Rektor Untan Sebut Perdagangan di Perbatasan Merupakan Embrio Pusat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Sebagai contoh, di PLBN Aruk, dukungan pembangunan ekonomi kawasan perbatasan dilakukan melalui pembangunan pasar yang terdiri dari 24 kios, rest area
Penulis: Tri Pandito Wibowo | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Rektor Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Garuda Wiko mengatakan membangun Indonesia dari pinggiran, menjadi poin ketiga Nawacita Presiden Joko Widodo, sebagai pembangunan perbatasan Indonesia.
Sesuai Instruksi Presiden sejak 2015 lalu, Kementerian PUPR mulai mengembangkan zona inti Pos Lintas Batas Negara (PLBN), yang diikuti dengan pembangunan sarana dan prasarana zona penunjang untuk mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat, seperti pasar, rest area, warung makan, dan toserba di 3 dari 7 PLBN, yakni Aruk Provinsi Kalimantan Barat, Motaain di Nusa Tenggara Timur (NTT), dan PLBN Skouw di Papua.
"Pembangunan perdagangan dan ekonomi di wilayah perbatasan tidak hanya sebagai gerbang masuk, namun menjadi embrio pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan," ujar Garuda Wiko.
Melalui pembangunan perbatasan diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat sekitar serta mendekatkan dunia usaha (UMKM) dengan konsumen untuk mempromosikan brand dan produk lokal, termasuk kuliner.
Sebagai contoh, di PLBN Aruk, dukungan pembangunan ekonomi kawasan perbatasan dilakukan melalui pembangunan pasar yang terdiri dari 24 kios, rest area, dan fasilitas food court, gedung karantina, mess pegawai, sarana ibadah, toserba, dan sarana parkir.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk merancang model pengelolaan potensi ekonomi perbatasan adalah one village one product (OVOP).
Pengembangan potensi ekonomi dengan konsep OVOP dimaksudkan sebagai pengembangan satu produk unggulan di masing-masing desa atau kecamatan termasuk juga wilayah yang menjadi hinterland dengan pola cluster.
• Untan Berikan Kesempatan untuk Belajar Tatap Muka 100 Persen
Sedangkan cluster itu sendiri adalah suatu kawasan tertentu dimana terdapat sejumlah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menggunakan bahan baku yang sejenis untuk menghasilkan produk yang sama, sejenis, dan saling terkait.
"Produk unggulan yang disyaratkan dalam OVOP harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, produk unggulan wilayah dan atau produk kompetensi inti daerah, bersifat unik khas budaya dan keaslian lokal, berpotensi pasar domestik dan ekspor, bermutu dan berpenampilan baik (market oriented), dapat diproduksi secara kontinyu dan konsisten (consistent and sustainable)," ujarnya.
Selain itu, dalam pengelolaannya, pengembangan ekonomi dengan konsep OVOP menuntut adanya jaringan yang utuh antara pemerintah, dunia usaha, petani, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan para pelaku pembangunan lainnya di daerah perbatasan.
Berdasarkan perspektif demikian, pengembangan kawasan perbatasan perlu ditempuh melalui model pengembangan secara terbuka, dengan mengedepankan pembangunan pada kawasan cepat tumbuh dan kawasan agropolitan.
Hal tersebut perlu dilakukan mengingat kawasan perbatasan umumnya memiliki sumber daya alam potensial yang dapat dikembangkan guna meningkatkan daya saing wilayah perbatasan itu sendiri.
Potensi ekonomi demikian perlu dimanfaatkan secara optimal untuk sekaligus meningkatkan produktivitas ekonomi lokal dan memperluas keanekaragaman kegiatan usaha masyarakat dan dunia usaha.
Kondisi ini akan memberikan peluang bagi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat wilayah perbatasan darat Indonesia-Malaysia yang ada di Kalbar.
Oleh sebab itu, melalui webinar ini diharapkan dapat membuka perspektif dan meningkatkan wawasan serta pemahaman mengenai metode, strategi, dan upaya untuk meningkatkan Perdagangan dan Pengembangan UMKM di Wilayah Perbatasan Kalbar. (*)
(Simak berita terbaru dari Pontianak)