Jaksa Ajukan Kasasi Terhadap Putusan Dua Terdakwa Kasus Dugaan Mafia Tanah di Kalbar Divonis Bebas

Hakim juga membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memulihkan hak-hak, kedudukan dan harkat serta martabatnya dalam keadaan seperti semula.

Penulis: Destriadi Yunas Jumasani | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
H Syukur menunjukkan dokumen saat memberikan keterangan kepada awak media terkait kasus dugaan mafia tanah, di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa 26 April 2022. (Istimewa) 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Terdakwa kasus dugaan mafia tanah, IS (56) dan AB (50),yang merugikan korban Rp 2miliar divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat, pada Senin kemarin.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kalbar padahal menuntut pidana penjara 2,5 tahun dikurangi masa tahanan dan menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan serta penggelapan.

Satu di antara JPU, Eka Hermawan mengatakan, terkait putusan tersebut pihaknya akan segera melakukan langkah hukum kasasi.

Pihaknya diberi waktu selama 14 hari kalender untuk menyiapkan berkas kasasi. Namun, hingga sekarang masih belum mendapat salinan putusan.

Dinkes Provinsi Serahkan Bantuan 60 Ribu Helai Masker ke DMI Kota Pontianak

"Katanya Rabu ini diserahkan ke kita. Nanti langsung kita siapkan materi kasasinya," ucap Eka kepada awak media, Selasa 26 April 2022.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Pontianak, dalam sidang yang digelar kemarin majelis hakim yang diketuai Irma Wahyuningsih tersebut menyatakan terdakwa IS dan AB, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua.

Hakim juga membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memulihkan hak-hak, kedudukan dan harkat serta martabatnya dalam keadaan seperti semula.

Hakim juga menetapkan terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.

Perkara dugaan mafia tanah ini bermula tahun 2014. Saat itu, korban bernama Syukur, bertemu dengan AB dan IS atas perantara YN, mereka menawarkan sebidang tanah seluas 10 hektare depan bekas kantor PT Wana Bangun Agung (WBA), di Jalan Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.

Awalnya, tanah tersebut dipatok seharga Rp 250.000 per meter. Setelah proses negosiasi, disepakati seharga Rp 200.000 per meter.

“Saya tanya ke mereka, apakah tanahnya sudah bersertifikat, dijawab belum. Tapi, mereka menjamin 1.000 persen, bahwa tanah itu milik mereka dan tidak bermasalah,” kata Syukur.

Untuk meyakinkan Syukur, IS dan AB menunjukkan surat jual beli tanah, peta bidang yang dikeluarkan oleh kepala desa setempat dan surat pernyataan tentang penguasaan tanah yang juga diketahui oleh kepala desa.

Keduanya juga menyanggupi dan berjanji akan mengurus sertifikat tersebut.

“Sekitar Oktober 2014, IS dan AB meminta uang sebagai tanda jadi untuk mengurus sertifikat tanah. Lalu saya serahkan uang tunai sebesar Rp 300 juta, dengan dibuatkan bukti kwitansi,” ucap Syukur.

Kemudian, lanjut Syukur, secara bertahap, sampai tahun 2016, telah diberikan uang baik secara tunai maupun transfer kepada IS dan AB, dengan total Rp 2,19 miliar.

“Semua bukti penyerahan tercatat dalam akuntansi,” kata Syukur.

Petaka bagi Syukur tiba bulan Desember 2016. Ketika itu, datang seseorang yang menerangkan, bahwa tanah yang akan dibelinya itu telah memiliki sertifikat atas nama orang lain.

Orang tersebut juga menunjukkan surat-surat bukti kepemilikan. Tak puas sampai di situ, Syukur juga segera mengkonfirmasi kepada pihak BTN Kubu Raya.

Dan ternyata, obyek tanah tersebut saat ini telah dikuasai orang lain berdasarkan sertifikat hak miliki bernomor 3.846, yang dikeluarkan pada tahun 1982.

“Dari situ saya kemudian tahu bahwa tanah tersebut bermasalah,” ungkap Syukur.

Pihak IS dan IB tetap bersikukuh, bahwa tanah tersebut milik mereka dan malah kembali meminta sejumlah uang untuk mengurus sertifikat tanah.

Namun, Syukur tidak mau lagi kecolongan, dengan menyetop memberikan uang tambahan karena merasa telah ditipu, dan meminta uang yang sudah diterima IS dan AB sebesar Rp 2,19 miliar dikembalikan karena awalnya diyakinkan, bahwa jika tanah itu bukan milik mereka, uang akan dikembalikan.

Upaya mediasi dan menunggu janji-janji dari IS dan AB memakan waktu hingga 4 tahun, tapi tak juga terealisasi.

“Sampai sekarang uang itu tak pernah kembali. Selama 4 tahun, sempat beberapa kali dilakukan mediasi. Mereka hanya berjanji. Bahkan akhir-akhir ini IS dan AB tidak mau datang,” ucap Syukur.

Penasihat hukum terdakwa, Herawan Utoro mengatakan kedua kliennya memang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan.

Hal itu dikarenakan dari berkas perkara penyidik dan bukti surat dan atau barang bukti yang terlampir dalam berkas perkara, tidak terdapat fakta yang menunjukkan adanya perbuatan-perbuatan materiel yang dilakukan oleh kedua kliennya di dalam perjanjian jual beli tanah.

Herawan menyatakan, tidak ada yang memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana penipuan ataupun tindak pidana penggelapan yang dipersangkakan penyidik, oleh karenanya berkas perkara itu tidak memenuhi minimal dua alat Bukti.

"Berkas perkara penyidik terkait perjanjian jual beli tanah antara, IS dan AB dengan Syukur, sesungguhnya termasuk dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni," kata Herawan dalam keterangan tertulisnya.

Terkait apakah masuk ranah perdata, sebenarnya terdakwa IS dan AB pernah menggugat korban Syukur dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Mempawah, Rabu 11 November 2020, dengan nomor 67/Pdt.G/2020/PN Mpw.

Beberapa hal yang digugat IS dan AB terhadap Syukur, di antaranya meminta surat pengikatan jual beli yang dibuat pada 21 April 2018 adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kemudian, IS dan AB juga menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi), sehingga meminta tergugat melunasi sisa pembayaran dan menyatakan uang Rp 2miliar yang telah diberikan merupakan beban tergugat.

Sedangkan IS dan AB tidak ada kewajiban mengembalikannya. Namun, dalam sidang putusan Kamis, 15 April 2021, majelis hakim yang diketuai Ezra Sulaiman memutuskan menolak seluruh gugatan penggugat. Bahkan perkara tersebut sudah dinyatakan inkrah. (*)

(Simak berita terbaru dari Pontianak)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved