Pengamat Pendidikan Kalbar Soroti Tes Skolastik Pada Perubahan Skema Slekesi Masuk PTN
Pengamat pendidikan Kalimantan Barat Dr. Aunurrahman mengatakan bahwa perombakan sistem seleksi PTN tersebut dinilainya merupakan kebijakan instan.
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengumumkan perubahan skema Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan Seleksi Jalur Mandiri.
Memberikan tanggapannya terkait perubahan aturan seleksi SNMPTN, SBMPTN, dan Jalur Mandiri.
Pengamat pendidikan Kalimantan Barat Dr. Aunurrahman mengatakan bahwa perombakan sistem seleksi PTN tersebut dinilainya merupakan kebijakan instan.
• Jalur Masuk PTN Diubah, Rektor Untan Harap Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru Terus Ditingkatkan
Artinya kata dia, ketika terjadi suatu masalah perombakan sistem seleksi tersebut baru dikeluarkan.
“Jadi maksud saya kebijakan instan itu, artinya ketika sudah ada masalah baru kebijakan itu muncul, kalau tidak ada masalah berartikan tidak keluar,” ujarnya, Kamis, 8 September 2022.
Selain itu, ia juga menyebutkan ketika kebijakan seperti ini muncul apakah sudah melalui proses uji publik atau uji-uji yang istilahnya tidak akan memberatkan masyarakat kedepannya.
“Atau kalaupun memberatkan masyarakat bisa menghadapinya,” terangnya.
Pasalnya, banyak seleksi yang harus dilakukan untuk mengikuti seleksi PTN seperti halnya KIP.
Namun pada pengumuman perombakan yang baru oleh Kemendikbud, khususnya pada jalur tes SBMPTN ada test skolastik.
Yang mana tes skolastik biasanya digunakan untuk S2, menurutnya jika calon mahasiswa harus mengikuti tes skolastik.
Untuk bisa bersaing mengikut tes skolastik, setidaknya calon mahasiswa tersebut harus mengeluarkan uang lebih untuk mempelajari secara khusus mengenai tes skolastik.
“Pemerintah dengan banyaknya seleksi melalui jalur KIP misalnya, itukan supaya masyarakat Indonesia yang kurang mampu tetap bisa mengikuti kuliah di perguruan tinggi,” ungkapnya.
“Namun dengan adanya tes skolastik ini, apakah nanti calon mahasiswa bisa bersaing atau tidak, nah ini yang perlu jadi perhatian tadi. Artinya mereka perlu mengeluarkan biaya juga untuk belajar lagi tes skolastik yang tadi,” timpalnya.
Ia memaparkan satu negara yang mengadopsi sistem penerimaan dengan menggunakan tes skolastik.
Kata dia, di Amerika ada tes Graduate Record Examination (GRE). Dimana siswa di Amerika yang hendak melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi harus mengeluarkan biaya tambahan.
“Karena itu tadi tidak terkait lagi dengan mata pelajaran yang mereka pelajari sebelumnya. Ada nilai lebih yang harus mereka pelajari, kalau di Amerika ada yang namanya Graduate Record Examination,” terangnya.
Dr. Aunurrahman yang juga sebagai Wakil Rektor I di IKIP PGRI Pontianak menyimpulkan. Jika tes skolastik diterapkan di Indonesia tanpa adanya persiapan, tidak menutup kemungkinan akan menurunkan motivasi siswa SMA untuk melanjutkan pembelajarannya di perguruan tinggi.
“Intinya seleksi KIP aja sudah berat, apalagi yang mau ikut tesnya seperti ini. Saya rasa itu jadi masalah,” katanya.
Seandainya perubahan skema seleksi tersebut sudah ditetapkan, berarti sudah ada Petunjuk Teknis (Juknis) yang mengatur. Ia menekankan jangan sampai sekolah yang bertanggung jawab atas kelulusan siswanya dibiarkan begitu saja.
“Artinya sekolah harus monitoring juga, siapa siswa-siswa ini yang mau melanjutkan ke perguruan tinggi. Jadi mereka tadi yang mau lanjut keperguruan tinggi harus diberikan pembelajaran, bimbingan secara khusus untuk mempersiapkan diri mereka,” tuturnya.
“Karena saya yakin tidak semua siswa yang akan ingin melanjut keperguruan tinggi itu akan mampu mengikuti tes skolastik ini. Kalaupun mereka ingin mengikuti tes ini, mereka harus belajar dulu,” ujarnya.
Sementara, untuk kelebihan dari perubahan skema seleksi tersebut menurutnya mental calon mahasiswa dapat dilihat dari tes skolastik.
“Apa mereka pelajari secara umum di sekolah tidak lagi menjadi perhatian. Artinya mental siswa ya itu bisa dilihat dari tes skolastik tadi,” pungkasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News