Profil
Biografi Singkat Sayuti Melik, Sosok yang Mengetik Naskah Teks Proklamasi, Dulunya Seorang Jurnalis
Nama Sayuti Melik kembali dikenang jelang Hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus.
Penulis: Faiz Iqbal Maulid | Editor: Faiz Iqbal Maulid
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Simak biografi singkat Sayuti Melik, sosok yang mengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Nama Sayuti Melik kembali dikenang jelang Hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus.
Sosok Sayuti Melik lahir pada 25 November 1908 di Rejondani, Yogyakarta dengan nama asli Mohammad Ibnu Sayuti.
Ia adalah suami dari Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan aktivis perempuan pada zaman pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan.
• Biografi dan Karier Sosok Husein Mutahar Pencipta Lagu 17 Agustus Tahun 1945
Masa kecil
Sayuti Melik merupakan anak dari Abdul Mu'in alias Partoprawito, seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman, Yogyakarta.
Sedangkan ibunya bernama Sumilah.
Sayuti Melik memulai pendidikannya di Sekolah Ongko Loro (Setingkat SD) di desa Srowolan, sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat Ijazah di Yogyakarta.
Ketika belajar di sekolah guru di Solo, 1920, ia belajar nasionalisme dari guru sejarahnya yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink.
Pada usia belasan tahun itu, ia sudah tertarik membaca majalah Islam Bergerak pimpinan K.H. Misbach di Kauman, Solo, ulama yang berhaluan kiri.
Ia mulai mengenal sosok Soekarno di Bandung pada tahun 1926.
Ditangkap Belanda
Dikenal sebagai sosok nasionalis, Sayuti Melik pernah ditangkap oleh Belanda pada 1926 karena dituduh membantu PKI.
Ia lalu diasingkan ke Boven Digul dari tahun 1927 hingga 1933.
Pada tahun 1936 ia ditangkap Inggris dan dipenjara di Singapura selama setahun.
Setelah diusir dari wilayah Inggris ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke Jakarta, dimasukkan sel di Gang Tengah (1937-1938).
• Mengenal Sam Ratulangi dan Perjalanan Hidupnya dari Jurnalis Hingga Dinobatkan Pahlawan Nasional
Mendirikan koran Pesat
Sepulangnya dari pengasingan, Sayuti Melik berjumpa dengan SK Trimurti, dan terlibat dalam berbagai kegiatan pergerakan secara bersama.
Keduanya memutuskan untuk menikah pada 19 Juli 1938.
Pada tahun itu juga Sayuti Melik dan SK Trimurti mendirikan koran Pesat di Semarang yang terbit tiga kali seminggu dengan tiras 2 ribu eksemplar.
Karena penghasilannya masih kecil, pasangan suami-istri itu terpaksa melakukan berbagai pekerjaan, dari redaksi hingga urusan percetakan, dari distribusi dan penjualan hingga langganan.
Trimurti dan Sayuti Melik bergiliran masuk keluar penjara akibat tulisan mereka mengkritik tajam pemerintah Hindia Belanda.
Pada zaman pendudukan Jepang, Maret 1942 koran Pesat dibredel Japan, Trimurti ditangkap Kempetai, Jepang juga mencurigai Sayuti sebagai orang komunis.
Bergabung sebagai anggota PPKI
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk 7 Agustus 1945 dan diketuai oleh Soekarno, menggantikan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dibubarkan cepat.
Anggota awalnya adalah 21 orang.
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 orang termasuk didalamnya Sayuti Melik.
• Mengenang Mohammad Hatta, Sang Pahlawan Nasional Pernah Dipenjara di Belanda Hingga Diasingkan
Peristiwa Rengasdengklok
Sayuti Melik termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam penculikan Soekarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945.
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.
Mengetik naskah teks Proklamasi
Konsep naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Subardjo di rumah Laksamana Muda Maeda.
Wakil para pemuda, Sukarni dan Sayuti Melik. Masing-masing sebagai pembantu Bung Hatta dan Bung Karno, ikut menyaksikan peristiwa tersebut.
Setelah selesai, dini hari 17 Agustus 1945, konsep naskah proklamasi itu dibacakan di hadapan para hadirin.
Namun, para pemuda menolaknya.
Naskah Proklamasi itu dianggap seperti dibuat oleh Jepang.
Dalam suasana tegang itu, Sayuti memberi gagasan, yakni agar Teks Proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia.
Usulnya diterima dan Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti untuk mengetiknya.
Ia mengubah kalimat "Wakil-wakil bangsa Indonesia" menjadi "Atas nama bangsa Indonesia".
(*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News