Aturan Baru Beli Rumah Subsidi Tahun 2023 - Mulai Harga hingga Lokasi Pembangunan
Terbitnya surat keputusan ini sangat penting, mengingat harga rumah subsidi sudah tiga tahun tidak mengalami perubahan dan penyesuaian.
Pengembang Menjerit
Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2024.
Untuk itu OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama satu tahun ke depan.
Perpanjangan restrukturisasi yang dilakukan OJK dilatarbelakangi kondisi global dan potensi perlambatan ekonomi yang dipicu kebijakan Bank Sentral AS (The Fed), geopolitik, dan laju inflasi.
Sementara di sisi lain, pemulihan perekonomian Nasional terus berlanjut seiring dengan terkendalinya pandemi dan berangsur normalnya kegiatan masyarakat. Sebagian besar sektor riil pun telah kembali bergerak.
Namun, berdasarkan analisis OJK, ditemui sejumlah pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect) yang memerlukan dan berhak mendapat perpanjangan restrukturisasi kredit.
Mereka adalah segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor, kedua sektor penyedian akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Bagaimana dengan sektor properti?
Kebijakan ini dianggap Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah sebagai tebang pilih karena tak menyentuh sektor rumah subsidi.
Padahal, restrukturisasi kredit untuk sektor rumah sangat penting dan berpengaruh terhadap keberlanjutan pemenuhan kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dia pun menyayangkan, ketika bisnis properti dianggap sebagai lokomotif ekonomi yang membangkitkan 170 industri ikutan tidak didukung kebijakan OJK.
• Cara dan Syarat Ajukan KPR Subsidi BTN, Cek Disini Kredit Rumah Baru Dengan Angsuran Rendah!
Sekitar 80 persen dari anggota Apersi yang merupakan pengembang rumah subsidi, masih harus terus berjuang karena selama dua tahun berturut-turut ketika terjadi pandemi, paling merasakan dampaknya.
"Banyak pengembang rumah subsidi di daerah mengalami kesulitan. Bukan saja karena terganggunya kondisi finansial, juga sejumlah aturan yang diberlakukan sama dengan membangun rumah komersial atau rumah mewah," tutur Junaidi pada Rabu 30 November 2022.
Tak hanya dari sisi pengembang, MBR yang terdampak pun tergerus pendapatannya dengan adanya pengurangan gaji karena efek pandemi.
Selain itu juga ada PHK massal yang terjadi di perusahaan, pabrik sehingga pekerja level bawah dan buruh yang merupakan konsumen rumah subsidi dianggap tidak bankable.