Putri Jenderal Ahmad Yani Ceritakan Kehidupannya Saat Hijrah ke Desa Setelah Peristiwa G30S/PKI
Bagi Amelia Yani, tinggal di desa berhasil melunturkan segala dendam, amarah, kebencian, dan penyakit hati lainnya yang selama ini dia rasakan.
Di desa, kegiatan Amelia Yani sehari-hari berkutat dengan alam seperti ke sawah.
Saat tinggal di desa Amelia Yani bahkan juga mempunyai sawah, kolam ikan gurame hingga berbagai macam pohon buah-buahan.
"Saya sendiri di desa. Bangun pagi, jam enam saya sudah di sawah. Saya punya sawah, saya punya kolam ikan gurame, punya pohon buah-buahan, mangga, saya punya pepaya, pisang," cerita dia.
"Semua, semua saya punya, punya ayam, saya jualan telur ayam, tapi rugi terus, enggak pernah untung, enggak tahu kenapa," timpalnya.
Amelian Yani juga mengaku bahwa dia banyak bergaul dengan para petani.
"Itulah belajar. Saya banyak bergaul dengan petani. Saya ke Bukit Menoreh. Kalau orang ingat (buku seri) Api di Bukit Menoreh, saya sudah sampai di ujungnya, di Puncak Suryoloyo itu. Waktu malam 1 Suro, mereka semua (warga) ke puncak gunung. Dan, saya sudah di sana, saya sudah ke mana-mana," ujarnya.
Hingga akhirnya, setelah 20 tahun berada di pedesaan itu, Amelia Yani dan anaknya memutuskan untuk kembali ke Jakarta.
"Dan setelah tinggal di desa 20 tahun lebih sedikit, anak saya manggil. Katanya, enggak cocok di situ. Jadi, saya meninggalkan dusun, balik lagi ke kota, Jakarta," pungkasnya. (*)