Berkaca dari Kasus dr. Terawan: Testimoni vs Bukti Penelitian
Pasalnya, bagi seorang dokter yang memiliki inovasi seperti menciptakan sebuah obat, itu memerlukan proses yang panjang, waktu yang panjang, bahkan bi
Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Akhir-akhir ini publik sempat diramaikan dengan kasus pemecatan dr. Terawan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Kemudian yang juga menjadi kontoversi yang dilakukan oleh dr. Terawan yang merupakan mantan Menteri Kesehatan RI itu adalah mengenai cuci otak dan vaksin Nusantara yang secara testimoni sudah diberikan kepada masyarakat dan katanya itu semua belum melalui bukti penelitian ilmiah.
Tidak sedikit pasien dr. Terawan yang merasa terbantu dengan upaya pengobatan yang dilakukannya. Namun siapa sangka, hal itu belum melalui bukti penelitian secara ilmiah.
Berkaca dari kasus dr. Terawan ini, dr. Chelwy Joycestio memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh testimoni, jika belum ada bukti penelitian secara ilmiah.
Pasalnya, bagi seorang dokter yang memiliki inovasi seperti menciptakan sebuah obat, itu memerlukan proses yang panjang, waktu yang panjang, bahkan bisa berbulan-bulan dan bertahun-tahun, serta memerlukan biaya yang cukup besar.
"Untuk membuktikan sebuah obat, maka memerlukan waktu panjang dan lama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk risetnya dan biayanya mahal," ujarnya saat bincang sehat pada program Tribun Pontianak Official Podcast (Triponcast) bersama Host Rizki Fadriani yang ditayangkan secara langsung di Fanspag Tribun Pontianak Interaktif dan YouTube Tribun Pontianak belum lama ini.
• Alasan dr.Terawan Dipecat dari IDI Apa? Cek Profil Mantan Menteri Kesehatan RI Era Jokowi Ini
"Bahkan sebelum diberikan kepada manusia, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada hewan untuk mengetahui efeknya dan cara kerjanya, sehingga penelitiannya memerlukan waktu yang cukup panjang," imbuhnya.
Sehingga lanjut dr. Joy, masyarakat juga perlu tahu tentang kebenaran sebuah obat, seperti berkaca pada kasus dr. Terawan ini, maka masyarakat juga perlu tahu tentang permasalahan yang sebenarnya.
Pasalnya, bagi profesi dokter juga memiliki kode etik yang harus patuhi dan tidak boleh dilanggar, karena menyangkut nyawa manusia. Contoh kecil yang ia sampaikan adalah seorang dokter tidak bolah mempromosikan sebuah obat dengan profesi sebagai dokter. Kemudian tidak boleh memberikan obat secara sembarangan, artinya setiap obat yang diberikan kepada masyarakat ataupun Pasien harus sudah melalui uji klinis, sudah melalui riset, bukti penelitian ilmiah dan uji coba, serta jelas efeknya kepada manusia. Misalnya obat yang sudah diakuinya oleh dunia adalah jika demam diberikan Paracetamol.
Contoh lainnya kode etik yang harus dilakukan oleh dokter adalah tidak menjanjikan kesembuhan kepada pasien.
"Memaknai Testimoni lebih kepada praktek, tetapi belum ada bukti penelitian ilmiah. Sehingga dalam pelaksanaan testimoni harus sudah melalui bukti penelitian secara ilmiah," ungkapnya.
"Maka untuk masyarakat agar jangan terlalu percaya dengan testimoni, karena harus melihat datanya yang jelas dan bukti ilmiahnya," tuturnya.
Ia juga berpesan kepada khalayak publik, jika misalnya kurang mengerti tentang suatu bidang, maka janganlah berasumsi dulu, apalagi berhubungan dengan UU ITE yang dituntut kepada kita harus bijak. (*)
(Simak berita terbaru dari Pontianak)