Cara Menjaga Amarah Untuk Wanita yang Menstruasi Hingga Ibu Hamil
Namun jika dilatih saat ada stimulus tidak langsung merespon ada jeda yang menggunakan regulasi emosi.
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Viva Darma Putri, S.Psi., M.Psi., Psikolog membeberkan cara untuk menjaga amarah dan agar bisa lebih bersabar, terlebih untuk wanita yang sedang menstruasi dan ibu hamil.
Berikut penuturannya.
Mengelola sabar sebenarnya semua orang bisa saja, dan tergantung dari individu tersebut karena sabar sebenarnya bagian dari emosi positif, dan marah ada bagian dari emosi negatif.
Dan hal tersebut bisa dikontrol dengan beberapa regulasi emosi dan sebenarnya juga dipengaruhi beberapa faktor.
Baca juga: Puasa Mengajarkan Hidup Sederhana
Munculnya emosi negatif dan positif juga karena beberapa faktor, dari diri sendiri ataupun internal, karena orangnya sering melihat kekerasan atau sebagainya, atau memang tipe kepribadiannya yang mudah marah, gampang menahan marah atau faktor eksternal, lingkungan sosial berkaitan dengan keluarga, teman dan lain sebagainya, ada juga non sosial, berkaitan dengan cuaca, iklim, tempat tinggal.
Lalu bagaimana mengatur marah agar bisa lebih sabar sehingga mengubah emosi negatif menjadi positif.
Dalam teori perilaku ada namanya stimulus dan respon, stimulusnya hal-hal yang memicu kesabaran, misalnya karena padat dijalan, ada yang menyenggol dan lain sebagainya. Responnya biasanya marah.
Sehingga mengubah marah menjadi sabar, sebelum stimulus menjadi respon, ada jeda, jedanya bisa dengan diam atau relaksasi pernafasan, jika sudah teratur berarti kita sudah mulai tenang.
Jika hal tersebut dilakukan terus-menerus, maka akan menuju ke arah sabar sehingga disetiap apapun stimulus yang datang untuk memicu kemarahan tidak langsung direspon tapi kita diam dulu, cerna dulu apa yang harus kita lakukan apakah yang kita lakukan berdampak pada diri sendiri atau orang lain, ataukah jika kita marah akan merugikan orang lain dan sebagainya sehingga jika kita bisa meregulasi itu tadi maka tercapailah kata sabar.
Sebenarnya jika dibilang sabar itu ada batasnya sebenarnya mungkin sabar bisa dilatih, bisa ditingkatkan dengan beberapa pelatihan regulasi emosi dan lain sebagainya.
Jika memang perlu bantuan dan tidak mudah mengendalikan rasa marah bisa datang ke psikolog untuk tindakan preventif untuk tidak menjadi hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain sehingga lebih mampu untuk mengelola emosinya dan menuju kata sabar.
Perempuan yang mengalami premenstruasi sindrom, penelitian menyebutkan jika regulasi emosi berkontribusi sebesar 30,7 persen terhadap premenstruasi sindrom, jadi regulasi emosi adalah upaya untuk mengatasi emosi yang dirasakan.
Karena pada saat haid, sebelum haid ada namanya fluktuasi emosi, naik turun emosi, bisa digunakan untuk meregulasi emosi kita sehingga mampu mengontrol kapan harus dikeluarkan dan kapan harus ditahan.
Saat haid, wanita terpengaruh oleh hormonal, sama juga dengan ibu hamil, biasanya memang psikolog juga turun tangan untuk menangani karena berpengaruh pada psikis, dan kadang-kadang bisa dikendalikan dan tidak.
Namun jika dilatih saat ada stimulus tidak langsung merespon ada jeda yang menggunakan regulasi emosi.
Lalu, kalau belum ke psikolog bagaimana caranya, yakni dengan begitu ada stimulus tidak langsung merespon tapi ada jeda, tarik nafas dulu, kalau masih belum, diulang lagi sampai sekiranya nafas yang rasanya cepat jadi lebih melambat, karena ada ketekaitan memicu emosi yang keluar. (*)