CHINA Terancam Krisis? Kasus Gagal Bayar Utang Serupa Evergrande Group Kembali Terungkap di Tiongkok
Dengan harga rumah yang jelas berada di luar jangkauan rumah tangga rata-rata, investor khawatir Presiden China Xi Jinping dapat mengambil langkah-lan
Langkah ini diambil guna menilai struktur modal, likuiditas, dan solusi perbaikannya.
• GAWAT! Kapal Perang China Mondar-mandir di Laut Natuna, Nelayan Indonesia Ketakutan Cari Ikan
Pengembang yang berbasis di Shanghai tersebut tidak segera menanggapi permintaan komentar pada hari Senin, dan selama liburan Golden Week di China.
Peringkat Sinic telah diturunkan ke kisaran CCC oleh Fitch Ratings dan S&P Global Ratings pada akhir September lalu.
Ini mencerminkan berkurangnya kejelasan tentang rencana pembiayaan kembali perusahaan itu.
Sinic memiliki utang yang nilainya sebesar US$ 246 juta, pada obligasi dolar AS yang jatuh tempo 18 Oktober mendatang.
Selain itu, perusahaan juga memiliki notes dengan 10,5% yang jatuh tempo pada 2022 berada di 17,9 sen setelah penurunan obligasi dan saham September setelah pembayaran yang terlewatkan.
Perusahaan properti berada di bawah pengawasan ketat karena kekhawatiran penularan atas riak China Evergrande Group melalui sektor ini.
Meningkatnya tekanan di antara perusahaan properti telah mendorong default obligasi korporasi China ke rekor tertinggi tahun ini karena Beijing menekan sektor yang sarat utang.
Tekanan pembiayaan kembali diperkirakan akan bertahan dengan imbal hasil obligasi sampah China, yang didominasi oleh pembangunan, sekitar 14,6%, menurut indeks Bloomberg.
Bengembang besar lainnya seperti Vanke Co, Poly Group sebagai perusahaan pelat merah dan Wanda Group belum melaporkan masalah serupa.
Tetapi ratusan pengembang kecil telah ditutup sejak regulator pada 2017 mulai memperketat kontrol atas taktik penggalangan dana seperti menjual apartemen sebelum konstruksi dimulai.
Menurut Rushi Advanced Institute of Finance, harga kondominium di selatan kota Shenzhen sekarang 57 kali lipat dari pendapatan tahunan rata-rata. Nilai itu 55 kali lipat dari pendapatan di Beijing.
• TIONGKOK ‘Tekan’ Vietnam Tak Macam-macam di Laut China Selatan
Padahal pada puncak gelembung ekonomi Jepang pada tahun 1990, kondominium Tokyo hanya 18 kali lipat dari pendapatan tahunan rata-rata di negara tersebut.
Dengan harga rumah yang jelas berada di luar jangkauan rumah tangga rata-rata, investor khawatir Presiden China Xi Jinping dapat mengambil langkah-langkah untuk mendinginkan gelembung properti ini.
Terlebih Xi Jinping telah menggelar kampanye kemakmuran bersama barunya membayangkan ekonomi yang lebih adil di mana hasil pembangunan dibagikan secara lebih luas.
Akankah kasus Sinic Holdings Group Co dan Evergrande Group pada akhirnya akan mengguncang Tiongkok dan menggiringnya ke krisis ekonomi?
Bagaimana menurut Sobat Tribun Pontianak sekalian? (*)
Materi di artikel ini juga telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Tak hanya Evergrande, pengembang ini juga kesulitan bayar utang