Kayu Ulin Tak Lagi Dilindungi, Kekuatannya Jadi Daya Tarik
Selain Kayu Ulin, ada sembilan jenis tanaman hutan lain yang dikeluarkan dari jenis tanaman dilindungi.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kayu Ulin atau biasa disebut kayu belian, kini tak lagi masuk dalam daftar jenis tanaman hutan yang dilindungi.
Hal itu setelah munculnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018.
Selain Kayu Ulin, ada sembilan jenis tanaman hutan lain yang dikeluarkan dari jenis tanaman dilindungi.
Baca juga: Urutan Planet di Dalam Tata Surya yang Terdekat hingga Terjauh dari Matahari
Kesembilan tanaman itu yaitu merbau maluku, kempas kayu raja (Koompassia excels), kempas malaka (Koompassia malaccensis) dan medang lahu (Beilschmiedia madang).
Selain itu juga palahlar nusakambangan/keruing (Dipterocarpus littolaris), palahlar mursala (Dipterocarpus cinereus), damar pilau (Agathis borneensis), kokoleceran (Vatica bantamensis), dan upan (Upuna borneensis).
Baca juga: 4 Jenis Ikan Belida yang Tak Boleh Lagi Dikonsumsi dan Dijual
Kayu Ulin adalah vegetasi asli yang lebih dikenal dengan sebutan Kayu Besi Kalimantan.
Kayu dari pohon ulin dari tahun ke tahun diburu untuk dijadikan bahan baku utama pembuatan rumah dan perumahan.
Seperti diberitakan Kompas.com 11 April 2020, di tahun 2020 saja diperkirakan populasi ulin yang masih bertahan di Kalimantan Selatan hanya di angka 20%.
Bagas Dwi Nugrahanto, Manager FNPF Kalimantan, mengatakan bahwa ulin sebenarnya sudah masuk ke dalam daftar pohon-pohon dalam kawasan hutan yang dilindungi sejak tahun 1972.
"Sejak awal berdirinya IUCN atau Uni Internasional untuk Konservasi Alam, ulin juga sudah langsung dimasukkan ke dalam daftar merah, masuk ke dalam tumbuhan langka dan endemis," begitu papar Bagas kepadaKompas.com, Kamis 22 Mei 2021 siang.
Kelangkaan ulin disebabkan oleh banyak faktor.
Pertama adalah banyaknya pihak yang memburu kayu dari pohon ini dan mengeksploitasinya secara besar-besaran untuk kebutuhan industri.
Yang kedua, pohon ulin juga pohon istimewa karena bukan pohon yang gampang dibudidayakan dengan cepat.
"Pohon ulin memiliki masa pertumbuhan sangat lama, perlu ratusan tahun untuk ulin bisa tumbuh tinggi besar," katanya.
"Rata-rata dalam setahun, pertumbuhan diameter pohon hanya berkisar sekitar 0,058 cm saja," lanjutnya.
Proses perkecambahan ulin juga sangat lambat, yang membuat pohon ini sangat susah untuk dibudidayakan.
Di samping itu, komposisi dan struktur tanah juga sangat menentukan keberlangsungan hidup dari bibit pohon ulin.
Jika ingin membudidayakan ulin, maka semua pihak harus bekerjasama memberikan perhatian lebih untuk keberlangsungan hidup bibit-bibit ulin.
Sayangnya, sampai saat ini belum ada kawasan khusus yang dijadikan sebagai area konsentrasi budidaya ulin.
"Terlebih, pada 28 Desember 2018, Menteri Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, melalui Peraturan Nomor 106 Tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, justru mengeluarkan 10 tanaman dari deret yang ada. Termasuk di dalamnya, adalah pohon ulin," pungkas Bagas Dwi Nugrahanto.
Kebijakan tersebut kembali disorot setelah Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar pamer baju adat Dayak di Hari Lahir Pancasila.
Bukannya mendapat tanggapan positif, netizen justru ramai-ramai mengkritisi kebijakan yang dilakukan Siti Nurbaya Bakar terhadap keberlangsungan hutan di Kalimantan.
Termasuk soal Kayu Ulin yang tak lagi dimasukkan dalam daftar jenis tanaman hutan yang dilindungi.
Percepat Kehilangan Hutan Alam
Kebijakan ini dikhawatirkan mendorong laju percepatan kehilangan hutan alam terutama yang masih terlindungi di hutan konservasi maupun hutan-hutan adat.
“Fakta di lapangan jenis-jenis tersebut sudah langka dan semakin langka karena eksploitasi berlebihan. Saya kurang setuju kalau dikeluarkan dari daftar yang dilindungi,” kata Supriyanto, Pakar Bioteknologi Hutan dan Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Minggu 3 Februari 2019 di Jakarta.
Ia menjelaskan jenis-jenis tanaman yang dikeluarkan dari daftar dilindungi dalam Permenlhk 106 tersebut belum ada yang membudidayakan sebagai tanaman budidaya. \
Yang ada saat ini, tanaman tersebut ditanam sebatas untuk arboretum atau tanaman koleksi di hutan pendidikan atau di kampus-kampus.
Pemilik izin pembalakan/Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) atau HPH sebatas melindungi atau tidak menebang.
Pengelola konsesi tersebut belum ada yang memperbanyak alih-alih menanam di kawasannya.
Selain itu, IUPHHK-Hutan Tanaman Industri belum ada yang menggunakan jenis-jenis tersebut
Kekuatannya Jadi Daya Tarik
Kayu ulin termasuk dalam jenis kayu yang cukup menarik perhatian untuk digunakan dalam konstruksi bangunan.
Tamanan khas dari Kalimantan ini memiliki kekuatan dan keawetan nomor satu jika dibandingkan dengan jenis kayu lainnya.
Ketahanan sangat baik dalam menghadapi perubahan suhu, kelembaban dan juga pengaruh dari air laut, sehingga kayu ulin sering kali digunakan sebagai bahan baku bangunan.
Terutama bangunan yang terletak di tempat dengan kondisi ekstrem, seperti jembatan, tiang listrik, dermaga, bantalan kereta api, dan lainnya.
Beragam jenis dari kayu ulin yang memiliki warna berbeda, juga sering kali dimanfaatkan sebagai bahan baku atap sirap, pondasi bahkan lantai rumah.
Namun, untuk furnitur berbahan dasar kayu ulin kurang di rekomendasikan karena kekuatan dari kayu tersebut membuat pemrosesan akan memakan waktu lebih lama.
Hal tersebut juga membuat harga furnitur yang menggunakan kayu ulin menjadi lebih mahal dari furnitur dengan kayu lain.
Jika dibandingkan dengan kayu jati, kayu ulin memiliki pohon yang besar bahkan bisa mencapai tinggi 50 meter dengan diameter 120 cm.
Kayu ulin juga memiliki kandungan alami yang membuat kayu tersebut anti rayap.
Hal tersebut tentunya menjadi salah satu keunggulan tersendiri untuk menggunakan kayu ulin pada konstruksi rumah mu
______________
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia: Menengok Ulin yang Makin Langka di Hutan Kalimantan "
Penulis : Inten Esti Pratiwi
Editor : Inten Esti Pratiwi