Harga Cabai Melambung, Distan Sebut Produksi Cabai Kalbar masih Kecil Dibanding Kebutuhan Masyarakat
Bahkan di Kabupaten Sintang, harga cabai rawit menyentuh harga tertinggi dalam sejarah yaitu Rp 200 ribu per kilogram.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat menyatakan Produksi cabai Kalbar diakui masih kecil dibanding kebutuhan masyarakat. Selain itu, anggaran pemerintah untuk meningkatkan produktivitas cabai di Kalbar juga belum sebanding dengan kebutuhan.
Berdasarkan data yang ada di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat untuk panen cabai rawit tahun 2021 dari 14 kabupaten/kota se-Kalbar periode Januari-Desember yakni sebanyak 6.918 ton. Sementara jumlah kebutuhan dari Januari hingga Desember 2021 mencapai 16.226 ton.
Kondisi ini diakui Kepala Bidang (Kabid) Hortikultura, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Provinsi Kalbar Bader Sasmara. Pernyataannya sebagai respons atas kenaikan harga cabai rawit yang sangat drastis di penghujung tahun 2021 ini.
Ia mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga cabai naik hingga Rp 150 ribu per kilogram. Sejak November ke Desember terjadi perubahan harga pasar yang biasa Rp 130 ribu menjadi kisaran Rp 150 ribu. Sedangkan di harga tingkat petani dari Rp 85 ribu sampai Rp 90 ribu.
Bahkan di Kabupaten Sintang, harga cabai rawit menyentuh harga tertinggi dalam sejarah yaitu Rp 200 ribu per kilogram.
“Faktor kenapa harga cabai naik karena ada beberapa kabupaten terkena banjir seperti Sanggau, Ketapang, Kubu Raya, Sintang dan Melawi,” ujar Bader Sasmara kepada Tribun, Rabu 29 Desember 2021.
• Harga Cabai Rawit Tinggi, Kadisbun Kalbar Terus Pantau Harga dan Lakukan Upaya Stabilisasi
Ia mengatakan, selain banjir yang melanda beberapa daerah di Kalbar beberapa waktu lalu, momen Natal dan Tahun Baru menjadi faktor lainnya. Namun demikian, ia tetap mengucapkan terima kasih atas swadaya masyarakat Kalbar dalam menanam cabai dan bawang.
Sebab jika mengandalkan pemerintah, hal itu tidak cukup menopang kebutuhan cabai di Kalbar. Ia mengatakan, pada 2021 bantuan untuk cabai hanya sebanyak 3 hektare yang tersebar, di Kabupaten Bengkayang, Sintang dan Kapuas Hulu, masing-masing satu hektare.
Bantuan tersebut sesuai dengan anggaran yang tersedia untuk cabai dari pemerintah, yang terbilang kecil. “Bahkan untuk tahun 2021 anggaran untuk cabai hanya 3 hektare. Sedangkan kebutuhannya kita banyak, dan secara keseluruhan masih kurang,” ujarnya.
Ia menambahkan, produksi masih kecil dari Januari sampai Agustus 2021 hanya dapat 4.105 ton, sedangkan untuk kebutuhan Kalbar di periode tersebut 8.000-an ton. “Rata-rata saya lihat di daerah kita ada cabai,” ucapnya.
Bader Sasmara mengatakan, solusi konkret yang harus dilakukan pemerintah yakni dengan mendorong petani untuk lebih swadaya dalam menanam cabai. “Jadi kita terus edukasi petani untuk swadaya,” ucapnya.
Selain itu untuk solusi jangka menengah membuat roadmap harga cabai. Ke depan akan dipetakan di mana daerah yang masih kurang cabai dan daerah mana yang banyak cabai rawit. Lalu, hasil petani sebagai dasar untuk mensubsidi cabai di daerah yang kurang guna menjaga kestabilan harga.
Sedangkan untuk solusi jangka panjang, kata Bader Sasmara, perlu stakeholder dan pemerintah untuk membangun BUMD Pertanian. “Dengan BUMD Pertanian kita bisa menentukan harganya berapa, ketika harga cabai tinggi atau anjlok pada panen raya. Kalau harga tinggi lewat (BUMD) inilah kita menstabilkan harganya,” ujarnya.
• Cabai Mahal, Dewan Kalbar Usulkan Pemerintah Buat Kawasan Pertanian Khusus Cabai
Dinas terkait menjadi serba salah menyikapi harga cabai. Ketika produksi bagus, kadang harga justru anjlok. Pada momen harga tinggi seperti sekarang, baru petani menikmati harga itu.
“Ke depan kalau ada BUMD, petani kita kalau masalah biaya tidak masalah, namun yang jadi masalah yakni manajemennya, bagaimana petani menanam secara siklus sehingga serempak panen dan bisa diatur tanamannya,” ungkapnya
Ia mengatakan, pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) atau lainnya bisa memikirkan terkait BUMD. Kalau perlu terkait kawasan, pemerintah juga harus memikirkan Land Banking atau Bank Lahan, karena semakin hari manusia makin bertambah dan lahan semakin sedikit.
“Kalau menggunakan lahan pemerintah tidak mungkin dijual oleh petani, dan nanti manajemennya bisa di bawah BUMD. Sehingga perputaran ekonomi bagus,” ujarnya.
Bader Sasmara mengatakan, petani yang ada saat ini rata-rata di umur 40 tahun ke atas. Selain itu banyak perempuan juga, selain laki-laki. Maka, anak muda perlu dimotivasi untuk kembali ke sektor pertanian.
