Koalisi Muda Kalbar Gelar Diskusi Publik & Pameran Seni, Gaungkan Satgas Kekerasan Seksual di Kampus
Pameran kolektif ini bertujuan untuk menyarakan keresahan dan mengalurkan ekspresi, sebagai respon atas maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan da
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Koalisi Muda Kalimantan Barat (KM Kalbar) terus berupaya melakukan pencerdasan kepada publik, guna terciptanya kepedulian terhadap isu kekerasan seksual. Upaya ini diimplementasikan melalui Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, yang diselenggarakan sejak 25 November hingga 10 Desember 2021 dalam beragam bentuk kegiatan.
Satu di antara sekian banyak rangkaian agenda adalah pameran, dengan tema “Redam dan Reda”, serta diskusi publik bertema ‘Bedah Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021’, di Bermuda Café, Jl Pulau We, Selasa 7 Desember 2021 malam.
Lebih dari 70 anak muda bergabung dalam kegiatan ini.
‘Redam’ dan ‘Reda’ digabung menjadi REDAM merupakan pameran yang menampilkan pameran, lukisan, ilustrasi, foto hingga patung. REDAM sendiri dimaksudkan agar suara-suara yang teredam dapat dikeluarkan dan meredakan kegelisahan.
Pameran kolektif ini bertujuan untuk menyarakan keresahan dan mengalurkan ekspresi, sebagai respon atas maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan situasi kritis dalam hal penanganan serta pencegahannya.
• Puskesmas Antibar Gandeng Poltekkes Pontianak Gelar Vaksinasi
Dalam diskusi publik, Rektor IKIP PGRI Pontianak, Rustam, mengapresiasi kegiatan yang digelar KM Kalbar. Dia mendukung Permendikbudristek No.30 tahun 2021, yang dibedah bersama dalam diskusi. Menurutnya kekerasan seksual di kampus harus dicegah dan ditangani.
"Yang lebih parah adalah para pendidik. Miris rasanya. Saya tidak memungkiri itu, karena memang terjadi demikian. Apalagi diintimidasi dengan nilai mata kuliah, persoalan ujian dan diintimidasi dengan berbagai hal. Mari kawan-kawan kita bangkit menegakkan hal ini," katanya.
Diskusi selanjutnya dipantik oleh Putriana (Ketua Rumah Perempuan dan Anak Kalbar), Fitri Radiantini (Ketua KOHATI Badko Kalbar), Mahrus Agustian (Ketua Rumah Diskusi Kalbar), dan Arniyanti (Pegiat Gemawan).
Pola dan Budaya Patriarkis di Indonesia
Putriana dalam pemaparannya menyoroti pola dan budaya patriarki, yang masih berkembang di masyarakat hingga saat ini.
“Sehingga yang menjadi pandangan adalah dalam perspektif laki-laki. Laki-laki diberi otot dan juga kekuatan yang lebih daripada perempuan, selain itu mind set lain adalah laki-laki lekat dengan karir sedangkan perempuan identik dengan dapur. Hal ini yang membuat perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah,” ungkapnya.
Lebih jauh, ia juga turut memberikan contoh dari budaya patriarkis yang berkembang hingga menyebabkan terjadinya kekerasan seksual.
“Berdasarkan hal ini, laki-laki punya potensi melakukan kekerasan seksual kepada perempuan. Hal ini karena perempuan kalah secara fisik maupun secara kuasa. Hal ini tidak terlepas terjadi di ruang terbuka publik, oleh senior kepada juniornya, oleh atasan kepada pegawainya, oleh pula dosen terhadap mahasiswinya,” tutur Putri.
Ia juga menyoroti perihal banyaknya kontra dari Permendikbudristek No.30 tahun 2021 dengan anggapan akan melegalkan zinah di kampus, karena adanya frasa persetujuan korban, sehingga muncul pernyataan dibolehkan jika dilakukan secara suka sama suka.
Menurut dia dalam Alquran disebutkan agar jangan mendekati zinah. Kekerasan seksual adalah zinah yang berarti tidak diperbolehkan, apalagi pemaksaan seksual dan lain sebagainya adalah bagian dari zinah pula.
