Lokal Populer
Melalui Akun Medsos Miliknya, Sutarmidji Ingatkan Pelaku Perkebunan Jangan Sampai Ada Titik Api
Barat, Sutarmidji menyampaikan bahwa 2019 lalu Pemprov Kalbar memberikan sanksi administrasi kepada 157 perusahaan perkebunan
Penulis: Anggita Putri | Editor: Tri Pandito Wibowo
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengingatkan bagi para pelaku usaha perkebunan jangan sampai ada titik api di koordinat konsesi masing- masing, apapun alasannya.
“Jika ada titik api kita akan tindak dan Alhamdulillah ada perusahaan yang kita ajukan ke Pengadilan karena ditemukan titik api sebanyak 2560 ha di kebun mereka dan dikenakan denda oleh pengadilan sebesar Rp 917 milyar,” tulis Midji di akun Facebook pribadinya @bang.midji, Minggu 21 Agustus 2022.
Mengenai hal tersebut Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menyampaikan bahwa 2019 lalu Pemprov Kalbar memberikan sanksi administrasi kepada 157 perusahaan perkebunan yang terdapat titik api di koordinat perusahaan tersebut.
"Saya tidak mau tau titik api itu siapa yang membakar yang jelas ada di kebun dia. Bahkan yang berat kemarin sebanyak 2560 hektare yang terbakar dan itu terbesar. Jadi itu ada indikasi membakar untuk menanam, kan tidak boleh maka kita ajukan ke pengadilan," ujar Midji, Senin 22 Agustus 2022.
• TMC BRIN di Provinsi Kalbar Lakukan Semai Hujan Buatan di Beberapa Titik Hotspot di Kalbar
Lalu ada juga yang diusulkan Pemprov untuk pencabutan konsesi lahannya. Ini merupakan putusan pengadilan yang ditindaklanjuti KLHK dimana salah satu PT harus membayar Rp 917 miliar rupiah.
"Masih ada upaya hukum sampai ke mahkamah agung dan lainnya. Tapi saya rasa pengadilan harus berpihak pada ini, kalau tidak percuma juga. Terlebih perusahaan juga bukan Indonesia, akan tetapi asing," pungkasnya.
Denda Rp 917 Miliar
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kalbar Adi Yani menyampaikan putusan Hakim bahwa PT RKA didenda sebesar Rp917 miliar.
Ia menyampaikan bahwa putusan hakim terhadap PT. RKA diawali dengan terjadinya kebakaran di areal kebun atau konsesi perusahaan pada 2018-2019.
Saat itu di tahun 2019, Pemprov sempat memberi sanksi administrasi lewat Gubernur Kalbar. Selanjutnya dari sanksi administrasi itu, Pemprov Kalbar justru digugat oleh pihak perusahaan. Hingga kasus tersebut masuk ke pengadilan.
"Pada saat proses pengadilan ternyata kita (Pemprov) menang. Kami lapor ke Pak Gubernur, lalu Pak Gubernur bilang kok dia menggugat kita yang memberi sanksi administrasi. Nah saya diminta untuk koordinasi dengan KLHK, untuk diberi sanksi pidana kepada mereka," ujarnya.
Dari sanalah DLHK Kalbar langsung berkoordinasi dengan KLHK dalam hal ini Dirjen Gakkum KLHK. Selanjutnya kasus tersebut diproses di Dirjen Gakum dan turut dikawal oleh Pemprov untuk disidangkan di PN Sintang.
"Nah setelah di PN Sintang, inilah prosesnya lumayan juga ada hampir setahun juga dan kita menang. Lalu mereka harus membayar denda sebesar Rp917 miliar, tentu mereka akan banding. Kita tak tahu, tapi mungkin mereka akan lakukan banding," paparnya.
Mengenai kelanjutannya Pemprov hanya tinggal menunggu proses hukum selanjutnya, jika pihak perusahaan memang melakukan banding.
"Kalau mereka (perusahaan) tidak banding ya mereka harus bayar (Rp917 miliar). Tapi kalau mereka merasa keberatan mereka banding," ujarnya.
• BPBD Kapuas Hulu Bentuk Komando Satgas Karhutla
Dengan adanya kasus ini ia pun mewanti-wanti pihak perusahaan agar tidak membuka lahan dengan cara pembakaran. Terutama untuk perusahaan-perusahaan perkebunan.
"Sekarang terjadi kebakaran kecil-kecil saja spot, tidak luas. Dan itu karena ada buka perladangan oleh masyarakat. Kalaupun itu terjadi ladang masyarakat di areal konsesi perusahaan, tentu kami lihat lagi, kalau tidak ada lapor dan perusahaan itu mengabaikan, ya bisa kena perusahaan itu," katanya.
Baru-baru ini menurut Adi Yani juga sudah ada lahan terbakar di sekitar dua ribu titik. Dalam hal ini pihaknya sedang melakukan proses evaluasi.
Jika ditemukan ada di dalam areal konsesi perusahaan maka akan dilayangkan surat peringatan (SP) terlebih dahulu. Namun ini masih dalam proses.