Ruslan Buton Mantan Tentara yang Cemas saat Jenderal Andika Beri Ruang Keturunan PKI Bisa Daftar TNI
“Saya merasa prihatin, sangat merasa miris, kecewa juga kenapa beliau menyatakan seperti itu. Jangan ini menjadi catatan sejarah yang tidak baik.”
Adapun kebijakan ini berlaku dalam proses seleksi di tingkat daerah hingga pusat.
Selain itu, Andika juga memerintahkan panitia seleksi untuk segera memperbaiki mekanisme penerimaan prajurit.
“Jadi yang saya suruh perbaiki, perbaiki, tidak usah ada paparan lagi karena sangat sedikit. Tapi setelah diperbaiki itu yang berlaku. Jadi yang PR harus membuat Perpang (Peraturan Panglima TNI) segala macam, segera dibuat,” imbuh dia.
Tidak Masalah
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi tak mempersoalkan dengan kebijakan Andika yang memperbolehkan keturunan PKI ikut seleksi prajurit TNI.
“Bila soal keturunan PKI bisa mendaftar, saya rasa tidak masalah, kan belum tentu diterima," kata Bobby.
Menurut dia, ada sejumlah tahapan seleksi yang harus dilalui oleh calon prajurit TNI. Salah satunya tes wawasan kebangsaan (TWK).
“Selama tetap ada tes wawasan kebangsaan dan memastikan tidak terpapar pemikiran Leninisme, Komunisme dan Marxisme yang merupakan ajaran terlarang berdasar TAP MPRS Nomor 25/1966," jelasnya.
Meski begitu, Bobby justru menyoroti ihwal dihapusnya tes renang.
Pasalnya, hal itu justru berpotensi menambah pengeluaran negara untuk membiayai pelatih renang ketika calon prajurit resmi bergabung dalam bagian angkatan bersenjata.
"Karena prajurit kan harus siap perang di segala medan, dan keahlian renang bukan soal pemerataan kesempatan, tapi soal kemampuan fisik dasar prajurit, yang akan menambah biaya pelatihan dan tambahan waktu," tutur Bobby.
Langkah Progresif
Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai keputusan Andika yang memperbolehkan keturunan PKI daftar tentara sebagai langkah progresif.
Menurut Fahmi, langkah Andika juga sebagai upaya dalam memberikan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
“Sejak reformasi, salah satu concern kita adalah soal penghormatan terhadap HAM. Negara ini memang punya keputusan politik yang melarang ajaran komunisme. Tapi mestinya tidak boleh diterapkan secara membabi buta,” katanya.