• BPM Kunjungi IKIP PGRI Pontianak, Rustam Sebut IKIP PGRI Komitmen Ingin Majukan Pendidikan di Kalbar
“Jadi Permendikbud ini sebenarnya ingin mengendalikan potensi zinah dalam kekerasan itu. Ada banyak zinah dalam kekerasan itu, model-modelnya pelecehan dan lain sebagainya yang tidak dilihat oleh mereka yang kontra,” terangnya.
Perempuan Dukung Perempuan
Dukungan terhadap korban kekerasan juga turut diberikan oleh KOHATI Badko Kalimantan Barat. Dalam pemaparannya pada diskusi, Fitri Radiantini yang merukan ketua OKP tersebut menyatakan bahwa perempuan perlu dukungan khusus dalam kasus kekerasan. Upaya tersebut salah satunya dengan cara mendorong dan mendukung Permendikbudristek No.30 tahun 2021.
Ia juga turut menyoroti perihal data yang menunjukkan bahwa kini 77% kekerasan seksual terjadi di kampus, namun 66% dari korban tidak berani untuk mengadukan kasusnya dan tidak mendapatkan pelayanan dalam penyelesaian kasus. Menurutnya, hal ini penting untuk disoroti sehingga perlu adanya Permendikbud tersebut.
“Sebagai OKP keperempuanan, kami konsen mendukung Permen ini, kami juga senantiasa memberikan edukasi utamanya kepada perempuan, hal ini karena biasanya perempuan ketika mendengar kata seksual atau misalnya payudara dianggap sebagai hal yang malu atau tabu sehingga informasi dan edukasi harus diberikan,” bebernya.
Mahrus: Laki-Laki Juga Banyak yang Menjadi Korban KS
Kasus kekerasan seksual (KS) dapat terjadi dimana saja dan menimpa siapa saja. Potensi menjadi korban tidak hanya terjadi pada perempuan, namun juga laki-laki dan gender lainnya. Hal tersebut diungkapkan Mahrus Agustian yang merupakan ketua Rumah Diskusi Kalbar.
“Jangan membatasi konteks bahwa kekerasan seksual adalah hanya perempuan saja, saat ini laki-laki juga banyak yang menjadi korban,” tegasnya.
Sebagai organisasi kepemudaan, Mahrus turut menyayakan bahwa Rumah Diskusi komitmen dalam mendorong Permen yang ada melalui cara mengawal pembentukan satgas yang bersih dari unsur KS dilingkup kampus khususnya IKIP PGRI Pontianak.
• Giat Operasi Pekat, Unti Reskrim Polsek Singkawang Tengah Tertibkan Penjual Petasan
“Rumah Diskusi mendorong dibentuknya satgas anti kekerasan seksual. Sekarang yang penting adalah mereka yang terlibat dan menjadi bagian dari satgas adalah mereka yang bersih, bukan bagian dari predator-predator kampus,”.
“Saya mengajak seluruh yang hadir dalam forum ini, untuk bersama-sama kita kawal Satgas yang bersih dan sesuai dengan perspektif korban ke depannya,” ujarnya.
Tubuh Adalah Otoritas Masing-Masing
Arniyanti, Pegiat Gemawan telah beberapa kali menjadi pendamping dalam penanggan kasus KS di Pontianak. Ia membenarkan bahwa selama ini kasus KS kerap sulit untuk diungkap karena berbagai faktor seperti halnya intimidasi dan lain sebagainya masih kerap terjadi. Oleh karenanya penting mendukung adanya Permendikbud yang ada.
Ia juga menggarisbawahi bahwa menjadi pelaku atau korban dalam KS sangat mungkin terjadi pada siapa saja. Jika tidak ada aturan yang mengatur, bukan tidak mungkin hal serupa akan semakin besar namun dengan penanganan yang berlarut.
Lebih jauh, ia juga menyatakan bahwa konteks kekerasan seksual yang ada tidak hanya menjangkau laki-laki, saat ini banyak pula perempuan yang menjadi pelaku KS sehingga menambah edukasi dan menjaga diri penting untuk dilakukan. “Tubuhmu adalah otoritas dirimu,” pungkas Arni. (*)
Penulis: Tim Publikasi Koalisi Muda Kalbar
[Update Informasi Seputar Kota Pontianak]