“Saya yakin kalau diurus secara BUMD atau dengan manajemen yang bagus maka sektor pertanian akan lebih menarik,” ujarnya.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalbar, Heronimus Hero menyampaikan, pihaknya mempunyai tugas dalam memantau harga dan melakukan upaya stabilisasi.
Ia mengatakan bahwa untuk stabilisasi cabai rawit juga sangat tergantung terhadap pemetaan sentra produksinya. “Kalau harganya tinggi kami dekatkan pasarnya. Sehingga biaya angkut bisa kami subsidi dan harga bisa turun,” ujarnya.
Ia mengatakan, fluktuasi harga cabai sangat temporer yang biasanya terjadi saat hari besar keagamaan atau tahun baru. “Masyarakat sebenarnya banyak pilihan atau substitusi. Jadi saat harga naik kita sarankan bisa konsumsi cabai kering, cabai besar, cabai botol dan lainnya,” ujarnya.
Heronimus menyarankan kepada masyarakat agar saat harga cabai rawit naik, sementara beralih ke cabai kering, cabai besar atau memanfaatkan pekaranagan untuk menanamkan cabai. “Karena untuk budidaya cabai ini sangat mudah,” katanya.
Program Khusus
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Sintang, Elisa Gultom mengatakan, faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap produktivitas cabai. Ketika cuaca tidak mendukung, kenaikan harga cabai dinilai tidak terhindarkan.
Hal itulah yang menyebabkan kenaikan harga cabai hingga Rp 200 ribu per kilogram (kg) di Sintang. "Karena tanaman ini kan sangat tergantung pada cuaca. Ketika musim hujan ekstrem, mulai banjir kemarin, itu yang membuat faktor utama (harga naik), sehingga kalau pun ada yang berhasil panen sangat terbatas, maka harga naik. Ketika barang kosong harga melambung,” kata Gultom, pada Rabu 29 Desember 2021.
“Saya pikir dalam kondisi hujan tinggi, lembap, yang namanya serangan hama kuat nyerang, sehingga tidak bisa dihindari nah itu dia membuat cabai banyak yang mati," imbuhnya.
Gultom menyebut, pihaknya melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) tetap memberikan pendampingan terhadap petani cabai, seperti di Desa Pakak, Kecamatan Kayan Hilir. Pendampingan diberikan terhadap petani gagal panen akibat serangan hama dan cuaca ekstrem.
"Bantuan obat dan pendampingan tetap jalan. Namun kalau kondisi hujan masih cukup tinggi, ya saya pikir percuma juga," katanya.
Menurut Gultom, potensi cabai di Kabupaten Sintang, cukup lumayan. Hanya saja, saat ini masih didominasi cabai dari Desa Pakak. Gultom mengaku dinasnya tidak punya program khusus untuk meningkatkan produktivitas cabai.
"Selain Pakak, tempat lain ada, tapi bukan sentral. Program ke depan supaya banyak petani cabai, secara khusus tidak ada sih program itu. Karena begini, memprogramkan komoditas itu, tidak boleh juga, berisiko. Begitu dia banyak, timpang, yang terjadi anjlok harganya. Kadang tidak masuk akal juga murahnya, naiknya juga," ungkapnya.
Soal harapan petani cabai Desa Pakak minta pendampingan PPL dan bantuan obat hama, Gultom menyebut akan memperhatikan hal itu. "Solusi obat, sebenarnya kalau dari kita tidak ada stok, katakanlah stok pupuk, obat, itu mana ada di sini. Biasanya kan mengikuti tahun anggaran kalau ada pengadaan seperti itu," ujar Gultom.
Perbanyak Budidaya
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Sintang Sudirman memperkirakan harga cabai akan stabil sekitar awal pertengahan tahun 2022.
Menurutnya, melejitnya harga cabai disebabkan oleh kurangnya pasokan dari petani lokal dan dari luar Sintang. Sementara, upaya untuk mendatangkan cabai dari luar Kalbar juga sulit, karena juga panen juga berkurang.
"Kita melihat harus ada kebijakan dengan melibatkan (instansi lain) jangka menengah. Jangka pendek itu berupaya mendatangkan cabai dari luar," kata Sudirman.
Sudirman melihat, persoalan kenaikan harga cabai selama ini pasokannya tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Menurutnya, pemerintah harus mengintervensi petani cabai, dan merangsang masyarakat agar mau membudidayakan cabai.
"Kita sudah tahu selama ini kendala produksi kurang, keinginan masyarakat tanam cabai rendah. Kita harus dorong pemerintah mengintevensi melakukan pembinaan, dilakukan oleh dinas terkait," katanya.
Disperindag, kata Sudirman, tidak bisa sendiri. Pihaknya fokus pada aspek perdagangan, pemasaran dan hilirisasi produk. Sementara aspek pembinaan, dan intervensi langsung petani cabai ada di instansi pertanian.
"Jangka panjang tentunya harus ada keterlibatan intansi terkait, misal pertanian budidaya cabai, kemudian hortikultura juga. Ini ke depan harus komprehensif melihatkan semua dinas mengeroyok budidaya cabai agar bisa dilakuka oleh masyarakat, terutama daerah potensi.
Program pemerintag meningkatkan produksi ya memperbanyak budidaya cabai," ujar Sudirman.
[Udate Berita Seputar Cabai di Kalbar]