Kisah Sekda Harisson Merantau ke Kalbar Tahun 1994, Pilih Naik Kapal Karena Tak Punya Uang

dr Harisson adalah anak sulung dari lima bersaudara yang berasal dari Palembang, Sumtera Selatan. 

Penulis: Anggita Putri | Editor: Jamadin
Dok. Diskes Kalbar
Kadiskes Kalbar Harisson terpilih dan dilantik menjadi Sekda Kalbar defenitif. 

“Kemudian dokter teladan saat itu dijadikan pegawai negeri pada 1998. Pak Handanu saat itu sudah pegawai negeri, saya masih PTT. Karena Pak Handanu sudah pegawai negeri nilainya tinggi jadi saya teladan dua,” jelasnya. 

Saat menjadi pegawai negeri tempat tugas pertamanya yakni di Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 1998. 

"Saya masuk ke Kapuas Hulu pada 1998 ditempatkan di Rumah Sakit dr. A. Diponegoro Putusibau selama dua tahun hingga 2000,” ungkapnya. 

Kemudian sejak 2000 hingga 2001, Harisson bertugas di Puskesmas Bunut Hilir Kapuas Hulu.

Dari 2001 hingga 2003 dipindahkan ke puskemas Semitau. Dari puskemas Semitau 2003 hingga 2006 menjadi dokter di Puskesmas Kedamin. 

“Lalu di tahun 2006 hingga 2010 saya diangkat menjadi Direktur RSUD A. Diponegoro Kapuas Hulu. Lalu pada 2010 hingga 2019 saya menjabat sebagai Kadiskes Kapuas Hulu. Lanjut di 2019 hingga sekarang saya Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar,” ujarnya.

Dinas Kesehatan Kalbar Distribusikan Handsanitizer dan Vitamin ke Sekolah

Harisson menceritakan  waktu dulu saat berdinas di Puskesmas Kedamin Kapuas Hulu yang mana wilayah kerjanya mencapai Tanjung Rokan yang merupakan daerah perhuluan dan harus melewati arung jeram untuk sampai ditempat tugas . 

“Jika kita pergi pagi jam 6. Maka akan sampai ke daerah tersebut pada jam 4 sore. Tetapi itu kalau tidak singgah. Namun saya singgah disepanjang jalan untuk memberikan pelayanan kesehatan,”ujarny.

Harisson menanamkan didalam dirinya menjadi seorang dokter untuk terus melayani masyarakat dan jangan pernah salah perhitungan.

“Dulu untuk sampai tempat tugas saya menggunakan perahu panjang untuk mengarungi arung jeram, tidak bisa menggunakan fiber. Jadi kita harus membawa peralatan sendiri seperti kompor dan lainnya,” ungkapnya.

Dikatakannya sempat waktu dulu tengah mengarungi sungai untuk sampai ke tempat tugas tapi salah perhitungan waktu bersama stafnya saat itu yang mengatakan masih bisa dilanjutkan perjalanan ke Tanjung Rokan.

“Kami saat itu dari desa beringin. Lalu staf saya bilang masih bisa lanjut ke Tanjung Rokan, tidak tahunya hujan dan gelap lalu mesin mati.  Itu ditengah sungai walaupun dangkal akan tetapi arusnya deras karena daerah perhuluan. Terpaksa kita turun dari perahu mencari tempat langkau (Pondok kecil),” ujarnya.

Pilihan saat itu yakni memutuskan untuk menginap di langkau tersebut dengan kondisi yang banyak nyamuk dan yang paling ditakutkan adalah binatang.

Tak hanya itu saja, sempat menjadi dokter terbang ke Ketapang saat itu dengan transportasi menuju ketapang naik pesawat baling-baling bersama pilot  ke daerah Beginci. 

“Pada pesawat tersebut membawa obat-obatan, bahan makanan dan lainya. Dari situ kita dilepas disuruh memberikan pelayanan di situ. Malah setelah itu pesawat tersebut tidak menjemput,” jelasnya.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved