Tak Bisa Melaut Karena BBM Mahal dan Langka, Desa Nelayan Sepuk Laut Kalbar Serasa Mati Suri

Desa Nelayan Sepuk Laut sendiri berjarak puluhan kilometer dari daratan utama Kecamatan Sungai Kakap yang dipisahkan muara.

Penulis: Ferryanto | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK/Ferryanto
Bahtiar Agani, Nelayan harian dari desa nelayan sepuk laut saat menunjukkan kondisi kapalnya dan jaring ikannya yang rusak, Minggu 25 September 2022. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Akibat sulitnya mendapatkan BBM (bahan bakar minyak) dan tingginya harga, Ratusan Nelayan di Desa Nelayan Sepuk Laut, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat sudah beberapa pekan terakhir tidak melaut dan Desa serasa Mati Suri.

Desa Nelayan Sepuk Laut sendiri berjarak puluhan kilometer dari daratan utama Kecamatan Sungai Kakap yang dipisahkan muara.

Tidak ada akses lain menuju Desa Nelayan tersebut selain menggunakan transportasi air, karena sepuk laut pulau tersendiri.

Penjelasan Soal Lebih Irit BBM Jenis Pertalite atau Pertamax

Dibutuhkan waktu lebih dari 1 jam untuk tiba di desa itu dari pelabuhan Sungai kakap, Kabupaten Kubu Raya menggunakan kapal motor.

Desa Nelayan Sepok Laut dihuni oleh sekira 800 KK yang tersebar di 3 Dusun, dan mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan harian, yang mencari hasil laut diperairan pesisir dibawah 10 Mil.

Mereka berangkat pagi dan pulang petang, hasil tangkapan nelayan Sepuk Laut yakni berbagai jenis udang, ikan kecil dan sotong.

Warga Desa Sepuk laut tinggal ditepian aliran sungai, rumah - rumah dibangun diatas air, dengan setiap rumah memiliki dermaganya sendiri untuk menambatkan kapal ikan mereka.

Di Desa ini, listrik PLN sudah masuk, namun listrik hanya hidup mulai pukul 17.00 hingga pukul 06.00 pagi.

Di desa ini tidak ada terlihat sepeda motor atau mobil, untuk akses transportasi hanya dilakukan menggunakan transportasi air, atupun berjalan kaki.

Kapal nelayan di desa Sepok Laut tidaklah berukuran besar, ukuran kapal - kapal nelayan tradisional sepok laut berkisar panjang 5-8 meter dengan lebar 2 -3 meter bermesin Dompeng berbahan bakar solar yang diawaki 2-3 orang saja, ada pula nelayan yang menggunakan Perahu mesin yang berbahan bakar pertalite.

Akibat langka dan mahalnya BBM, Ratusan Kapal Nelayan Tradisional di Desa itupun terpaksa menambatkan kapalnya sejak beberapa pekan lalu hingga saat ini.

Saat Tribun Pontianak menelusuri Desa tersebut pada Minggu 25 September 2022, ratusan kapal nelayan berukuran kecil hanya bersandar di steher di depan rumah para nelayan.

Tidak ada aktivitas pekerjaan dari warga selain berdiam diri di rumah dan bercengkrama dengan keluarga.

Bila normal, setiap harinya para istri membuat berbagai ikan asin atau olahan ikan dari tangkapan suami yang melaut.

Namun aktivitas itu tidak terjadi dalam beberapa pekan ini, desa seperti mati suri, tidak ada aktivitas tentang nelayan yang pergi dan pulang menangkap ikan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved