Petisi Tolak JHT Ramai ! Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan Baru Bisa Cair saat Usia 56 Tahun ?
Pembuat petisi menilai, aturan ini membuat buruh yang terkena PHK atau mengundurkan diri/resign baru bisa mengambil JHT saat usia pensiun.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Polemik Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) menuai reaksi keras dari elemen publik.
Akibatnya, muncul reaksi penolakan melalui petisi di Change.org.
Terbaru, pantauan Tribunpontianak.co.id, hingga Sabtu 12 Februari 2022 jam 17:55 WIB, ada 176.398 orang yang telah menandatangani untuk mencapai target 200.000 orang.
Petisi ini muncul karena adanya aturan yang menyebut bahwa manfaat JHT akan diberikan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan berusia 56 tahun.
Pembuat petisi menilai, aturan ini membuat buruh yang terkena PHK atau mengundurkan diri/resign baru bisa mengambil JHT saat usia pensiun.
"Padahal kita sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di-PHK," tulis petisi itu di change.org.
"Di aturan sebelumnya, pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja," tambahnya.
(Update berita nasional, internasional dan regional menarik lainnya disini)
• Cara Daftar BPJS Ketenagakerjaan Perusahaan Online! Lengkap Cara Daftar BPJS Ketenagakerjaan Mandiri
Permenaker Nomor 2 Tahun 2022
Dalam Pasal 3, tertulis bahwa manfaat JHT akan diberikan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan saat berusia 56 tahun.
Padahal, pada aturan sebelumnya yang termaktub dalam Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, JHT bisa diklaim setelah satu bulan usai pekerja mengundurkan diri dari tempat bekerja.
"Pemberian manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 huruf a dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan," isi dari Pasal 5 Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Pps. Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJamsostek Dian Agung Senoaji mengklaim, aturan baru ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004.
Program JHT bertujuan untuk menjamin peserta menerima uang tunai pada saat memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia, sehingga pekerja memiliki tabungan ketika memasuki masa pensiun.
"Jika pekerja mengalami PHK, pemerintah telah menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dengan manfaat uang tunai, akses lowongan kerja dan pelatihan kerja," kata Agung, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.
Seiring dengan aturan terbaru tentang JHT ini, Kemenaker pada 22 Februari 2022 juga akan meluncurkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Menaker Ida Fauziyah mengatakan, program JKP akan memberi uang tunai kepada para pekerja atau buruh sesuai iuran yang dibayarkan ke BP Jamsostek.
Asalkan, peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tersebut rutin membayarkan iuran minimal 6 bulan berturut-turut.
Besarannya adalah 45 persen dari upah bulanan untuk 3 bulan pertama, kenudian 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.

• Cara Daftar SIPP BPJS Ketenagakerjaan Lewat HP di https://es.bpjsketenagakerjaan.go.id/sipponline
Serikat pekerja tentang aturan baru
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, aturan baru terkait pengambilan manfaat JHT ini sangat kejam.
"Peraturan baru ini sangat kejam bagi buruh dan keluarganya," kata Presiden KSPI Said Iqbal, dikutip dari Kompas.com.
Karenanya, ia meminta agar Permanaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dicabut.
Apalagi aturan tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain itu, KSPI juga menyebut sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang terkena PHK dapat diambil oleh buruh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) setelah satu bulan di PHK.
(*)