Dimaafkan Korban, 4 Gadis Tersangka Kasus Pengeroyokan di Pontianak Bebas Dari Tuntutan
kasus pengeroyokan terhadap dirinya tidak dilanjutkan ke proses persidangan, karena selesai melalui Proses Restoratif Justice
Penulis: Ferryanto | Editor: Try Juliansyah
TRIBUN PONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK- "jangan ada dendam diantara kita," kalimat itu terucap dari Dea, gadis muda yang menjadi korban pengeroyokan oleh 4 gadis lain di Kota Pontianak.
Dea mengatakan itu setelah kasus pengeroyokan terhadap dirinya tidak dilanjutkan ke proses persidangan, karena selesai melalui Proses Restoratif Justice.
Bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Pontianak, 4 tersangka penganiayaan terhadap Dea menerima surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) dari Kejaksaan Agung yang diberikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak Wahyudi, Rabu 20 April 2022.
Kasus yang dialami Dea sendiri terjadi pada 6 Januari 2022 lalu, saat itu Dea yang sedang bekerja di Cafe, didatangi oleh keempat tersangka yang bernama Tengku Nazri, Nur Wasilah, Holipa, dan Divha karena berselisih paham di media sosial.
• Wawako Bahasan Apresiasi Peran Guru Ngaji Tradisional dan Penyuluh Agama Islam di Pontianak
Saat itu, mereka pun terlibat cekcok yang berujung keempat tersangka menganiaya Dea yang membuat Dea mengalami memar disejumlah bagian tubuhnya.
Atas hal itu, pihak keluarga membuat laporan kepolisian dan keempat pelaku ditetapkan tersangka atas penganiayaan tersebut dan ditahan di Lapas Perempuan Kelas II A Pontianak.
Pada proses hukum di Kejaksaan Negeri Pontianak, pihak korban khususnya Dea sendiri beserta orang tua sepakat memaafkan para korban setelah proses perdamaian antara para pihak yang terlibat.
Kemudian, permohonan penghentian penuntutan atas perkara para tersangka yang disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar dan disetujui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana umum.
Tuti, ibu dari korban Dea menyampaikan dirinya bersama Keluarga Memaafkan para tersangka dan sepakat tidak melanjutkan proses hukum karena berdasarkan rasa kemanusiaan.
"Ini hanya berdasarkan jiwa kemanusiaan saja, kasihan juga mereka, apalagi ada diantara mereka yang sudah punya anak, saya juga berfikir bagaimana bila anak saya ada diposisi mereka, oleh sebab itu pihak keluarga sepakat untuk memaafkan dan tidak melanjutkan proses hukum, dan inikan bulan baik ya, jadi kita harus memaafkan,,"ujarnya.
Kemudian, Dea memaafkan para tersangka karena para tersangka sudah meminta maaf berkali kali, dan menurutnya para tersangka sudah mendapatkan pelajaran berharga dalam hidupnya setelah menjalani beberapa waktu masa tahanan di Lapas Perempuan.
Hanya satu pesan dari Dea terhadap para tersangka, yakni jangan ada dendam setelah proses ini.
"Jangan ada dendam, dan jangan diulangi lagi, bukan hanya kepada saya tapi juga kepada orang lain,"ujarnya.
Selanjutnya, Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak Wahyudi menyampaikan bahwa ini adalah akhir dari proses penghentian penganiayaan tersebut.
Sesuai dengan peraturan Jaksa Agung, nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, sehingga pada perkara bersifat ringan, dengan ancaman hukuman dibawah 5 tahun, kerugian kecil, pelaku baru pertama kali melakukan pidana, maka bisa dihentikan penuntutannya, namun dengan syarat utama pihak korban memaafkan pelaku.
"Intinya restoratif justice itu keadilan berdasarkan pemulihan, kemudian tidak akan mengulang perbuatannya serta menjaga hubungan baik dengan korban,"tutur Kajari Pontianak Wahyudi.
Wahyudi menegaskan, kendari para pelaku dalam kasus ini sudah dihentikan penuntutannya, namun bilamana para pelaku melakukan tindak pidana pada korban maupun orang lain, maka pihaknya dari Kejaksaan akan kembali membuka kasus ini, dan menuntut para tersangka sesuai dengan pasal yang ada.
"Kalau melakukan pidana yang serius ini bisa kami cabut, dan mereka kena dua, pidana yang ini dan yang lainnya lagi,"jelasnya.
Kejaksaan Negeri Pontianak sendiri sudah mengajukan 5 Perkara untuk Restoratif Justice, dari 5 tersebut 3 diantaranya disetujui. (*)
(Simak berita terbaru dari Pontianak)