Sri Mulyani Sebut Indonesia Akan Menjadi Titik Terang Ekonomi Global yang Memburuk
sepertiga negara di dunia akan mengalami tekanan ekonomi dalam 4-6 bulan kedepan baik karena kesulitan akibat beban utang yang tinggi
"Jangan buru-buru menjual aset investasi anda, karena takut hargannya turun, itu namanya bersikap panik," kata dia sebagaimana dikutip kompas.com
Mike menyadari, dalam kondisi perekonomian yang berada di dalam resesi, kinerja investasi cenderung menurun. Namun demikian, masyarakat disarankan untuk tidak serta merta menjual aset investasinya. Apalagi aset investasi yang dimiliki saat ini nilainya berada jauh di bawah harga beli.
Alih-alih menambah kepemilikan uang tunai, hal itu justru membuat masyarakat merugi.
"Jawabannya itu bukan menjual semua, lalu masukan ke tabungan, ke emas, itu panik. Jawabannya yang paling tepat adalah mengelola risiko investasinya, atau risk management," tuturnya.
Namun, di sisi lain masyarakat disarankan untuk tetap berinvestasi. Harapannya, di tengah lonjakan inflasi dana yang dimiliki masyarakat tidak tergerus, justru berkembang.
Ia pun merekomendasikan kepada masyarakat dengan fokus diversifikasi aset. Adapun dana yang digunakan untuk berinvestasi juga disarankan untuk tidak langsung dalam nominal besar.
"Jadi memang benar, kita harus tetap punya cash, investasi yang aman, betul. Dialokasikan secara proporsional," katanya.
Dia menambahkan, "Lalu dana investasi kita sebar lagi, kita juga bisa membeli investasi likuiditas tinggi, contoh reksa dana pasar uang."
Jangan berhenti investasi
Senada dengan Mike, Perencana Keuangan Alliance Group Indonesia Andy Nugroho mengatakan, dengan kondisi pasar yang fluktuatif, bukan berarti individu harus mengurangi atau bahkan berhenti investasi.
Menurutnya, saat ini individu masih dapat menempatkan dananya di instrumen investasi yang memiliki risiko rendah. Contohnya logam mulia, deposito, atau reksa dana berbasis pendapatan tetap.
"Jadi biar (dana) tetap bisa digunakan, dan dicairkan, namun kemungkinan melawan inflasi cukup kuat, kita bisa ditaruh di uang tunai atau instrumen investasi yang memang gampang dicairkan," tutur Andy.
Selain itu, sebenarnya individu juga masih bisa menempatkan dananya di instrumen investasi berisiko tinggi seperti saham. Namun, ini harus disesuaikan dengan profil investasi masing-masing individu.
Sebagaimana diketahui, profil risiko investasi secara umum terbagi menjadi tiga jenis yakni konservatif, moderat, dan agresif. Di mana konservatif memiliki profil risiko paling rendah, moderat profil risiko menengah, dan agresif profil risiko paling tinggi.
Untuk individu yang memiliki profil risiko konservatif, Andy tidak menyarankan untuk menempatkan dananya di instrumen investasi risiko tinggi, seperti saham.