Kritik Mekanisme Penetapan Upah PP 36/2021, Ketua KSBSI Kalbar Harap UMP 2023 Naik 7-8 Persen
Diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan ini merupakan aturan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta
Penulis: Muhammad Firdaus | Editor: Faiz Iqbal Maulid
Apabila dikalkulasikan jika terjadi kenaikan sebesar 8 persen, maka UMP tahun 2023 adalah sekitar +/- Rp 2.628.720. atau naik sebesar Rp 194.720 dari UMP tahun 2022.
"Yang jelas kita berharap, ada perbaikan terhadap upah pekerja buruh saat ini, karena 2 tahun lalu kita anggap 2020, 2021 itu tidak ada kenaikan, 2022 baru naik sekitar Rp 34.000 sangat kecil sekali."
"Jadi adalah kenaikan sekitar 7/8 persen, dan bisa menyesuaikan dengan kenaikan BBM juga saat ini harus dikalkulasi, sesuai dengan kondisi saat ini terhadap upah buruh pekerja," ucapnya.
Melanjutkan penjelasannya, saat ini Pemerintah juga telah menghapus UMSK-UMSP (Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten dan Provinsi) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tersebut. Padahal, di aturan sebelumnya pada PP 78 tahun 2015, upah sektoral menjadi salah satu yang tercantum.
UMS sendiri adalah upah terendah yang berlaku secara sektoral dalam satu Provinsi (UMSP) atau satu Kabupaten/Kota (UMSK), yang mana setiap sektor dikelompokkan menurut klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI). UMSP tidak boleh lebih rendah dari UMP dan UMSK tidak boleh lebih rendah dari UMK.
"Sementara sekarang ini, dulu masih ada upah minimum sektoral sekarang sudah tidak ada lagi, jadi benar-benar yang dipakai adalah PP 36 itu sangat menyulitkan bagi pekerja butuh dalam memenuhi kebutuhannya," ucapnya.
Disisi lain, ia juga menilai bahwa masih banyak perusahaan yang bandel dan tidak menerapkan struktur skala upah, yang merupakan susunan tingkat upah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi atau sebaliknya, yang memuat kisaran nilai nominal upah dari yang terkecil sampai yang terbesar untuk setiap golongan jabatan.
Lebih lanjut, Suherman juga menyebutkan, bahwa pengawasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan untuk memberikan upah sesuai dengan UMP maupun UMK, masih sangat lemah.
"Di aturan itu juga mewajibkan perusahaan untuk menerapkan struktur skala upah, tapi hanya berapa persen dari sekian ribu perusahaan yang ada di Kalbar yang sudah menerapkan struktur skala upah. Jadi, masih tetap berharap kepada kenaikan UMP dan UMK ini," ucapnya.
"Sementara pengawasan masih sangat lemah kami rasakan, masih banyak perusahaan dalam tanda kutip bandel, yang tidak melaksanakan aturan sesuai UU,"
"Dan masih banyak perusahaan yang melakukan pembayaran upah minimum yang tidak sesuai dengan upah minimum Kabupaten/Kota, seperti itu," tutupnya.
Cek berita dan artikel mudah diakses di Google News