Kenapa Orang yang Sudah Vaksin Masih Bisa Positif Covid-19? Begini Penjelasan Kemenkes

Satu di antaranya seperti yang dialami Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR RI, Fadli Zon.

Editor: Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK/Muzammilul Abrori
Karyawan Tribun Pontianak kembali menerima suntikan vaksinasi Covid-19 dosis kedua, yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Kubu Raya melalui Dinas Kesehatan, pada Kamis 29 April 2021. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Orang yang sudah disuntik vaksin, masih berpotensi untuk terinfeksi virus corona Covid-19.

Satu di antaranya seperti yang dialami Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR RI, Fadli Zon.

Sebelum dinyatakan terinfeksi Covid-19, politisi Partai Gerindra ini pada Maret lalu sudah mengikuti vaksinasi dua kali.

Lalu kenapa setelah vaksinasi masih bisa positif Covid-19?

Baca juga: LOGIN sscasn.bkn.go.id Jadwal Pendaftaran CASN dan PPPK 2021 - Jadwal Seleksi Administrasi

Pertanyaan ini mungkin muncul di benakmu. Meski sejatinya Kementerian Kesehatan sudah menyampaikan hal serupa beberapa waktu lalu.

Misalnya saja pernyataan juru bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, Sabtu 17 April 2021 lalu.

Nadia mengatakan, masyarakat perlu memahami bahwa vaksin tidak mencegah terjadinya penularan Covid-19.

"Yang mencegah penularan itu 3M, termasuk menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Karena tertular itu kan virus masuk ke dalam tubuh kita, dan benteng kita itu 3M," kata Nadia.

Nadia menjelaskan, setiap orang yang sudah divaksin masih memiliki peluang untuk tertular virus corona.

Namun dengan adanya vaksin, maka potensi seseorang untuk bergejala atau jatuh sakit dengan kondisi parah ketika tertular virus corona dapat dikurangi.

"Perlindungannya tetap tidak 100 persen. Tapi dia (vaksin) sudah menurunkan risiko kita jadi sakit itu 65-95 persen," jelas Nadia.

Nadia mengatakan, jika seseorang sudah menerima vaksin tetapi tidak menerapkan perilaku 3M, maka besar kemungkinan dia masih bisa tertular Covid-19.

Termasuk meskipun seseorang telah divaksin dan patuh protokol kesehatan juga masih berpeluang terinfeksi Covid-19. 

Dirinya menjelaskan, hal itu bisa terjadi sebab saat ini masih dalam situasi pandemi.

"Kalau pandemi itu kan berarti konsentrasi virus di sekitar kita itu sangat tinggi," kata Nadia.

Sebagai gambaran situasi pandemi dan kondisi saat tidak lagi pandemi, Nadia mencontohkan saat terjadinya musim demam berdarah. 

"Kenapa pada saat musim demam berdarah, orang lebih gampang kan kena demam berdarah. Nah, karena virusnya banyak pada saat itu," jelasnya.

"Karena nyamuk yang membawa virus pada saat perubahan dari musim panas ke musim hujan, atau musim hujan, itu banyak (populasinya)," kata Nadia.

Baca juga: Alasan Larissa Chou Gugat Cerai Alvin Faiz Setelah Lima Tahun Menikah

"Sehingga orang gampang sakit demam berdarah. Makanya muncul kejadian luar biasa (KLB) peningkatan kasus demam berdarah. Karena pada saat itu virusnya banyak, nyamuk pembawanya juga banyak," kata Nadia melanjutkan.

Namun, pada lain waktu, misalnya di musim kemarau, kasus-kasus demam berdarah jarang dijumpai.

Mengapa demikian? "Karena virusnya enggak banyak, nyamuknya juga enggak banyak," jelas Nadia.

Dia mengatakan, analogi penyakit demam berdarah yang dia sampaikan itu dapat digunakan untuk memahami perbedaan situasi pandemi dengan situasi tidak pandemi.

"Nah, ini sama. Kalau pandemi, kan berarti memang kondisi virus penyebab Covid-19 nya banyak, cuma dia enggak pakai nyamuk," kata Nadia.

Dengan situasi pandemi seperti saat ini, resiko tertular virus corona masih sangat besar, sehingga protokol pencegahan 3M harus selalu diterapkan.

"Kalau pun kita sudah 3M, kan 3M itu enggak 100 persen bisa melindungi, makanya tambah vaksin. Begitu dia (virus) masuk, langsung dilawan," kata Nadia.

Baca juga: Polisi Dikeroyok hingga Luka Setelah Menolak Berjoget di Acara Pernikahan Warga Kampung Prajurit

Manfaat vaksin

Nadia mengatakan, satu hal yang perlu dicermati dari efikasi vaksin Covid-19 adalah khasiatnya untuk mencegah timbulnya gejala sedang hingga berat pada pasien yang terinfeksi. 

Efikasi vaksin Covid-19 dalam mencegah gejala sedang hingga sangat berat tercatat mencapai 89 persen.

Capaian itu berlaku untuk rata-rata vaksin yang saat ini beredar.

Selain capaian tersebut, vaksin juga diketahui menekan angka kematian akibat Covid-19.

"Nah, kalau kita bicara kematian, hampir semuanya mengatakan, dia (vaksin) tidak menimbulkan kematian," katanya.

"90 persen, bahkan 95 persen, dia mencegah kematian (akibat Covid-19). Ini data dari uji klinis ya, bahwa kematian itu tidak terjadi pada orang yang mendapatkan vaksin," ujar Nadia.

Sementara itu, dilansir laman https://covid19.go.id/, vaksin Covid-19 membutuhkan dua kali dosis penyuntikan, dan butuh waktu satu bulan untuk menciptakan kekebalan yang efektif bagi tubuh.

Suntikan pertama ditujukan memicu respons kekebalan awal, sedangkan suntikan kedua untuk menguatkan respons imun yang terbentuk.

Saat seseorang dinyatakan positif setelah vaksinasi, itu artinya saat divaksinasi seseorang tersebut sudah terpapar/terinfeksi COVID-19 dan sedang dalam masa inkubasi.

Vaksin COVID-19 Sinovac telah teruji keamanan, mutu, khasiat dan kehalalannya.

Vaksin ini dikembangkan menggunakan metode inactivated vaccine, yang telah terbukti aman, tidak menyebabkan infeksi serius serta hampir tidak mungkin menyebabkan seseorang terinfeksi.

Ingat, adanya program vaksinasi yang telah berjalan saat ini, tak lantas membuat kita lengah menjalankan protokol kesehatan.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sudah Divaksin tapi Masih Bisa Terinfeksi Covid-19? Simak, Ini Penjelasan Kemenkes"
Penulis : Jawahir Gustav Rizal
Editor : Rizal Setyo Nugroho

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved