keluarga” dan hak melanjutkan keturunan”.

Adapun frasa berikutnya menunjukkan bahwa ‘perkawinan yang sah’ merupakan prasyarat dalam rangka perlindungan kedua hak yang disebutkan sebelumnya.

Artinya, perkawinan bukan diletakkan sebagai hak melainkan sebagai prasyarat bagi pelaksanaan hak membentuk keluarga dan hak melanjutkan keturunan.

Sehingga berdasarkan uraian tersebut maka telah jelas bahwa dalam konteks perlindungan hak untuk menikah terdapat perbedaan mendasar antara UDHR dengan UUD 1945.

Contoh Susunan Acara Pernikahan Modern dari Akad Nikah Hingga Resepsi

Sebagai negara hukum yang menegakkan supremasi konstitusi maka tanpa mengesampingkan hak asasi yang bersifat universal dalam UDHR sudah seharusnya MK menjadikan UUD 1945 sebagai landasan utama dalam menilai hak konstitusional warga negara.

“Meskipun Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 meletakkan perkawinan yang sah merupakan syarat untuk melindungi hak membentuk keluarga dan hak untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi syarat tersebut bersifat wajib. Karena tidak dapat membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan apabila tidak dilakukan melalui perkawinan yang sah. Dengan menggunakan kaidah hukum, sesuatu yang menjadi syarat bagi suatu kewajiban hukumnya menjadi wajib (ma la yatiimmu alwajibu illa bihi fahuwa wajib), maka perkawinan yang sah juga merupakan hak konstitusional yang harus dilindungi,” ungkap Enny.

Aturan Perkawinan

Pertimbangan hukum berikutnya dibacakan Hakim Konstitusi Wahiduddin yang mengungkapkan, ihwal keberadaan negara dalam mengatur perkawinan, MK pernah mempertimbangkannya dalam Putusan Nomor 56/PUU-XV/2017 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada 23 Juli 2018.

Berkenaan dengan beragama pada dasarnya terbagi menjadi dua, pertama beragama dalam pengertian menyakini suatu agama tertentu yang merupakan ranah forum internum yang tidak dapat dibatasi pemaksaan bahkan tidak dapat diadili.

Kedua, beragama dalam pengertian ekspresi beragama melalui pernyataan dan sikap sesuai hati Nurani di muka umum yang merupakan ranah forum externum.

Adapun perkawinan merupakan bagian dari bentuk ibadah sebagai suatu ekspresi beragama.

Dengan demikian, perkawinan dikategorikan sebagai forum eksternum di mana negara dapat campur tangan sebagaimana halnya dengan pengelolaan zakat maupun pengelolaan haji.

Peran negara bukanlah membatasi keyakinan seseorang melainkan lebih dimaksudkan agar ekspresi beragama tidak menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut.

Syarat Memperbaiki Kesalahan Penulisan Dalam Buku Nikah

Perkawinan merupakan salah satu bidang permasalahan yang diatur dalam tatanan hukum di Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU 1/1974.

Segala tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh warga negara termasuk dalam hal menyangkut urusan perkawinan harus taat dan tunduk serta tidak bertentangan atau melanggar peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan dibentuk untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban setiap warga negara dalam kaitannya dengan perkawinan.

Adanya pengaturan demikian sejalan pula dengan Pasal 28J UUD 1945 bahwa dalam menjalankan hak yang dijamin UUD 1945, setiap warga negara wajib tunduk terhadap pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis berdasarkan hukum.

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved