Apa Itu Sistem AHWA atau Ahlul Halli Wal Aqdi? Digunakan Dalam Pemilihan Ketua Umum Nahdlatul Ulama
Metode AHWA Pemilihan rais aam atau pemimpin tertinggi NU sendiri akan dilakukan dengan sistem perwakilan atau ahlul halli wal aqdi (AHWA).
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di Tanah Air tengah menggelar Muktamar ke 34 yang dilangsukan di Lampung 22-24 Desember 2021.
Hari ini Jumat 24 Desember 2021 adalah hari terakhir Muktamar dalam rangka menentukan pucuk pimpinan organisasi yang disebut-sebut berpengaruh besar terhadap konstelasi politik di Tanah Air tersebut.
Tak dipungkiri, banyak tokoh-tokoh NU tergabung dalam partai-partai politik yang bisa menenjukan kebijakan di Indonesia.
Selain tergabung dalam Parpol, tokoh-tokoh NU juga banyak yang menjabat di posisi strategis di Indonesia.
Sehingga pemilihan ketua umum PBNU selalu menyita perhatian publik.
Muktamar ke 34 PBNU di Lampung selain memilih ketua umum tentunya akan dipilih Rais Aam dan Ketua Umum PBNU yang baru.
• PROFIL KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya Ketum PBNU Muktamar Lampung & Selisih Suara Said Aqil
Agenda ini menarik perhatian publik lantaran muncul sejumlah nama yang digadang-gadang menempati kursi tertinggi ormas tersebut.
Metode AHWA Pemilihan rais aam atau pemimpin tertinggi NU sendiri akan dilakukan dengan sistem perwakilan atau ahlul halli wal aqdi (AHWA).
Tradisi pemilihan tersebut dimulai ketika Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, 2015 lalu.
Sekretaris Panitia Pengarah Muktamar NU Asrorun Niam pada Kompas.id, Selasa 21 Desember 2021 mengatakan, ketentuan mengenai pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) telah diatur dalam AD/ART hasil Muktamar Ke-33 NU di Jombang.
Hal itu tertuang dalam Pasal 40 AD/ART NU yang berbunyi, "Rais Aam dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat dengan sistem ahlul halli wal aqdi (AHWA)".
Menurut pasal tersebut, AHWA terdiri dari sembilan ulama yang ditetapkan secara langsung dalam muktamar.
Kriteria utama yang dipilih menjadi AHWA ialah berakidah ahlussunah wal jama’ah annahdliyah, bersikap adil, alim, memiliki integritas moral, tawadhu (rendah hati), berpengaruh, dan memiliki pengetahuan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik, serta wara’ dan zuhud.
Adapun pada pasal yang sama dikatakan bahwa ketua umum PBNU dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam muktamar.
Sebelumnya, calon ketua umum harus menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapatkan persetujuan dari rais aam terpilih.
• HASIL Muktamar PBNU :KH Ma’ruf Amin Jadi Tim AHWA, Nama KH Said Aqiel Siradj dan Gus Yahya Menguat
Sempat gaduh
Sebelum diatur dalam AD/ART hasil muktamar ke-33 Jombang, metode pemilihan rais aam sempat buntu dan gaduh.
Kala itu, muncul dua pendapat mengenai mekanisme pemilihan rais aam, yaitu melalui one man one vote atau dengan sistem perwakilan oleh para rais syuriah.
Penjabat sementara Rais Aam PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dan para kiai sepuh akhirnya memutuskan untuk melakukan pemilihan rais aam dengan sistem perwakilan.
”Kalau Anda tidak bisa disatukan lagi, saya dengan para kiai memberikan solusi. Kalau bisa musyawarah, kalau tidak bisa pemungutan suara. Itu AD/ART kita. Karena ini urusan rais aam, kiai-kiai akan memilih pemimpin kiai,” ujar Gus Mus seperti dilansir dari Kompas, 5 Agustus 2015.
Solusi dari Gus Mus dan sejumlah kiai sepuh NU itu pun akhirnya disepakati.
Untuk pertama kalinya, mekanisme pemilihan rais aam diserahkan kepada semua rais syuriah dari pusat, wilayah, hingga cabang.
Kesepakatan di Jombang itu sekaligus mengembalikan sistem musyawarah mufakat pada pemilihan rais aam NU.
Sebelumnya, sejak Muktamar Ke-27 NU di Situbondo, Jawa Timur, hingga muktamar ke-32 di Makassar, Sulawesi Selatan, sistem yang dipakai untuk memilih rais aam berupa voting seperti di parlemen.
Namun, demikian, model pemilihan dengan sistem voting di NU justru dinilai berakibat buruk dan menghasilkan kelompok-kelompok atau geng.
Sementara, AHWA dinilai mampu mengembalikan sistem pemilihan pada sistem musyawarah mufakat yang sesuai dengan sila keempat Pancasila.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemilihan Rais Aam NU Digelar dengan Sistem AHWA, Apakah Itu?",